At this moment, I am blooming.
—French Riviera, 14 Agustus 2019
Buku-buku jari tangan kanannya terlapisi kake—sarung tangan kulit warna putih—saat menguatkan genggaman pada yumi—sebuah alat panahan menyerupai archery, tetapi lebih besar dan dari kayu—dengan form sempurna, menyatukan fokus; physical dan spiritual agar ya—anak panah kayu bersepihan bulu setidaknya bisa terarah ke titik semestinya. Ren hanya menghela napas lega yang tak akan disadari orang lain kala panahnya bukan hanya melambung lurus, tapi juga mengenai target.
Sikap sangat penting dalam seni tradisional panahan kyūdō yang terkenal terutama sejak Heian Period di antara para bangsawan. Memperhitungkan presisi dan ke-eleganan postur tubuh untuk mencapai sebuah ketenangan dari dalam, Zen, dan kestabilan.
"Luar biasa." Komentar menyanjung terselubungi cibiran tersebut sudah pasti dari temannya, Genta.
"Bagus sekali permainan Oniisan." sambung adik sepupunya, Mayu Ishii yang duduk di antara para ibu; okaasan-nya Aoi Ishikawa dan sang adik, Nanami Ishikawa.
Obasan-nya, Nanami Ishikawa ikut berkomentar dengan alunan suara lembut nan sopan. "Permainan kyūdō yang sempurna adalah hasil ketekunan."
Ren menurunkan alat panahan berukuran besar tersebut dari masih dalam posisi semula sebelum beralih ke awal untuk sesaat melemparkan atensi tajamnya jauh pada target yang baru ia kenai.
Tubuhnya yang memakai attire khusus kyūdō terlihat begitu gagah dan agung bagai dianugerahi. Sebuah gi; atasan menyerupai kimono warna putih dengan obi; sebuah ikat pinggang lebar dari kain yang menahan gi dan hakama; adalah pleated wide-legged trouser yang panjangnya sampai mata kaki dan berwarna biru gelap dibantu oleh Himo agar hakama terpasang sesuai yang diperkenankan. Berdiri di atas alasan zori; sendal tradisional jepang dari kayu dan terbalut tabi; kaos kaki warna putih.
"Panah wakasama—tuan muda dalam kebangsawanan Jepang—tidak pernah salah melesat sejak Anda tujuh tahun," kata Koji Yoshida seraya menurunkan kepala hormat. Ren mengulas senyum tipis. Membalik tubuh, pertama-tama ia membungkuk tipis sopan pada Otousan dan tamunya yang turut hadir di arena dalam setelan sama. Keduanya turut melesatkan panah dan saat ini beristirahat sambil menyaksikan permainannya.
Keduanya memberi anggukan singkat. Sesaat sang tamu, perdana menteri Jepang yang baru, Kengo Karasawa memberi pujian dengan senyum ramah dan nada melucu yang tetap formal. "Kemapuan kyūdō tuan muda Takahara sudah setara dengan para atlet. " Ren mengulas senyum terima kasih.
Berganti memberi hormat pada para wanita.
"Guru sangat berjasa pada permainan kyūdō saya," ungkap Ren sopan atas pelatihnya. Kini usia Ren sudah tujuh belas tahun. Dan melakukan seni panahan ini di rumah keluarga di Kyoto karena sekolah tengah berlangsung libur musim panas.
Ren mengalihkan pandangan, bertemu mata dengan Genta yang berdiri di sisi Koji memakai setelan sama dengannya dan memasang ekspresi lebih luwes dari Koji yang sangat menghindari pertemuan mata.
Sekali lagi Koji Yoshida membungkuk, meski tipis, atas perkataan Ren. Genta kalau tidak ada pria kepercayaan keluarganya itu mungkin sudah mengeluarkan guyonan atas mulut manisnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nouveau Départ
RomanceShe was a saint camellia before a sinful rose. She was a calm water before a burning fire. Ren Takahara bisa memiliki seluruh isi dunia di genggaman tangan, tetapi tidak dengan seorang wanita yang bersinggungan takdir secara tidak sengaja bersamanya...