Jagad menyesali keputusannya untuk bertemu dengan Bundanya hari ini. Dengan ditemani Raya, Jagad bertemu Bundanya di salah satu restoran di tengah kota Malang. Entah sudah berapa lama Jagad duduk dan mendengarkan Bundanya mengoceh hal-hal yang menurutnya tidak penting. Untung saja Raya duduk terpisah dari nereka. Tanpa basa-basi menanyakan kabar, Bundanya langsung mengatakan maksud dan tujuan ingin bertemu dengannya. Dan hal itu tidak lain dan tidak bukan soal uang. Telinganya langsung panas saat tahu tujuan bertemu kali ini adalah uang.
Susah payah Jagad mencoba bertahan, tapi ia akhirnya menyerah. "Kalo nggak ada yang dibicarain lagi, aku harus lanjut kerja," ucap Jagad yang mulai muak.
"Coba dipikir baik-baik permintaan Bunda. Seharusnya itu bukan sesuatu yang susah buat kamu lakuin."
"Sebutkan nominal yang masuk akal. Kalo aku sanggup, nanti aku akan transfer," ucap Jagad tegas.
Bunda Jagad mengeluarkan ponselnya dari dalam tas. "Mau Bunda kasih tau sekarang nomor rekeningnya?" tanyanya tak sabaran.
"Nggak perlu. Bunda bisa kasih tau ke Tante Ani. Kita komunikasi lewat Tante Ani aja." Setelah mengatakan itu, Jagad berdiri dari kursi yang didudukinya dan berjalan menghampiri Raya yang duduk selisih empat meja dengannya.
"Sudah?" Raya mengangkat pandangannya seiring melihat Jagad menghampirinya.
Jagad mengangguk, kemudian menggeleng. Raya yang kebingungan dengan respon Jagad, tanpa sadar mengarahkan tatapannya ke wanita yang tadi duduk bersama Jagad. Wanita itu adalah Bundanya Jagad yang tiba-tiba muncul di kehidupan Jagad.
"Jangan dilihatin," tegur Jagad pelan. Kini ia sudah duduk di hadapan Raya agar perempuan itu tidak perlu menatap ke Bundanya.
"Kenapa Bundanya Mas Jagad ngajak ketemuan?"
Jagad menarik napas dalam. "Setelah sekian lama nggak ketemu sama anaknya, Bunda ternyata mau pinjam uang sama aku."
Raya menegakkan duduknya. Sepertinya ia bisa nebak apa yang tadi diobrolkan mereka berdua.
"Semua yang diomongin tentang uang. Kalo bukan karena uang, mungkin Bunda nggak akan ngajak ketemu," ucap Jagad dengan raut wajah marah. "Dan yang paling bikin aku kesal, Bunda ngungkit soal rumah peninggalan Ayah. Padahal Ayah baru aja meninggal, bisa-bisanya Bunda biarain hal itu."
"Hmmm ... mungkin Bundanya Mas Jagad lagi benar-benar butuh uang, makanya beraniin diri buat pinjam ke Mas Jagad," ucap Raya berusaha menenangkan. Lalu tiba-tiba ia menoleh saat Bunda Jagad berjalan melewati mejanya. Kalau Raya sempat menoleh, berbeda dengan Jagad yang lebih memilih membuang muka ke arah lain.
Jagad menghembuskan napas keras. "Udah nggak usah dibahas lagi."
Raya mengangguk singkat. "Mas mau makan atau langsung pulang?"
Jagad melihat piring dan gelas kosong di depan Raya. "Kamu udah sempat pesan makan?"
Raya mengangguk. "Aku lapar banget. Aku kira Mas Jagad ngobrolnya cuma sebentar."
"Maaf ya, harusnya tadi aku pesanin kamu makan dulu."
"Nggak papa kok," sahut Raya menenangkan. "Begitu lapar, aku langsung pesan makan. Mas Jagad nggak usah khawatir," lanjutnya.
"Kalo gitu kita langsung pulang aja. Aku udah nggak mood buat makan." Jagad berdiri dari kursinya. Ia mengambil alih tas tangan Raya untuk dibawa. Sementara tangan kanannya membawa tas, tangan kirinya menggandeng tangan Raya keluar dari restoran.
***
Bunda Jagad berdeham keras, melancarkan tenggorokannya. "Jadi, tujuan Bunda ketemu sama aku karena mau pinjam uang. Beberapa tahun terakhir, Bunda ada beberapa pinjaman."
KAMU SEDANG MEMBACA
Jagad Raya [Completed]
ChickLitJagad jatuh cinta pada Raya, Adik temannya yang manja, cerewet, berisik, tapi cantik luar biasa. Selama ini ia tidak bisa menunjukkan rasa sukanya dengan cara yang benar. Raya tidak terlalu suka dengan Jagad, teman Kakaknya yang sering main ke rumah...