positif

447 47 23
                                    

Di malam harinya, Faris merasa tertekan karena Aneesha yang tiba-tiba merengek dan meminta untuk mencarikan dirinya alpukat keju. Awalnya Faris menyetujui, tetapi ternyata bukan itu yang istrinya maksud. Aneesha ingin memetiknya sendiri dari pohonnya langsung, membuat Faris pusing.

Di disinilah mereka berdua, di sebelum lahan perkebunan buah alpukat. Atas rekomendasi dari Kahfi, Faris bisa merendam emosi Aneesha yang sedari tadi merengek untuk memanjat sendiri langsung dari pohonnya.

"Yang benernya kiri sudah masak yang sebelah kanan belum mas." Orang itu menunjuk beberapa jenis lainnya kepada Faris.

Aneesha berjalan ke arah kanan, memilih buah alpukat yang belum matang. Membuat Faris dan orang itu pun panik ketika melihat Aneesha yang ingin memanjat salah satu pohon tersebut.

Faris berlari mengikuti Aneesha dan menahan Aneesha yang ingin memanjat, Faris menuntun Aneesha untuk menjauh dari pohon itu.

"Sayang ... disana belum matang, kan sudah di bilang pak Hasan," ucap Faris dengan lembut agar Aneesha tak merajuk kembali.

"Tapi Anes maunya itu." Aneesha menunjuk pohon yang ingin dia panjat tadi dan menunjuk buah yang terlebih sedikit lebih kecil dari yang biasanya Aneesha inginkan.
Bila dulu Aneesha menyukai buah yang besar, tetapi entah kenapa hari ini Aneesha justru memilih buah yang masih terlihat mungil.

"Tapi kan belum matang, mana enak?" tanya Faris heran.
Dia menunjukkan raut tak setuju ketika Aneesha terus menginginkan buah alpukat yang belum masak itu.

Setelah beberapa menit berlalu, perdebatan itu tak kunjung membuahkan hasil. Sehingga, mau tak mau Faris harus konfirmasi kepada Kahfi sebelum menuruti kemauan Aneesha.

Faris berjalan menjauh dan meninggalkan Aneesha disana bersama pak Hasan. Faris menunggu Kahfi mengangkat telfonnya dan tak lama kemudian, panggilan itu kembali terhubung.

"Assalamualaikum Bi," salam Faris.

"Waalaikumsalam."

"Abi ... Faris dan Aneesha sudah sampai ke tempat yang Abi rekomendasi. Namun, sampai waktu sampai disini, Aneesha justru meminta buah alpukat mentah untuk dirinya. Bahkan dia memaksa untuk memanjat pohon tersebut, jadi Faris ingin meminta bantuan Abi berbicara dengan Aneesha," jelas Faris panjang dan lebar.

Hening, tak ada jawaban apapun dari seberang sana. Faris terheran di buatnya. Faris ingin berbicara lagi. Namun, celetukan Halwa membuatnya terdiam.

"Tolong kamu biarkan saja Faris, mungkin saat ini dia sedang hamil," ucap Halwa.

Ada rasa senang di dalam hati Faris ketika mendengar ucapan Halwa, istrinya hamil? Itu artinya dia akan membuatnya seorang anak bukan? Dia akan menjadi seorang Ayah? Sungguh Faris tak bisa mendeskripsikan rasa senang di dalam hatinya.

Air mata Faris luruh begitu saja, tangannya sedikit bergetar dan kedua sudut bibirnya yang membentuk sebuah senyuman indah.

"Ris?" panggil Kahfi dan Faris tak menjawabnya.
Rasa bahagia yang membuncah di dalam hatinya membuat dirinya tak bisa berkata apa-apa. Namun, setelahnya dia kembali meluruhkan senyumannya.

Apakah tebakan ibu mertuanya itu benar? Bagaimana jika tidak? Itu akan membuatnya sakit hati, sehingga Faris memutuskan untuk menurutinya saja dan akan membawa istrinya untuk periksa di keesokan hari.

"Ah iya Bi, semoga ya, Bi? Untuk saat ini Faris turuti saja, barangkali yang di ucapkan Ummah itu benar. Faris tutup ya Bi telfonnya? Maaf menganggu malam-malam begini. Assalamualaikum," ucap Faris dengan tak enak hati.

"Waalaikumsalam." Faris langsung menutup panggilannya ketika telah mendengar balasan salam dari Kahfi.

Faris bergegas kembali ke Aneesha, tak ingin membuat Aneesha menunggu lebih lama lagi. Faris mengamati perut Aneesha yang memenang sedikit membuncit akhir akhir ini. Faris berharap, apa yang di katakan Halwa merupakan sebuah kebenaran.
---

Living With Mas SantriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang