Chapter 4

7.7K 851 513
                                    

Relationship is not about the winner or the loser
But about understand and listen to each other

"He's in Jakarta?"

Erica sedang memasang anting bermutiara kecil yang tidak terlihat mencolok, tapi akan menarik perhatian kolektor perhiasan yang paham dan menghargai arti perhiasan seperti ini jika tahu anting ini adalah salah satu set peninggalan Dinasti Zhou. Samar-samar mutiaranya akan memancarkan sinar, setiap pemakainya berjalan di bawah terang.

Di hadapan cermin meja rias walk-in closet-nya, Erica sudah dalam balutan blouse lengan panjang putih dengan tiga kancing terbuka, dimasukan pada flare jeans yang menyentuh sampai atas pinggang. Menunjukkan pinggul tinggi dan membungkus kakinya yang jenjang.

Cicinya, Clarence, tengah mengomel di telepon sekarang. "Peak season membuatku tidak bisa menggeser tubuh dari depan laptop. Aku bahkan menelepon mu sambil memikirkan bagaimana bisa revenue recognition klien ku sangat ngaco. Dan ini weekend."

Erica sedang menyemprotkan wewangian ke tubuh ketika komentar Ci Clarence berganti. "Seriously, Eca? Why do you always listen to Gene Kelly? First, he likes young women. Do you know who resembles him the best? Yes, you know. Second, you're a way of Audrey Hepburn. You need to change all your playlists. I say it multiple times already."

"Cici likes Elvis Presley, and knowing him with Priscilla?" balas Erica. A Very Precious Love mengudara. Adalah yang bikin Clarence kesal.

"I left him when I was ten. Setidaknya aku bisa sadar, lil sis." sanggah Clarence. "Kalau begini aku jadi curiga kamu memang menyukai pria matang." sindiran Clarence tidak sungguh-sungguh. Sudah menjadi lelucon di antara mereka sejak lama, yang terkadang Clarence ungkit. "Ren yang melihat kamu lebih dulu, atau kamu yang melihatnya lebih dulu di pesta waktu itu?" Erica tidak pernah menjawabnya.

"Padahal, pria itu terlihat seperti manusia waras. Tapi, aku semakin mempertanyakan kewarasannya dari hari ke hari. Mengingat perceraian kalian sebentar lagi dan seharusnya pria itu tinggal bersantai." Erica sudah seharusnya tidak lagi terserap dalam lamunan saat mendengarnya. Di seberang, Ci Clarence berganti menggerutu terkait pekerjaan. "Kalau bukan karena cinta, aku akan mengutuk Naresh habis-habisan karena selalu membuatku berhadapan dengan klien bermasalah."

"Mungkin sudah waktunya aku berhenti dari perkerjaan no life ini," Erica mengingat-ingat pertama kali Ci Clarence bekerja tahun 2017 langsung menggeluti yang kata Cicinya pekerjaan siap tifusAudit. Awalnya, Ci Clarence ditempatkan dalam tim pria bernama Naresh. Erica sudah dengar Ci Clarence berkata ingin berhenti sejak hari pertamanya hingga saat ini, sudah tujuh tahun. Erica sangat tahu Ci Clarence mencintai pekerjaannya. Dan namanya sudah tidak asing lagi. Mantan perusahaan-perusahaan kliennya, bahkan yang baru ingin diletakkan resume-nya sudah pasti mengantre. Tunggu sampai Papa mereka yang baik hati ingin Ci Clarence akhirnya bergabung dengan perusahaan keluarga. "You're still there, Ca?" tanya Ci Clarence, kembali pada sambungan telepon.

Erica mengiyakan.

"Aku sangat ingin menemuimu di Jakarta, tapi aku tetap harus di Palembang sekarang. Setidaknya sampai aku selesai menenangkan klien yang takut diinterogasi Ditjen Pajak." terang Ci Clarence. "Secepatnya aku akan menyuruh calon mantan suamimu pergi. Tapi, aku harap saat aku ke rumahmu dia sudah tidak ada. Dia tidak bilang dalam rangka apa ke Jakarta? Sampai berapa lama?"

Nouveau DépartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang