Suasana rumah Jagad yang biasa sepi, kini dipadati oleh banyak pelayat. Mulai dari keluarga, tetangga, dan rekan kerja. Baik rekan kerja Ayah Jagad dulu semasa kerja, ataupun rekan kerja Jagad dari kantor JaDi. Semua datang memberi ucapan belasungkawa untuk Jagad. Banyak karangan bunga berjejer di sepanjang jalan menuju rumah Jagad. Karena dulu relasi Ayah Jagad cukup luas, karangan bunga juga datang dari berbagai kalangan.
Sudah ada kursi-kursi yang ditata rapi di depan rumah. Untuk di dalam rumah sudah ada karpet lebar yang digelar. Karena rumah Jagad minim perabotan, jadi untuk memasang karpet tidak perlu mengeluarkan perabotan apapun dari dalam rumah.
Raya baru ini bertemu dengan keluarga Jagad. Ada Tante, Om, Budhe, Pakdhe dan beberapa sepupu Jagad. Selama di rumah Jagad, ia tidak hanya diam. Ia mondar-mandi ke sana kemari untuk membawa minum air mineral atau jajanan untuk para tamu yang datang. Sebisa mungkin ia membantu orang-orang di sana. Seringkali Raya memperhatikan Jagad yang tampak tabah menghadapi ini semua. Semenjak pulang dari pemakaman, Jagad tidak terlihat menangis sama sekali. Yang Raya tahu dari Gandi, Jagad sempat menangis sebentar saat di rumah sakit.
Raya jadi khawatir karena setiap melihat Jagad, laki-laki itu tidak menunjukkan rasa sedih sedikitpun. Karena banyaknya tamu yang datang, Jagad berusaha terlihat sekuat mungkin, berusaha menyimpan rasa sedihnya. Raya sebenarnya kasihan dengan Jagad karena menjelang sore, wajah laki-laki itu sudah terlihat pucat.
Raya mencekal lengan Jagad saat berpapasan dengannya. "Mas Jagad belum makan kan, ya?" tanyanya tidak bisa menutupi wajah khawatirnya.
Jagad berusaha menyunggingkan senyumnya. "Habis ini aku makan kok."
"Makan dulu, Mas. Aku nggak mau Mas Jagad sakit," ucap Raya lembut.
Jagad menggenggam tangan kiri Raya. "Aku beneran nggak papa. Habis ini aku makan kok," ucapnya meyakinkan.
Raya menghela napas keras. Meski tidak percaya akan kebenaran ucapan Jagad, tapi ia memilih untuk tidak memaksa laki-laki itu.
Jagad mengusap punggung tangan Raya yang ada di genggamannya sekilas. "Aku ke depan dulu ya. Kamu jangan lupa makan," ucapnya sebelum mendekatkan wajahnya, mencium kening Raya sekilas.
Raya kembali melihat Jagad berjalan ke depan untuk menyambut tamu yang baru datang. Tatapan matanya tidak lepas sedikitpun dari Jagad yang berusaha menampilkan senyum di kala mengobrol dengan tamu-tamu yang lain. Entah sudah berapa kali Jagad mengulang cerita yang sama soal kematian Ayahnya setiap tamu bertanya.
Setelah acara pengajian di malam hari selesai, Ibu, Bapak dan Raya memutuskan pulang ke rumah. Gandi dan Rafli memutuskan untuk tetap tinggal, menemani Jagad.
Jam sudah menunjukkan pukul sembilan, Raya mengemudikan mobil Gandi dengan hati-hati. Di sebelahnya ada Bapak yang tatapannya selalu waspada memperhatikan jalan. Beberapa kali Bapak menyuruhnya untuk menjaga jarak aman dengan mobil yang ada di depan. Padahal jarak mobil yang dikemudikan Raya dengan jarak mobil yang ada di depan cukup jauh, tapi Bapak masih saja khawatir.
Sampai di rumah Raya langsung bersih-bersih badan. Begitu tubuhnya yang sudah segar menyentuh kasur, ia tidak bisa langsung tidur karena masih kepikiran Jagad. Akhirnya ia memutuskan untuk mengirim pesan pada Jagad menanyakan kondisi pacarnya itu.
Raya: Mas udah makan?
Jagad: Sudah, tadi makan bareng Gandi sama Rafli
Raya: Sekarang lagi apa?
Raya: Jangan capek-capek ya, Mas
Raya: Mending istirahat aja
Raya: Aku nggak mau Mas Jagad sakit :(Pesan Raya tidak kunjung dijawab. Ia berpikir Jagad mungkin sedang istirahat. Baru saja ia hendak meletakkan ponselnya di atas nakas, ada panggilan video masuk dari Jagad.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jagad Raya [Completed]
ChickLitJagad jatuh cinta pada Raya, Adik temannya yang manja, cerewet, berisik, tapi cantik luar biasa. Selama ini ia tidak bisa menunjukkan rasa sukanya dengan cara yang benar. Raya tidak terlalu suka dengan Jagad, teman Kakaknya yang sering main ke rumah...