Bab 08

10 7 0
                                    

The Land of Angel adalah salah satu julukan paling terkenal yang disematkan untuk Kota Valoria. Kota dengan jumlah penduduk yang ideal, kondisi sosial yang stabil dan dianugerahi letak geografis yang mendukung semakin mendorong kota ini maju hingga ditetapkan sebagai kota paling damai dan indah menurut beberapa media.
Valoria menganut sistem pemerintahan monarki dan sebagai kota yang menganut sistem pemerintahan tersebut, Valoria saat ini dipimpin oleh seorang raja yang dikenal karena ketegasan dan kedisiplinannya. Namun bagi Raib, daripada tegas dan disiplin, diktator lebih tepat untuk menggambarkan bagaimana bobroknya seorang Oliver Liberad dalam memimpin.

Faktanya, tidak meratanya distribusi pangan, pendidikan hingga pendapatan adalah salah satu dampak yang disebabkan oleh keegoisan Oliver. Dalam satu tahun terakhir sejak pria itu resmi menjabat dan menggantikan Raja Niel, sudah banyak kritik dan keluhan yang masuk dari berbagai lapisan masyarakat mengenai cara kerja sang raja. Oliver sangat kentara mementingkan kepentingannya sendiri di atas kepentingan rakyat. Contohnya seperti hari ini, dengan kekuasaan yang ia punya sebagai seorang pemimpin, pria itu tanpa tau malu memeras perkebunan warga di perbatasan desa dengan membeli bahan baku makanan dengan upah yang jauh dari kata setimpal untuk jamuan di istana megahnya.

Puluhan pelayan bekerja sangat keras mempersiapkan pesta perayaan ulang tahun pernikahan Oliver dan sang istri yang akan diadakan malam ini secara tertutup. Semuanya tampak sibuk dengan aktivitas masing-masing, begitupun dengan seorang wanita cantik yang sibuk melamun di balkon kamar utama. Tatapannya kosong menatap hamparan bunga yang bermekaran di halaman istana. Hari ini akan menjadi hari yang panjang untuknya, lagi.

"Malang sekali hidupmu nyonya," ucap Raib yang kini tengah menatap wanita kesepian itu dari kejauhan, di atas bukit yang letaknya cukup dekat dari istana. Bukan sekali dua kali Raib melakukan hal ini; memantau dan memastikan wanita itu tetap aman diluar jangkauan Raib.

Raib mungkin bukan siapa-siapa, ia hanyalah pemuda biasa dari desa yang bekerja sebagai loper surat kabar. Namun Raib sangat memuliakan wanita tersebut sebagaimana ia telah membantu Raib dan adiknya yang telah lama tiada. Raib sangat berhutang budi padanya, namun tidak ada yang bisa Raib lakukan untuk membalas semua kebaikan tersebut selain dengan berdoa dan memastikan wanita itu baik-baik saja walau hanya dari kejauhan.

"Nyonya, ada beberapa hal yang perlu disiapkan sebelum acara dimulai, termasuk gaunmu. Bisakah kau masuk lebih dulu?"

Entah apa yang dikatakan maid kepada wanita tersebut, Raib tak dapat mendngeranya, ia pun hanya bisa pasrah ketika wanita itu mengangguk dan mengikuti maid tersebut masuk ke dalam kamar.
Sadar bahwa ia sudah kehilangan akses, Raib memutuskan berbalik dan mulai menuruni bukit sebelum matahari terbenam dengan perasaan menyesal.

"Maaf nyonya, bahkan sampai hari ini pun tidak ada yang bisa aku lakukan untukmu."

***

"Kau sungguh akan pergi Elen?" tanya Charlotte sambil merajut beberapa gulung benang wol. Musim dingin akan segera tiba, maka Charlotte harus segera menyiapkan beberapa potong pakaian hangat atau setidaknya syal baru yang akan digunakan pada musim dingin tahun ini.

"Aku harus pergi, Paman Sam sudah memberikan aku waktu untuk menemui Janis hari ini, aku tidak enak kepadanya."

"Baiklah, hati-hati. Jaga dirimu tetap hangat."

Elen mengangguk, sebelum pergi ia menyempatkan diri untuk masuk ke kamar Janis dan tersenyum melihat gadis itu sudah lelap dalam pelukan sebuah boneka beruang besar. "Aku titip Janis, ya."

Elea yang baru saja datang mendecih pelan. "Tak kau suruhpun kami akan menjaga Ka Janis dengan sangat baik. Kau yang benar saja, Elen."

Elen tertawa, pria itu mendekat ke arah Elea dan mengacak pelan rambut panjang si bungsu. "Terima kasih karena sudah menjaga Janis dengan sangat baik, Elea..,"

Titik KoordinatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang