I'm watching the landscape of life with an objective lens. Then, I realised that life is a complex thing. It's a wide and deep canvas. Differences in every region and race. Captivating in tranquillity transcendent colours. But, what's complex? When some of us have a polished life?
Wandering when time is still clocking,
And stop for everything the heritage will.
—London, 21-22 Maret 2019
Asian art in London adalah acara tahunan yang diselenggarakan untuk menikmati karya-karya seniman Asia. Mengundang ketertarikan para kolektor seni dan menjadi wadah komunitas orang kaya lama Asia yang utamanya berada di London.
Landscape of Four Seasons milik Sesshu Toyo sebagai salah satu mahakarya yang dihormati dalam sejarah seni Jepang juga turut dihadirkan di sana. Sebuah karya dari Japan's Muromachi Period, di awal tahun 16-an. Bukan hanya merepresentasikan visual alam semata, Landscape of Four Seasons memiliki makna lebih dari itu. Musim semi, panas, gugur, dan dingin silih berganti. Menggambarkan filosofi Zen Buddhism akan hubungan mendalam antara umat manusia dan alam. Wabi-sabi, menemukan keindahan dari kesederhanan dan ketidaksempurnaan. Sebuah mahakarya akan eksplorasi mendalam tentang ketidakkekalan hidup.
Ren Takahara menyempatkan diri memenuhi undangan menikmati pameran seni asia yang sesungguhnya ia sukai—jika tak ada distraksi dan interupsi. Ada banyak mahakarya maestro asia yang ia nikmati. Karya-karya klasik yang dianggap sebagai warisan budaya. Sudah menjadi kebiasaan di keluarganya untuk menghormati seni dan tradisi.
"Its harmonies every colour that depicts the cycle of life; birth, growth, decay, and death..." gumam Ren dalam hati saat memaknai lukisan Sesshu Toyo itu.
Senyum runut tersemat di ujung bibirnya diiringi anggukan tipis kasat yang bagai menunjukkan penghormatan atas tiap-tiap goresan elok. Menjadi satu-satunya pengamat yang berdiri di posisi tersebut, Ren menyukai kesunyiannya. Menampik percakapan bijaksana tidak jauh dari tempatnya.
Ren sempatkan melihat selebaran katalog yang ia dapat di awal sambutan ia datang ke pameran. Menghargai pemberian dan effort rangkuman dari rangkaian seni yang dipamerkan. Ren menolak sopan untuk ditemani berkeliling. Ren suka sendiri.
Seperti ini.
Senyumnya lebih mengembang saat mendapati mahakarya Spring Excursion seniman Zhang Ziqian di sana. Langkahnya yang dialas leather shoes tertata, tegak oleh one and a half breasted suits kasmir putih tulang disanding leisure fit trousers Saville Row-nya yang tersematkan pocket square slate blue. Tidak cukup jauh dari Landscape of Four Seasons, seolah Jepang dan Tiongkok bersandingan setelah perselisihan. Ren mengagumi keindahan.
The timeless beauty from Tiongkok.
Di momen tersebut, Ren menyukai kesunyiannya kembali untuk mengagumi mahakarya dari Dinasti Sui yang diketahui sebelum masehi. Sama seperti Landscape of Four Seasons, Spring Excursion juga menggambarkan harmonisasi antara manusia dan alam. Sebuah filosofi tiongkok akan daoist dan konfusianisme untuk mencari ketenangan; siklus kehidupan. Awal kehidupan yang diharapkan baik.
"Spring Excursion..."
"Happy birthday, Eca."
Ren tersenyum tipis oleh bisikan lembut seorang pria yang tidak sengaja tertangkap tidak jauh di belakangnya. Mungkin sebuah ucapan untuk sang kekasih, bisa jadi untuk anggota keluarga. Spring Excursion ditunjukkan saat hari lahir, sebenar-benarnya adalah hadiah; pengharapan anugrah.
![](https://img.wattpad.com/cover/333545358-288-k741865.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Nouveau Départ
RomantizmShe was a saint camellia before a sinful rose. She was a calm water before a burning fire. Ren Takahara bisa memiliki seluruh isi dunia di genggaman tangan, tetapi tidak dengan seorang wanita yang bersinggungan takdir secara tidak sengaja bersamanya...