Chapter 1

10.8K 883 439
                                    

To every girl becomes a woman
To every girl becomes a wife and a mother
Dream as big as your heart will be filled

Jakarta, 17 Februari 2024

Marquette 'sangat' jarang ramai sebab untuk dapat memesan tempat di restoran prancis yang terletak di jalan sudirman, persis di apit gedung perkantoran dan apartemen, tertutupi tembok tinggi putih yang bagian dalamnya bagai berada di Epicure, Le Bristol itu hanya kalangan tertentu yang bisa. Pendirinya sengaja mengatur restoran demikian; bukan dari banyaknya pelanggan untuk mendapat keuntungan, tetapi dari suntikan anggota yang secara eksklusif diundang, yang rela menggelontorkan uang di sana sebagai bagian dari induk private members' club yang memiliki ragam bidang.

Erica bukan anggota aktif, tetapi keluarganya sedari dulu adalah bagian tetap dari klub. Oma dan Opa-nya, Evangeline Halim dan Johan Natadisastra adalah salah satu tokoh yang dihormati di komunitas mereka, meskipun jarang menghadiri acara yang dilangsungkan. Saat ini, Oma hanya menghadiri acara tertentu, yang Erica ikuti jejaknya sejak dini. Cicinya, Clarence, lebih jarang, hampir mustahil ikut datang. Sekarang, saudari tirinya, Hera, menjadi bagian dari mereka.

Pernah memberitahunya. "Mama selalu ingin aku ikut dengannya ke pesta-pesta. Kalau Mama sedang berpergian, aku yang akan mewakilkan."

Erica mendengarkan. "Aku tidak pernah melihat kamu dan Ci Clarence di satu pesta yang aku datangi. Hanya sesekali bertemu Oma saat beliau di Jakarta." Hera menyesap teh granberry favoritnya.

Faktanya, menghadiri pesta bukan kewajiban di keluarga Erica. Oma hanya akan memberitahu jika ada pesta amal 'benar-benar untuk amal' yang akan dilangsungkan dan menawarkan Erica untuk ikut serta. Papa, yang terkadang lama menetap di Singapura hanya akan mengedikkan bahu sambil tersenyum, sangat paham jawaban Ci Clarence.

"Sudah cukup dengan amal yang dilakukan. Orang lain tidak perlu tahu siapa dan berapa besarannya. Tuhan lebih senang hambanya berbuat baik tanpa mengglorifikasi yang berujung pada kesombongan."

Padahal, Ci Clarence sangat jarang ke gereja.

Sedari kecil, Cicinya, Clarence, adalah panutan Erica. Bagaimana Cicinya bisa sangat berani dan vokal dalam berkata-kata selalu menakjubkan di matanya. Terpaut empat tahun, Erica merasa Cicinya sangat dewasa dan tangguh. Meski umur dirinya lima tahun dan sang Cici baru beranjak sembilan. Namun, sudah banyak yang Cicinya bisa lakukan; mengikat rambutnya dan Erica, melipat pakaian, mengenakan gaun yang sulit dikenakan tanpa banyak bantuan dari pengasuh mereka, mengaduk adonan kue bersama juru masak bahkan membuat minuman. Saat mengalami siklus datang bulan pertamanya, sang Cici juga sangat tenang.

Paling menakjubkan; bisa menjatuhkan anak lelaki kurang ajar yang mengganggu dirinya di kelas. Erica mengetahui ini saat cicinya pulang dengan wajah tertekuk, sedang Mbak Yana—pengasuh cicinya, tersenyum dengan gelengan kepada pengasuh Erica.

Erica sering bertanya-tanya; apa mama yang Erica tidak pernah temui sosoknya yang mengajarkan?

Dulu, sebelum kehadiran Erica ke dunia membuat mama tiada. Erica tidak pernah menyuarakan secara gamblang rasa penasarannya. Sebab perasaan bersalah selalu ada, meski Papa dan Ci Clarence terlihat sukarela menceritakan. Erica menemukan tatapan kerindukan di mata keduanya. Dan mengetahui dirinya penyebab mama pergi dari dunia untuk menyelamatkannya, suara Erica selalu tertahan di tenggorokan, menahan keingintahuan.

Oleh karenanya, Erica senang setiap tidak sengaja menemukan apapun peninggalan mama. Mengenalnya sendiri tanpa bertanya. Hal yang paling disukainya, buku sketsa dengan sampul coklat tua yang bagian depannya tertulis kalimat;

Nouveau DépartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang