There's a saying in The Perks of Being a Wallflower... we accept the love we think we deserve
If you love yourself with so much self-perception and dignity, you will settle with someone who respects and values you genuinely
... never for less
—"Apa saya boleh bergabung?"
Manis sekali suara dan pembawaan wanita Jepang itu saat meminta izin. Hanya dengan menatap Ren seolah-olah pria itu pembuat keputusan di sini.
"Silahkan." Jerryan lebih dulu membalasnya sopan.
Wanita Jepang itu menatap Jerryan sekilas seraya menampakkan senyum runut, mengangguk kecil sopan, akhirnya sadar ada eksistensi orang lain.
Namun wanita itu belum selesai, kembali menatap lurus Ren, tetap menunggu persetujuannya. Erica sedikit menyipitkan mata kala suaminya akhirnya berkata."Tentu." Lalu berinisiatif mengambilkan bangku untuk wanita itu duduk di samping meja, antara Erica dan pria itu yang berhadap-hadapan.
"Terima kasih." kata wanita itu penuh kelembutan.
Ren hanya mengangguk tipis sebagai responnya, dalam gerak pasti pria itu yang kembali duduk.
Suaminya hanya terlalu baik untuk tetap diam.
"Anda mau pesan?" tanya Jerryan beramahtamah. Mungkin mengira wanita itu tak memiliki referensi makanan chinese, lantas menyarankan. "Xiao long bao di sini seperti asli Shanghai. Anda harus coba."
"Oh, boleh. Terima kasih."
Wanita itu saat ini mengatur barang bawaan; tas tangan, ada paper bag ukuran sedang saat Jerryan memesankan xiao long bao lagi pada Yang Kong.
"Satu mangkuk lagi, Paman."
"Satu lagi?" Yang Kong melongok dari balik counter. "Ketagihan, eh? Oh..." responnya. "Kalian bawa teman lain? Okay lah, satu mangkuk lagi siap."
Erica belum memakan xiao long bao-nya karena gerakannya tadi terpotong kehadiran tiba-tiba wanita kenalan suaminya, dan sekarang Erica masih mengarahkan pandangan pada suaminya yang kali ini nampak tengah berbalas pesan. Lalu saat pria itu mengangkat kepala kemudian, Erica tahu yang dirinya lakukan dengan menautkan mata mereka.
Tidak ada percakapan lisan.
Di antara riuh alat makan beradu dengan masakan gurih, dan percakapan. Di antara keliling pihak yang turut serta di meja mereka dengan kesibukan yang tengah dilakukan. Tatapan tidak gentar Erica tepat pada suaminya yang membalas penuh ketenangan.
Pria itu yang pertama kali memutus kontes menatap mereka dengan melirik mangkuk xiao long bao-nya.
Masih tidak ada pertukaran suara.
Erica tidak bergeming kala suaminya bangkit dalam gerak luwes yang membuat orang lain mengangkat kepala, mengikuti pergerakannya yang memutari meja, sampai di belakang tubuhnya. Erica tidak menahan napas. Tapi sudah seharusnya punggung lurus Erica menegang, tetapi tidak. Atau setidaknya Erica redam. Erica merasakan tatapan wanita Jepang kenalan keluarga suaminya akhirnya diarahkan padanya yang tidak menoleh sedikitpun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nouveau Départ
RomanceShe was a saint camellia before a sinful rose. She was a calm water before a burning fire. Ren Takahara bisa memiliki seluruh isi dunia di genggaman tangan, tetapi tidak dengan seorang wanita yang bersinggungan takdir secara tidak sengaja bersamanya...