Bab 12

7 5 0
                                    

Jakarta 2023

Sebuah jasad tanpa identitas kembali ditemukan di kawasan wisata Angke. Jasad ditemukan dengan luka sayatan pada setiap bagian tubuh. Saat ini jasad sedang menjalani proses autopsi untuk diidentifikasi. Polisi pun masih terus mengusut kasus yang di duga merupakan kasus pembunuhan berencana, mengingat lokasi penemuan jasad selalu dilakukan di tempat yang sama.

Yuke dan puluhan penumpang yang berada di gerbong enam dengan fokus mendengarkan siaran berita seputar liputan terkini. Berita yang lagi-lagi mengusut sebuah kasus penbunuhan misterius di kawasan wisata Angke, salah satu tempat yang saat ini Yuke tuju.

Sudah satu pekan lebih Yuke tidak bisa menghubungi Janis, setelah pertemuan terakhir mereka di akademi les tempat Yuke mengajar. Awalnya ia ingin menawarkan Janis pekerjaan tetap sebagai pengajar tetap di akademi tersebut. Namun pesannya tidak dibalas, telpon pun tidak diangkat. Maka dari itu kali ini Yuke yang akan mendatangi rumah gadis itu secara langsung.

Kereta dengan total delapan gerbong itu mendarat sempurna di stasiun yang posisinya paling dekat dengan rumah Janis. Lantas Yuke turun dan melanjutkan perjalanannya dengan ojek online.

"Oke pak, berhenti disini ya." Setelah lima menit tambahan perjalanan, akhirnya ia sampai di rumah Janis yang lebih layak disebut sebagai istana.

Dari luar rumah itu tampak gelap, terlebih langit sore yang mulai berangsur menarik gulita. Yuke berjalan memasuki pekarangan rumah mewah tersebut, banyak sekali daun-daun kering yang terbawa angin dan tanpa sengaja ia injak. Sungguh, rumah ini sangat tidak terawat. Pasalnya sudah lama sekali Yuke tidak mampir ke rumah ini mengingat mereka tinggal di kawasan yang berbeda.

"Permisi, Janis."

"Janis, lo di dalam?

"Ini gue Yuke. Tolong jawab gue kalau emang lo ada di dalam."

Nihil. Tampaknya tak ada siapapun di dalam.

Yuke mulai gusar, khawatir dengan keberadaan Janis. Walaupun mereka tidak sedekat yang orang-orang pikirkan, tetap saja Janis adalah salah satu temannya yang senasib sepenanggungan. Keduanya paham bagaimana susahnya hidup sebatang kara dan harus pontang-panting mencari uang demi bisa bertahan hidup.

Yuke mencoba masuk ke dalam rumah karena khawatir terjadi sesuatu pada Janis di dalam, namun terhalang oleh akses pintu megah yang terkunci dengan sangat rapat.

Tak ingin mudah putus asa, Yuke mencoba mencari akses lain seperti pintu belakang dan lain-lain. Namun matanya tak sengaja menangkap sebuah surat yang tertinggal di kotak yang Janis siapkan untuk paket.

Surat pemutusan aliran listrik dan air

Mata Yuke memicing. Jadi, rumah ini sudah tidak lagi dialiri listrik dan air? Pantas saja terlihat sangat gelap jika dilihat dari tempat Yuke kini berada. Janis tidak mungkin berada di dalam kan dengan kondisi tanpa listrik dan air?

"Janis, lo dimana sih?"

***

Diluar dugaan Elen, ternyata musim dingin tiba lebih cepat. Malan ini suhu sudah mencapai minus enam derajat dan salju pertama pun turun.

"Musim dingin telah tib dan salju pertama sudah turun, mari kita berdoa!" Elea tampak heboh dengan suaranya yang menggema di seluruh penjuru rumah. Tak lupa lonceng sebesar buah apel yang ia goyangkan secara acak untuk memanggil seluruh orang yang berada di rumah untuk berkumpul termasuk Janis.

"Kau sangat bersemangat nona Elea," kata madam Elis sambil menyusun meja makan yang semula dibiarkan polos begitu saja, kini ia tambahkan empat batang lilin aromaterapi dengan aroma woods yang menenangkan.

"Tentu, aku harus bersemangat madam Elis karena ini adalah musim kesukaanku."

Charlotte yang tengah sibuk dengan bubur kacang merahnya pun menimpali. "Bersemangat tidak harus membuat keributan seperti itu, Elea."

"Maaf Charlotte. Semangatku terlalu sulit dikendalikan."

Janis tersenyum kecil melihat pemandangan hangat yang sedang ia lihat. Musim dingin telah tiba, namun rasanya akan selalu terasa hangat jika Janis berada di dalam rumah ini.

"Kenapa berhenti?"

"Ah, tidak." Janis kembali melangkahkan kakinya, menuruni anak tangga satu persatu.

Janis senang sekali setelah sekian lama akhirnya ia bisa melihat salju kembali. Elen mengetuk pintu kamarnya tak lama setelah salju pertama turun, mengajaknya untuk melakukan tradisi yang katanya sering mereka lakukan sejak kecil kita musim dingin tiba khususnya pada saat malam dimana salju pertama turun.

Elea, Charlotte, Elen, Janis bahkan madam Elis duduk melingkar di atas matras hangat yang telah disediakan. Teh hangat serta perapian tak luput di tengah-tengah mereka.

"Memulai musim dingin tahun ini, mari kita berdoa atas segala pencapaian yang telah dicapai dan semoga apa yang kami inginkan di penghujung musim ini akan terkabul. Mari berdoa."

Elen, Charlotte, madam Elisa dan Elea yang diikuti Janis kompak menutup mata dan mengepalkan kedua jarinya di atas dada, berdoa dan merapalkan harapan mereka masing-masing.

Bagi keluarga Maverick, musim dingin adalah musim penanda istirahat. Selain karena musim ini bermula di penghujung tahun, hanya musim ini juga yang bisa merehatkan seluruh manusia dari berbagai aktivitas yang biasanya sangat amat mencekik. Karena dinginnya suhu luar, beberapa kegiatan jadi harus dilakukan di dalam ruangan dan secara otomatis memperpanjang waktu bersama orang terkasih di rumah.

Usai berdoa, mereka pun berbincang-bincang hangat menceritakan banyak hal seputar kehidupan Janis, saling melempar gurauan dan melakukan aktivitas hangat lainnya.

Diam-diam Janis memperhatikan orang-orang yang saat ini tengah berada di sekitarnya. Merekam memori indah ini di kepalanya. Sungguh, ia tidak bohong, bahwa ia sangat senang bisa merasakan kehidupan Janis disini yang ternyata terasa sangat hangat.

Kalau begini ceritanya, gue jadi betah dan gak mau pulang

Sedangkan ditempat lain. Musim yang sama namun di kota yang berbeda, Raib tampak acuh dengan kaos lengan yang panjangnnya hanya sebatas siku, baju yang cukup tipis dan pendek jika digunakan pada musim dingin.

Tak peduli dengan pipa-pipa saluran airnya yang mulai membeku, dengan terpaan angin yang berhembus memasuki rumah gubuknya yang mungil, matanya tetap awas memperhatikan arloji yang sudah beberapa hari ini tampak aneh. Arloji yang Raib dapatkan setelah berhasil menjelajah waktu.

"Aku sudah melakukan perjalanan itu, mengapa ini tetap tidak berubah? Apa yang salah?"

Tangannya tetap berusahan memperbaiki jam kuno itu, namun sepertinya sia-sia saja.

"Jangan terlalu lama berkelana. Sebab cepat atau lambat, suatu saat nanti, akan ada seseorang yang menutup jalanmu sehingga kau tak akan bisa pergi kemanapun, walau ke dalam pikiranmu sendiri."

Raib menggelengkan kepalanya pelan ketika mendengar suara seorang nenek tua bergaung di kepalanya. Apakah yang dimaksud suatu saat nanti itu adalah saat ini? Saat hal-hal aneh mulai menghampiri hidup Raib satu persatu.

Titik KoordinatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang