The art disappeared just in a blink of an eye.
Might be similar to a mystery to solve.
But how's it like any other puzzling mystery?
The art seems never to want to be solved.
—Jakarta, 4 Agustus 2019
"Kamu mau nggak nikah sama aku, Ca?"
Sekonyol-konyolnya hal yang pernah Erica dengar di sepanjang hidupnya, pertanyaan dari Jevan barusan jelas telah menempati peringkat terbaru. Menikah?
Dengannya?
Lelaki itu melamarnya?
Erica mengerutkan kening.
Memutuskan tidak menggubris pertanyaan lelaki yang saat ini tengah menelentangkan tubuh sambil memejamkan mata, di atas rumput hijau dengan kepala berbantalan tangan. Alih-alih bergabung bersama temannya yang manapun untuk Sunday ride—Erica sedari dulu tahu teman lelaki itu tidak pernah sesedikit barisan nyamuk dibanding semut. Jevan bisa memilih teman yang ingin diajak bersua. Tapi, di sini bersama Erica. Erica meneruskan goresan tangan di buku sketsa. Di salah satu sisi pinggir danau rumah Oma dan Opa. Seperti bentang country club, tapi adalah rumah pribadi. Sengat matahari tidak begitu terik. Dibantu pohon-pohon tinggi, terutama beringin yang sudah ada sejak berpuluh-puluh tahun lalu. Daunnya rimbun. Batang besarnya menyentuh tanah. Bersama langit biru pekat, udara terasa sejuk oleh rayuan angin.
Bukan salahnya duduk di alas kain putih sendiri. Jevan juga lebih dulu sadar diri untuk tidak menggeser lapak kecilnya dengan tubuh lelaki itu.
Mereka baru kembali dari ibadah Minggu.
"Ca?" Merasa tidak ada balasan, Jevan membuka mata. Memiringkan tubuh menghadap Erica. Lelaki itu secara iseng meletakkan daun-daun kering ke atas pangkuannya yang memakai white square neck maxi dress karya Alice + Olivia dan tengah serius. Jevan tertawa kecil kala Erica menghempas lempeng daun-daun dari pangkuan. "Cuma what if, Ca. Aku juga sama kayak kamu kok, nggak mau. Jadi jangan kepedean dulu." terangnya diiringi kekehan.
Erica masih tidak menghiraukan. Ia saat ini lebih fokus membuat goresan sebuah punggung, dari ingatan-ingatan samar tapi seolah amat terekam.
Jevan kembali ke posisi awal. Menatap langit yang masih mampu matanya lawan. Saat itu Erica menghentikkan gerak tangan pada garis yang sebentar lagi akan rampung, membuatnya nampak terputus. Alis Erica menyatu saat menoleh ke Jevan. Jevan yang ikut menoleh padanya menarik senyum.
"Po Po sama Nainai aku Ca. Fomo banget sumpah gara-gara Axel sama Hera," adu lelaki itu.
Mengganti senyum dengan rengutan jengkel seraya mengedik pada sepasang manusia yang dimaksud.
Axel dan Hera terlihat kecil dari pandangan mereka sebab keduanya berada di sisi lain hamparan luas hijau bagai bukit di sekeliling danau. Keduanya sedang bermain—Axel yang mengajak Hera golf.
Jevan menggerutu. "Si kampret itu ember banget segala koar-koar mau ngawinin Hera setelah lulus."
Alunan percakapan terdengar riuh tidak jauh dari posisi mereka. Adalah dari keluarga-keluarga yang berkerabat. Berkumpul di meja persegi panjang yang sengaja dibuat di taman, untuk kegiatan brunch dan minum teh di pagi hari Minggu usai ibadah bersama. Kali ini di kediaman Natadisastra. Opa terlihat di kepala meja sedang bicara dengan Agong—kakek dari Mama Jevan. Nainai dan Po Po pria itu nampaknya asik membicarakan ayat dengan Oma.
![](https://img.wattpad.com/cover/333545358-288-k741865.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Nouveau Départ
RomanceShe was a saint camellia before a sinful rose. She was a calm water before a burning fire. Ren Takahara bisa memiliki seluruh isi dunia di genggaman tangan, tetapi tidak dengan seorang wanita yang bersinggungan takdir secara tidak sengaja bersamanya...