Setelah mengunci pintu kafe Faiz lekas berlari ke mobilnya menyetir, mengantar karyawannya ke rumah sakit.
Sesampainya di rumah sakit yang dituju pertama kali ruang UGD, pasti ibunya saat ini sedang ditangani di situ. Dan itu, suami tetangganya yang tadi menelepon.
"Lek, Ibu di mana?," tanya Iin terlihat panik.
"Di dalam, Kamu masuk saja!."
"Dok, bagaimana keadaan Beliau?," tanya tetangganya yang tadi membawa ibunya ke rumah sakit.
Iin yang mendengar tetangganya sedang mengobrol dengan dokter lantas berlari kecil ikut mendengar penjelasan yang dijabarkan dokter.
"Baik, Alhamdulillah mulai stabil. Beruntung beliau cepat dibawa ke rumah sakit, jadi Kami bisa segera melakukan tindakan. Tapi, saat ini belum sadarkan diri. Tidak papa, semua normal. Biarkan beliau istirahat."
Ia bernafas lega meski tidak sepenuhnya karena ibunya belum juga membuka mata.
"Dok, Saya putrinya. Boleh Saya melihat kondisi ibu Saya?."
"Boleh, silahkan! Saya tinggal dulu, nanti kalau ada apa-apa datangi Saya."
Digenggam tangan orang tua satu-satunya berharap beliau segera siuman dan atasannya, Ali menemani berdiri di bawah kaki beliau. Tidak tega melihat wanita yang dicintai bersedih seperti itu.
"Buk..."
Iin tersenyum sumringah akhirnya ibunya sudah kembali tersadar, Ali dengan cekatan memanggil dokter memberitahu jika beliau sudah siuman.
Saat mata terbuka pertama yang dilihat pria jangkung berpakaian rapi.
"In."
"Iya, Buk. Iin di sini. Ibu tenang ya, Iin di sini sama Ibu."
Gadis tersebut memberi ruang dokter untuk memeriksakan perkembangan kondisi ibunya.
Setelah memastikan kondisi mulai membaik dan sudah ada kamar inap kosong, beliau dibawa oleh perawat untuk dibawa ke kamar perawatan.
"Bang, Iin minta tolong. Tolong ambilkan beberapa baju Iin dan baju ibu di rumah! Kalau boleh, sama keperluan lainnya nanti biar bik Harti yang menyiapkan. Iin tidak tega meninggalkan ibu sendiri."
"Biar Saya saja yang ambil, Ali biar di sini."
Faiz menawarkan diri, biar dia saja yang ambil baju ke rumah meninggalkan sementara anak istri bersama mereka.
"Makasih, Bang. Maaf, merepotkan."
Beruntung ATM yang isinya tidak seberapa selalu tersimpan rapi di dompet, tidak perlu lagi menunggu bosnya kembali untuk membayar biaya rumah sakit.
Setelah kepergian Faiz ia baru tersadar belum mendaftarkan ibu dan juga membayar biaya rumah sakit, segera ia menuju ruang pendaftaran.
"Buk, Iin ke ruang pendaftaran dulu ya sebentar."
"Sudah, Kamu temani saja Ibu! Kasihan. Tagihan semua sudah Saya urus, Ayo!."
Gadis berkerudung tersebut bernafas lega, ada bantuan dana. Jadi, ia masih punya pegangan selama menunggu ibunya di rumah sakit. Nanti ia akan mencicil seperti sebelumnya, dipotong uang gaji yang diterimanya setiap bulan.
"Makasih Bang, maaf merepotkan. Maaf Bang, Iin sama kaya kemarin bayarnya potong gaji saja."
"Sudah jangan dipikirkan."
"Ibu, Ibu kok bisa pingsan sih? Kan, sudah Iin bilang. Biar semua Iin yang urus, Ibu tidak usah ngapa-ngapain! Tunggu Iin saja," keluhnya setelah melihat ibunya sudah banyak perubahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh Pengganti END ✅
Novela JuvenilSalsabila, gadis berwajah ayu harus menggantikan kakak tirinya dijodohkan dengan pria pilihan orang tua. Dan tanpa diduga lelaki yang akan dijodohkan dengannya tak lain tidak bukan adalah sahabat karibnya sendiri. Akankah keduanya menerima perjodoha...