AREEZA - 38

711 66 0
                                    

HAPPY READING!

.
.
.
.
.

Suara canda tawa tiba-tiba terdengar di telinganya. Ia semakin memejamkan matanya untuk mempertajam pendengaran. Bisik suara itu kian semakin jelas dan teras dekat. Ia meringis kecil, sangat kecil hingga hanya dirinya saja yang mampu mendengar ringisan itu. Kepalanya berdenyut-denyut, ia kembali meringis dan membuka matanya perlahan. Irisan mata sipit itu pertama kali memandang tembok putih, serba putih. Hingga ia sedikit melirik ke arah kanan ke arah sumber suara yang ia cari.

Mika? Abra? Ucapnya dalam diam. Ia masih tak mampu untuk bersuara, dan badannya masih terasa lemas. Oh iya, dirinya juga melihat tubuhku yang terbaring di ranjang beserta selang infus yang menempel di tangan. Kenapa dirinya ini? Ia seperti lupa akan sesuatu.

Sosok yang terbaring koma selama dua bulan itu terus melihat kedua manusia yang tengah bercengkrama. Sesekali ia memejamkan mata agar mereka berdua tak sadar jika dirinya melihat mereka berdua berinteraksi dengan bahagia.

Pasti mereka udah pacaran. Pikirnya dalam hati.

Darez menghela napasnya pelan. Ia masih lemas untuk mencaci Abra dan marah kepada Mika. Ia lelah, ia ingin mengakhiri ini. Pemuda itu kembali menutup matanya untuk kembali rehat, tetapi suara pintu terbuka menggagalkannya.

Ceklek!

"Darez!" pekik Areeza terkejut saat melihat sahabatnya membuka mata dan menatapnya.

Akibat teriakan Areeza, sontak Abra dan Mika beranjak dari duduknya dan menghampiri Darez di brankar.

"Alhamdulillah, lo udah sadar, Rez," ujar Areeza sambil tersenyum.

Darez hanya mengangguk singkat. Kondisinya mungkin belum stabil, ia belum bisa bergerak sedikitpun.

"Udah dari tadi dia sadarnya?" tanya. Areeza pada Abra dan Mika.

"Belum kayaknya, kita aja baru tau waktu lo teriak tadi," jawab Mika.

"Gue panggil dokter dulu," timpal Abra, yang kemudian keluar dari ruang rawat Darez.

"Akhirnya lo sadar juga, gue seneng banget!" ucap Mika dengan senyum sumringahnya.

Darez menatap Mika datar. Ia tak tahu harus bersikap seperti apa, yang jelas ia juga senang karena bisa membuka matanya lagi. Terlebih-lebih ia bisa kembali melihat senyum Mika, gadis yang selama ini ia diam-diam sukai.

"Permisi, saya cek dulu kondisi pasien," ujar Dokter wanita yang datang dengan Abra.

Sang dokter mengeceknya dengan stetoskop dan membuka kedua matanya. "Kondisi pasien sudah mulai membaik, tapi untuk saat ini pasien masih harus bed rest untuk memperkuat staminanya," jelas Dokter tersebut.

"Terima kasih, Dok," balas Areeza.

Dokter wanita itu mengangguk dan melenggang pergi dari sana.

"Lo minum dulu ya," titah Mika sembari memberi minum Darez menggunakan sedotan. Cowok itu pun menerimanya tanpa mengelak. Ia merasa tenggorokannya sangat kering dan lapar.

"Makasih," ucap Darez sedikit terbata-bata.

"Lo laper gak? Gue beliin makanan ya?" tawar Areeza.

Darez mengangguk. "Bubur ayam," pintanya.

Areeza mengangguk dan menggandeng Lisa untuk membelikan pesanan Darez. Sedangkan Mika dan Abra tetap di sana dengan keadaan canggung. Mereka seperti orang tidak kenal, wajar saja sebenarnya, apalagi sebelum terjadi dirinya terbaring lemah seperti ini, ia dan mereka berdua memiliki hubungan yang tidak baik.

AREEZA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang