When life starts to get puzzled
Take time to wander
Take time to rest a little
—Marrakesh, 20 Februari 2024
Tubuh telentang di atas jalinan sutra putih penuh kelembutan, tanpa kain penutup di bagian atas tubuh yang bidang. Ren merenggangkan tangan pelan. Mengetahui ada sosok lain, terbaring lelap, semoga juga nyaman, di sebelahnya. Membuka mata untuk mendapati kilau terang berbeda dari gorden yang tersapukan angin, sekiranya pukul hampir tiga siang. Cahaya matahari membelok pada pilar-pilar keemasan rumit antara pengaruh arsitektur Arab-Berber dan Andalusia. Pada Imperial City di kaki Pegunungan Atlas, Marrakesh adalah hidden city yang menyimpan banyak keajaiban; seni, budaya, keindahan. Bagian dari Morocco, di utara Afrika. Antara mediterania dan laut merah. Langit biru cerah terus terekam di luar. Bayang-bayang gurun tandus yang lapang menyilaukan. Debu-debu terhempas. Pohon palem tinggi berjajar. Bangunan-bangunan dari tanah liat dan batu merah berdiri megah. Wangi orange blossom sebagai khas di sana.
Beradukan mawar yang ia kenal. Tangan kiri Ren yang menjadi bantalan, menarik lembut sosok di atasnya untuk merapat. Ren menyampingkan tubuh. Senyum lembut begitu saja terulas kala melihat wajah cantik istrinya yang tak terganggu oleh alunan merdu surah-surah dari masjid terdekat. Ren membenarkan selimut yang menghalau tubuh Erica yang terbalut silk gown putih tipis dari terlihat. Dirinya mengambil waktu sesaat untuk memandangi keindahan antara kamar utama yang ditempatinya saat ini. Shams Palace, bangunanya bagai berada di cerita Arabian Night, pun istana Putri Yasmin dalam Aladdin. Di bangun pada akhir abad 18 oleh Sultan Abdullah. Tidak kalah indah, pemandangan istrinya yang memiliki kulit lembut, seberkilau mutiara. Rambutnya yang sehalus sutra menyebar di bantalan tangan. Sangat memukau. Bahkan saat matanya terpejam.
Ren tidak ingin mengusik tidur wanitanya dari perjalanan jauh mereka. Namun, tangannya tidak bisa menahan untuk dibawa mengabsen keindahan setiap inci wajah manusia di hadapannya; dari mata, ke bibir, ke hidung, dan pipi. Sesungguhnya, Ren selalu menyukai pemandangan wajah polos Erica di pagi hari, menyambutnya seperti ini. Seharusnya sudah menjadi rutinitas dan kebiasaan. Dan sangat sulit untuk dihilangkan. Sebabnya, tidur sempat sulit dilakukan Ren ketika Erica tidak ada di sisinya.
Rasanya hampa.
Rasanya tidak ada silau cahaya.
Sekarang, seperti di St. Jean, Ren kembali ingin serakah. Mensyukuri Erica ada di dekapannya.
Lalu, ketika dua pasang mata perlahan dibuka, menampakkan coklat terang berkilau di baliknya.
Ren menarik senyum kian lebar. Tatapannya teduh dan dalam, sudah pasti terpukau. Memajukan wajah pelan-pelan, untuk menyentuh seperti buaian angin, bibir lembab kemerahan istrinya. Menggumam dengan suaranya yang berat dan serak, halus, atas pemujaan yang tidak akan lelah dirinya lakukan.
"Rise and shine for the glory of our breathtaking Moroccan's Hime." Raut bangun tidur Erica yang heran, sekejap mengundang tawa merdu Ren.
Sengaja sekali secara gemas menarik tubuh ramping Erica merapat ke dekapan kokohnya. Di saat Erica masih setengah sadar.
Ingatkan hal-hal yang terjadi sebelum sekarang.
Sembilan Belas Jam Sebelum Pelarian
"Saya ingin minta izin, Oma."
![](https://img.wattpad.com/cover/333545358-288-k741865.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Nouveau Départ
RomanceShe was a saint camellia before a sinful rose. She was a calm water before a burning fire. Ren Takahara bisa memiliki seluruh isi dunia di genggaman tangan, tetapi tidak dengan seorang wanita yang bersinggungan takdir secara tidak sengaja bersamanya...