Teror Yang Tiada Henti...

36 1 0
                                    

“Fan, nanti kalau Aku jadi ngekos di Bekasi, Kamu yang setia ya! Jangan mau dirayu Dia apalagi sampai ninggalin Aku.”

“Nyes,” hati Fanya tersentuh dengan kalimat terakhir yang dilontar Bima apalagi prianya langsung menunduk seakan takut kehilangan.

“Ah, Bima. Kamu ngomong apa sih? Mana mungkin Aku mendua sama Dia, Aku tunggu Kamu melamar Aku. Aku di sini bakal setia selamanya jadi istri Kamu,” Fanya meyakinkan agar Bima tidak meragukan lagi kesetiaannya.

“Enak saja! Kamu milikku, cuma boleh menikah denganku,” cuma dilirik sekilas tanpa memedulikan dirinya yang mulai kebakaran jenggot.

“Tunggu ya? Aku menabung buat masa depan Kita. Kamu kalau butuh sesuatu atau menginginkan sesuatu bilang saja nanti Aku transfer seperti biasa.”

Fanya mengangguk mengiyakan, sama sekali dua insan yang dimabuk asmara tidak memedulikan lelaki satunya. Sejak tadi mencari perhatian tetap terabaikan.

“Mbak, nih Aku bawa oleh-oleh. Dimakan, Bim! Eh...”

Tanpa sengaja mata menangkap sosok yang membuat suaminya cemburu tidak jelas beberapa hari ini.

“Kapan datang? Bukannya kemarin mau mampir ke Bali?.”

“Gak jadi, nanti saja kapan-kapan. Kasihan Caca. Mbak, Aku ke kamar dulu. Jangan bilang Faiz!.”

Cepat-cepat ditinggalkan ketiganya yang bengong memandanginya memasuki kamar dan sesampainya di kamar ia pura-pura memainkan gawai sembari rebahan, sebelum tertangkap basah lagi. Gawat jika sampai ia telat sedetik saja yang ada ah terlalu seram untuk dibayangkan.

Faiz setelah memarkirkan mobil langsung bergabung dengan putrinya yang terus menempel di gendongan.

Barulah mau turun saat Bima menyodorkan satu buah mangga, hati speechless tidak tenang oleh-oleh dan itu tu di tempat yang sama. Tepat di depan mata ada dia. Istrinya? Jangan-jangan?.

Lega, ternyata sudah berbaring manis di dipan. Mengintip dari balik tirai sebentar Caca yang sedang dalam gendongan Bima menghambur buah-buahan yang ia bawa tadi.

Kedua jari diletakkan di depan matanya sendiri lalu dipindahkan di depan netra indah sahabatnya memberitahu pakai isyarat jika ia terus mengawasi.

“Awas, sampai gak dijaga mata! Aku pinjamkan betulan kaca mata kudanya pak Somat.”

Salsa memberikan lingkaran jari telunjuk dan jempol menanggapi kecemburuan sahabatnya.

Setelah mengusap rambut Salsa ditinggalkan istrinya lantas menutup pintu kamar dari luar sebelum bergabung kembali bersama mereka.

Di depan mereka semua Faiz mampu menutupi rasa cemburunya yang berlebih pada lelaki di depannya.

Tidak lama terdengar suara tangis bayi membuyarkan obrolan, Fanya yang duduk bersebelahan dengan Faiz langsung bangkit membopong bayinya membawa masuk ke dalam kamar dan mengunci lagi dari dalam.

“Fan, Aku pulang dulu.”

“Iya Bim, hati-hati. Nanti sampai rumah jangan lupa kasih kabar!.”

Farel yang mendengar perhatian barusan dia juga ingin mendapatkan itu dari wanitanya, sekali-kali. Kalau boleh banyak kali dan seterusnya hanya untuknya.

“Fanya, Aku kerja dulu ya mencari nafkah buat Kalian!,” ikut teriaknya di depan kamar, tidak ada sungkan-sungkannya ke si tuan rumah yang beristirahat di belakang.

“Iya, jangan kembali!.”

Clekit tidak sesuai ekspektasi, digaruk rambut belakang. Kenapa jawabannya berbeda?.

Jodoh Pengganti END ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang