There's a question in No Longer Human by Osamu Dazai... what is society but an individual? And what is the individual but millions of society?
—Jakarta, 3 Agustus 2019
"Welcome to Jakarta, Indonesia, Mr. Takahara."
Saat badan pesawat terekam pada rute maps di layar pipih tablet telah memasuki wilayah udara Indonesia. John Morris selaku pilot yang membawa Bombardier G7500 mengumumkan sambutan melalui interkom atau sistem pengumuman pesawat. Bombardier seri global dikenal sebagai private jet tercepat yang dikhususkan untuk perjalanan bisnis dan digunakan kali ini agar waktu dari Tokyo ke Jakarta lebih cepat dari seharusnya.
Ren mengangkat gelasnya yang tersisa sedikit cairan. Menyanjung penerbangan mulus. Hanya turbulance ringan yang hampir tak terasa apapun.
"Do you need anything else, Sir?" tanya salah satu awak kabin wanita yang mendatanginya. Tersenyum runut mengecek keadaan sebelum pesawat landing.
"I'm alright, thank you." Ren balas tersenyum terima kasih. Dan sebelum awak kabin tersebut membantunya membenarkan seat, Ren lebih dulu memberi isyarat tidak perlu tanpa membuatnya tersinggung. Ren membenarkan seat-nya sendiri.
Masih mengenakan kacamata baca. Ren menutup dan menyimpan bacaannya kesekian kali, No Longer Human karya Osamu Dazai. Bagian terhenti pada pertanyaan; what is society but an individual? And what is the individual but millions of society?
Ren tersenyum dengan anggukan tipis sopan.
Awak kabin yang tidak sedikitpun menyurutkan garis bibir itu berlalu seraya mengambil gelas wiski kosong yang sebelumnya digunakan olehnya.
Lantas, setibanya di bandar udara Soekarno-Hatta, yang Ren ketahui sejarah pembangunannya dari membaca, sebab pengetahuan akan sejarah dan budaya selalu menarik bagi anggota dari keluarga sepertinya. Segelintir petugas imigrasi pria dengan seragam biru pas badan terlihat. Ia juga langsung disambut oleh Koji Yoshida yang tidak pernah absen dari sikap kaku atas jas hitam dan pembawaannya.
Tatapan pria itu senantiasa serius dan bungkukannya tidak pernah tidak dalam. Membalasnya atas kesopanan, Ren tersenyum kala ia dan sosok orang kepercayaan keluarganya yang sudah ia kenal sejak lahir saling berhadapan.
"Bagaimana penerbangan Anda, Tuan?" tanya Koji-san menggunakan bahasa jepang.
"Selalu nyaman dengan pilot dan co-pilot, beserta awak kabin yang dipercaya oleh keluarga." Ren menyentuh bagian dada one and a half breasted suits hitamnya yang tersemat pocket square white.
Adalah bentuk sanjungan di saat ia juga membalas sambutan para petugas dan pihak dari kementerian.
"Selamat datang kembali di Indonesia, Mr. Takahara. Saya mewakilkan menteri luar negeri yang sedang bertugas di Brisbane, menyambut Anda." kata wanita usia sekitar empat puluh dengan rambut di atas bahu, berkacamata, yang memakai blouse batik ditemani pria tinggi bersetelan serupa, dalam bahasa inggris menyambutnya.
"Thank you." balas Ren ramah dan diplomatis.
Beruntung, sapaan tidak dilakukan lama. Hanya sepatah dua patah kata ramah tamah. Diiringi senyum tidak terputus, Ren meneruskan langkah panjang nan pasti ke arah toyota century yang sudah siap sedia menunggunya tiba. Seorang pelayan pria yang datang bersama Ren di pesawat yang sama, menggantikan Genta yang baru menyusul nanti, mengikuti mereka. Membukakan pintu untuknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nouveau Départ
RomanceShe was a saint camellia before a sinful rose. She was a calm water before a burning fire. Ren Takahara bisa memiliki seluruh isi dunia di genggaman tangan, tetapi tidak dengan seorang wanita yang bersinggungan takdir secara tidak sengaja bersamanya...