"Elenio! Kau mengaggetkanku saja!" Madam Elis terlonjak kaget ketika sang tuan memasuki kamar Janis yang sedang ia bersihkan secara diam-diam.
"Maaf madam, aku tidak bermaksud. Ku kira Janis sedang beristirahat di dalam."
"Nona Janis sedang berada di paviliun. Tadi ia mengatakan bahwa ia sangat bosan dan memutuskan untuk pergi ke paviliun..,"
"Bagaimana perjalananmu Elen? Apakah berjalan dengan lancar."
"Ada sedikit insiden di acara semalam, aku dan Paman Sam belum sempat bertemu dengan Raja Oliver langsung. Mungkin dilain kesempatan."
Elen cerita secukupnya kepada Madam Elis, ia tidak mungkin menceritakan hal yang akan mengejutkan pelayan di rumahnya itu, seperti menceritakan bahwa ia bertemu dengan Raib misalnya.
"Berbicara tentang Janis, apa yang ia lakukan di pavilium seorang diri?"
"Kau akan mengetahuinya jika kau melihatnya langsung."
Benar juga, ia tidak akan tau apa yang sedang dilakukan oleh gadisnya jika ia tidak melihatnya langsung. Maka dari itu Elen segera mengalihkan tujuan yang sebelumnya ingin beristirahat menjadi ingin menemui Janis di pavilun belakang, melepas rindu yang sedikitnya mengganggu.
Saat memasuki paviliun, Janis sama sekali tak terusik dengan kehadirannya. Gadis itu duduk di sebuah kursi dengan posisi membelakangi pintu, menatap beberapa lukisan karyanya sendiri ditemani secangkir teh maple yang nyaris tandas.
"Janis?"
Elen menepuk pelan bahu gadis itu, Janis reflek menoleh dan melepas kabel walkman yang semalam Charlotte berikan dari telinganya.
"Ah, Elen. Kau sudah kembali?"
"Ya, aku sudah kembali. Bagaimana keadaanmu? Sudah lebih baik?"
Janis tertawa pelan, "Semua orang menanyakan keadaanku sejak kemarin. Seperti yang kalian lihat, aku sudah sangat baik-baik saja."
"Syukurlah, aku senang mendengarnya."
Elen menatap tape walkman yang Janis gunakan. "Charlotte meminjamkan benda ini padaku semalam, tidak apa-apa kah?" Sadar kemana pandangan Elen melihat, ada baiknya Janis segera memberitahu pria itu sebelum ia salah paham.
"Tidak apa, gunakanlah. Jika perlu bisa ku belikan yang baru untukmu."
"Benarkah? Jika aku ingin meminta yang baru itu tidak apa?"
Elen mengangguk.
Sebetulnya Janis tidak enak terus meminjam benda ini pada Charlotte walaupun perempuan itu selalu mengatakan tidak apa-apa. Memanfaatkan Elen yang bersedia membelikan alat komunikasi itu untuk Janis, mengapa tidak? Ternyata selain bisa untuk alat komunikasi jarak jauh, walkman ini bisa juga digunakan untuk mendengar musik. Ya walapun isinya hanya instrumen-instrumen dari berbagai alat musik seperti biola,piano, gitar dan lainnya.
"Madam Elis mengatakan bahwa kau bosan."
Sangat. Janis sangat bosan berada disini. Tak ada yang bisa ia lakukan selain tidur, makan dan berjalan-jalan di sekitar pekarangan rumah atau paviliun. Tidak ada televisi, tidak ada hiburan atau bahkan media yang bisa menghibur seperti di dunia Janis sebelumnya. Ia sungguh butuh kegiatan.
"Iya. Sejujurnya aku sangat bosan Elen, adakah hal yang bisa aku lakukan?"
Elen diam sebentar, lalu mengajak Janis untuk pergi ke sebuah ruangan yang berada di bawah tangga paviliun. Dibukanya ruangan tersebut dan terlihat banyak sekali alat-alat yang Janis ketahui beberapa diantaranya set alat untuk panahan, ice skate dan lainnya.
"Mungkin ada yang ingin kau coba kembali?"
Mata Janis melotot sempurna. Coba kembali? Dulu Janis yang menggunakan semua peralatan ini.
Gila, keren juga nih cewe
Batin Janis mengucap kepada Janis yang lain.
"Aku tidak yakin bisa melakukan semua hal ini lagi, Elen."
Tentu tidak. Janis tidak pernah menyentuh semu alat-alat itu seumur hidupnya selama ia tinggal di bumi. Mana bisa jika ia memainkan semua benda itu saat ini.
"Jika kau ingin, aku bersedia membantumu, Janisa."
Elen menatap Janis penuh harap. Berharap gadis itu mau kembali melakukan banyak hal bersamanya seperti dulu. Ingatannya dengan pertemuan Raib beberapa waktu lalu masih terasa hangat di pikiran Elen. Tentu ia tidak ingin kehilangan Janis untuk yang kedua kalinya, maka dari itu Elen berharap Raib tidak akan pernah menemui Janis lagi dan semoga saja Raib tak pernah tau bahwa Janis masih ada di dunia ini.
***
Di lain tempat, seorang perempuan tampak baru saja membuka matanya dari sebuah tidur panjang. Kepalanya terasa berat, beberapa bagian di tubuhnya pun terasa agak sakit.
Memorinya mengingat kembali hal apa yang ia lakukan terakhir kali sebelum ia jatuh tak sadarkan diri. Kemarin malam, ia melompat dari lantai tiga ketika sebuah pesta dimulai. Jika kalian berniat bahwa perempuan itu hendak melarikan diri, maka kalian salah besar. Perempuan itu nekat melompat hanya semata-mata untuk membubarkan pesta dan sepertinya hal itu berjalan dengan mulus."Kau sudah bangun, hm?" Suara bariton yang menyebalkan. Kenapa harus pria gila itu orang pertama yang Elisa lihat ketika pertama kali ia membuka mata?
Elisa Margaret, istri Raja Oliver yang tak pernah dipublikasikan kepada dunia sejak mereka menikah satu tahun yang lalu.
Raja Oliver duduk di tepi ranjang, menunggu istrinya siuman. Jika begini, mereka tampak seperti keluarga yang harmonis, padahal kenyataannya sangat berbanding terbalik dengan yang sebenarnya terjadi.
"Kau menghancurkan acara ku, sayang." Raja Oliver mengelus pelan pipi sang istri namun di matanya menggambarkan sebaliknya, kemarahan lah yang dapat dilihat jika kau menatap mata hitam legam itu.
"Mengapa kau melakukan hal ini, hm?"
"Bukankah kau akan mendapatkan keuntungan jika aku memberitahu dunia bahwa kau adalah istriku? Gelar ratu akan otomatis tersemat untukmu seorang."
Percuma saja. Mau ribuan kalimat pun yang dikeluarkan oleh Raja Oliver, perempuan itu tidak akan pernah menjawab. Namun Raja Oliver tak peduli, ia tetap saja berbicara dengan Elisa layaknya orang gila.
"Tak apa, hanya satu rencanaku yang gagal diantara ribuan rencana lainnya. Akan ku anggap apa yang kau lakukan kemarin hanyalah sebuah permainan untuk bersenang-senang."
Setelah mengucapkan itu, Raja Oliver keluar dari kamar sang istri dan meninggalkan perempuan itu dengan rasa lelahnya. Dibandingkan takut akan ancaman Raja Oliver, lelah adalah hal lebih mendominasi.
Ia lelah menjadi permainan sang suami. Ia lelah harus terkurung lebih lama di istana yang lebih mirip seperti penjara ini. Jika saja ia boleh jujur, ia sangat lelah menjalani hidup ini.Diluar sana, Raja Oliver mengumpulkan beberapa orang kepercayaannya. Mencoba menyusun strategi baru untuk melaksanakan misinya.
"Kemana Theo?" Theo—salah satu orang kepercayaan Raja Oliver yang selalu berada di pihaknya.
"Maaf tuan, sejak kemarin malam Theo menghilang tanpa kabar. Ia mendadak hilang tepat setelah pesta dibubarkan. Istri bahkan anaknya pun tidak mengetahui keberadaan Theo saat ini."
Lagi. Ini bukan pertama kali Raja Oliver kehilangan orang-orang kepercayaannya setelah sebuah rencana yang ia lakukan. Polanya sama persisi. Ia melaksanakan sebuah rencana lantas beberapa orang yang berada di pihaknya menghilang secara tiba-tiba dan tak ditemukan hingga saat ini, entah dalam kondisi hidup atau mati pun ia tidak tau.
"Pola yang sama terulang kembali."
KAMU SEDANG MEMBACA
Titik Koordinat
FantasyBanyak hal yang berubah dalam hidup Janis setelah kematian sang ibu. Hidupnya yang semula bak putri kerajaan berubah seratus delapan puluh derajat dengan kehidupan yang ia jalani saat ini. Ayahnya menghilang tanpa jejak sebagai buronan negara, ia pu...