Bab 22

3 0 0
                                    

"Selamat datang di rumahku. Maaf karena tempatnya kecil dan agak berantakan namun ku harap kau menyukainya."

Ratu Elisa dipersilahkan masuk ke dalam rumah yang letaknya tak jauh dari toko milik Tuan Bagas.

Ya. Bagaskara El Gauri, Ayah Janis sekaligus buronan negara yang dua tahun sudah menghilang yang tak bisa ditemukan dimanapun, ternyata kini ia berada di sebuah kota yang rasanya sulit untuk dijangkau oleh manusia. Dua tahun ia menghilang, dua tahun juga Bagas menjadi seorang penjual gaun di Valarion, tempat dimana pertama kali ia bertemu Ratu Elisa dan memutuskan untuk tetap tinggal demi memberi makan egonya agar bisa melihat rupa wajah Sonia yang perlahan-laham mulai pudar di ingatan.

Bagas terus menatap wajah ayu milik Ratu Elisa, wajah yang sangat mirip tiada bedanya dengan mendiang sang istri, Sonia. Sampai saat ini Bagas masih belum percaya bahwa siapa yang sedang bersamanya saat ini bukanlah Sonia, hanya wajahnya saja yang sepenuhnya mirip. Ratu Elisa sedang melihat-lihat rumahnya dengan tenang, ia mengamati setiap sudut ruangan yanh didominasi warna putih gading itu tanpa bicara namun matanya seolah menjelaskan bahwa ia sangat menyukai rumah tersebut. Mungkin bisa dikatakan rapih untuk seukuran rumah kecil yang berada di pinggiran kota.

"Kau bisa duduk disini sementara aku buatkan teh kesukaanku." Bagas menarik sebuah kursi dan mempersilahkan Ratu Elisa untuk duduk, sedangkan ia segera pergi ke dapur yang tak jauh dari sana untuk membuat secangkir teh hangat sebagai suguhan.

"Apa yang sedang kau lakukan diluar seorang diri, bahkan tanpa pengawalan?"

"Aku hanya berjalan-jalan sebentar."

Bahas mengangguk, lantas mendekati Ratu Elisa sambil membawa dua cangkir teh panas yang asapnya masih mengepul di udara.

"Silahkan dinikmati."

"Terima kasih."

Ratu Elisa menerimanya dengan tangan terbuka. Ketika sedang menyeruput teh tersebut matanya tak sengaja menatap sebuah foto yang berada di atas meja yang tak jauh dari tempatnya berada. Foto berisikan tiga orang yang terdapat dirinya dalam foto tersebut. Bagas mengikuti arah pandang Ratu Elisa, bahunya merosot seketika mengingat betapa cerobohnya ia karena lupa membenahi foto yang tidak seharusnya dilihat oleh orang lain, foto yang menjadi alasan mengapa ia berada di dunia ini lebih lama dari apa yang ia kira.

"Apa yang baru saja ku lihat, Tuan Bagas?"

Bagas menghela nafasnya pelan sebelum menceritakan semuanya pada Ratu Elisa, tanpa terkecuali. "Dalam foto tersebut adalah keluargaku, ada anak serta istriku."

***

Ditemukan kembali sebuah jasad tanpa jari di kawasan wisata Angke. Polisi masih memperluas pencarian dan mendalami motif terjadinya kasus ini

Janis dengan tergesa membuka laptopnya untuk mencari info lebih jauh seputar indikasi pembunuhan berantai yang ia dengan sebelum melakukan perjalanan waktu yang ternyata masih berlanjut hingga hari ini. Yang Janis dengar Yuke, total sudah ada lima korban yang jasadnya belum teridentifikasi hingga hari ini. Selain tak ditemukan bukti yang cukup, korban memiliki pola yang tak berhubungan sama sekali dan beberapa barang yang bisa dijadikan bukti pun hanya barang-barang aneh menurut penuturan Yuke.

Janis harusnya biasa saja ketika mendengar korbannya bertambah seiring berjalannya waktu, namun mengingat akhir-akhir ini semua yang menyangkut tentang dirinya tidaklah baik dan selalu berakhir berhubungan membuat Janis mau tidak mau ikut mencari tau.

Ia sedang mencari beberapa artikel paling akurat yang bisa menjelaskan detail mengenai jumlah korban, barang bukti yang ditemukan di tempat kejadian, dugaan motif hingga update terbaru tentang pencarian tersangka. Tak terasa ia telah menyelami internet selama kurang lebih tiga puluh menit, ia membaca dengan teliti apa-apa saja rangkaian cerita yang terjadi dan Janis menemukan sesuatu yang tak asing baginya.

Sebuah walkman. Persis seperti yang digunakan di dunianya Elen. Namun hal tersebut cukup rancu mengingat walkman pun digunakan di dunia Janis, bisa saja ini hanya kebetulan semata.

Janis terus menggulir layar laptopnya hingga akhirnya meyakini walkman yang ia lihat adalah walkman yang berada di dunia Elen, sebab jika dilihat dari gambar dalam walkman tersebut terdapat angka 61 yang dimana angka tersebut adalah kode pos walkman yang ada di setiap kota.

Elen sempat menjelaskan pada Janis. 48 untuk Kota Sourbridge dan 61 untuk Kota Valarion, artinya korban atau pembunuhnya berasal dari kota tersebut, Kota Valarion.

Karena terlalu larut dengan pikirannya, Janis tak menyadari kehadiran Yuke yang sudah membawa satu piring berisi dimsum dan segelas air lemon besar untuk mereka santap berdua. Malam ini Yuke memutuskan untuk menginap di rumah megah Janis, mungkin tidak hanya hari ini, jika diperbolehkan ia bisa saja menyewa salah satu kamar yang ada di rumah ini.

"Kenapa? Seris banget."

Janis mengginggit bibir bawahnya. Bukan marena tergiur dengan makanan yang dibawa oleh Yuke, melainkan bingung untuk bertindak. Ia ingin sekali menceritakan hal tidak masuk akal kepada Yuke, sebab Janis pun sedang dalam situasi harus memilih ingin seperti apa kedepannya mengingat sepertinya ada hal yang harus ia selesaikan di dunia itu persis seperti apa yang dikatakan oleh nenek tua yang sempat ia temui.

"Yuke, kamu percaya dunia paralel, gak?"

Janis mengerinyit heran. Loh kok dunia paralel yang gadis itu tanyakan, diluar dari apa yang sedang dicari oleh Janis di laptopnya.

"Tiba-tiba banget nanyain tentang dunia paralel?"

Janis mendecak. "Udah jawab aja, kamu percaya ga sama dunia paralel?"

Butuh beberapa waktu untuk Yuke menjawab sebelum akhirnya gadis yang sudah resmi menjadi sahabat Janis itupun mengangguk. "Aku percaya kok, kalau kamu sendiri gimana? Percaya sama dunia paralel."

Kini Janis menatap Yuke dalam. "Aku percaya, karena aku pernah pergi ke dunia itu, Yuke. Kamu pasti nggak percaya kan?"

"Sebentar, maksudnya gimana, ya?"

Walau awalnya ragu, Janis pun mulai menceritakan apa yang sebenarnya ia alami selama ia menghilang. Tentang Sourbridge, Valarion, tentang sosok yang mirip Bagas yang pernah ia temui di kota itu hingga Raib yang Yuke ketahui sebagai kekasihnya.

Setelah mendengar apa yang terjadi pada Janis, antara percaya atau tidak percaya namun Yuke yakin Janis tidak mungkin berbohong.

"Setelah semua yang aku ceritakan tentang dunia paralel dan pengalamanku pribadi. Menurut kamu perlu kah aku kembali kesana? Menyelesaikan apa yang katanya belum selesai, terlebih tentang Raib?" Janis pun tak lupa menceritakan mengenai apa yang dikatakan seorang wanita paruh baya padanya tadi siang saat ia berada di stasiun.

"Menurutku tak ada salahnya untuk kembali."

Titik KoordinatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang