Teror..

45 2 0
                                    

Hari ini, Aris menghadiri undangan rapat dari sekolah istrinya untuk membahas biaya dan kelancaran nanti murid mereka saat menghadapi ujian kelulusan.

Acaranya tidak terlalu mewah cukup mengundang wali murid mengajak musyawarah bersama di kelas.

Saat acara belum mulai Aris bersama bapak-bapak yang lain duduk di depan kelas yang nanti akan ditempati Dara ujian.

Beberapa kali diajak mengobrol untuk mengurangi kebosanan menunggu kehadiran wali kelas yang belum jua memasuki kelas.

"Adiknya ya Mas, yang sekolah di sini? Jarang-jarang ada anak muda sekarang mau menghadiri rapat adiknya. Memang bapak ibunya lagi sibuk ta Mas?."

"Iya, betul lo Mas jarang sekali. Jangankan kakak lelakinya, Kita bapaknya saja kalau ada ibunya yang bisa hadir lebih baik ibunya saja. Tapi mau bagaimana ada adiknya yang masih bayi. Betulkan, Pak?."

Aris yang sejak tadi main mata bersama istrinya menoleh diajak berbincang dua pria paruh baya di samping dan depannya.

"Bukan Pak, istri."

"Mas ini kalau bercanda lucu."

Dahi Aris mengerut, apakah ia setua itu sampai tidak pantas bersanding dengan anak SMA tapi iya sih sudah tua?.

Tapi tidak, dia masih terlihat muda, tampan selalu rapi meski tidak memakai jas. Sama sekali tidak terlihat seperti bapak-bapak meski umurnya berjarak sebelas tahun dari Dara yang baru berusia delapan belas tahun masih tiga bulan lagi.

"Kayaknya Mas ini anak yang baik, kalau mau Mas tak jodohin sama anaknya Bapak nanti setelah lulusan. Itu anaknya samping neng Dara, putrinya Abah Yai Jamal."

"Ya itu dek Dara, istri Saya. Abah Yai Jamal mertua Saya."

"Mas ngaco, neng Dara masih terlalu kecil masih sekolah belum lulus. Ternyata selera Mas tinggi juga, yah gagal jadi mantu," direngk*uh pundaknya lalu ditepuk dari samping menganggap pengakuan Aris hanya lah bualan semata.

"Hah, tidak sepantas itukah Aku bersanding sama dek Dara," gumamnya dalam hati dengan bibir mulai mengerucut.

"Gus Aris kan? Menantunya abah Yai?."

Tiba-tiba datang mas-mas umurnya kelihatan di atasnya, akhirnya ada yang mengenali dirinya. Dia tidak berbohong tua-tua begini pilihan dek Dara.

Dilepas rengk*uhan sungkan tangan beliau sungkan ternyata benar menantu abah kiai Jamal.

"Maaf, Gus. Saya kira Mas bercanda. Ternyata Saya yang kurang update."

"Lo, bukannya menantunya Abah bule ya?."

"Iya, yang bule itu gus Alex menantu pertama, suaminya neng Hana. Kalau mas Aris ini suaminya neng Dara. Yang kemarin nikahannya kan Mas?."

"Oalah jadi yang kemarin menikah ternyata neng Dara, Saya kira putri Abah yang pertama. Maaf lo Mas, tadi juga Saya tidak percaya."

"Tidak papa Pak, risiko mempunyai istri belia ditambah cantik lagi," puji Aris seraya menatap tersenyum istrinya yang sedang memakan cilok yang tenggelam saus sambal.

Dara yang ditatap seperti mengangkat alis bingung. Kenapa suaminya menatap begitu, apa ada yang salah?.

Diteliti seluruh badan, apa ada yang salah? Aris yang peka sepertinya istrinya salah mengartikan tatapannya memberi pesan "cantik."

Dibuatnya salah tingkah istrinya menunduk tersenyum menahan malu, di depan teman-teman suaminya masih memuji.

***
Salsa mengajak putrinya ke toko yang tidak jauh dari rumah untuk membeli sabun cuci piring, kebetulan sabun berwarna hijau itu di rumah habis bersih. Dia tidak ambil di bawah Iya karena tidak ingin menggerecoki kafe sekalian beli camilan untuk ia dan putrinya.

Jodoh Pengganti END ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang