Satu minggu berlalu begitu cepat. Selesai mengurus semua hal yang berkaitan dengan kepergian Ayahnya, kini Jagad kembali pulang ke rumah Ibu dan Bapak. Rumahnya sendiri untuk sementara ini ia biarkan kosong. Pernah terlintas untuk menjual rumah itu, tapi ia masih merasa berat.
Bagi Jagad, rumah itu memiliki sejuta kenangan yang sulit untuk dilupakan. Ia merasakan kebahagiaan sekaligus kesedihan selama tinggal di rumah itu. Kenangan saat orang tuanya masih bersama, masih teringat jelas di ingatannya. Setiap sudut rumah mempunya cerita tersendiri yang bisa dikenanh. Kadang kenangan itu membuat Jagad merasa senang dan sedih secara bersamaan. Ia rindu merasakan kehangatan di rumahnya sendiri.
Setelah berpikir cukup lama, akhirnya Jagad membiarkan rumah itu kosong. Rumah sebesar itu tidak mungkin ia tempati seorang diri. Saat bercerita pada Ibu soal pemikirannya untuk membiarkan rumahnya kosong, Ibu malah menyarankan untuk menyewakan rumah itu.
"Sayang banget kalo rumahnya dibiarin kosong. Takutnya nanti malah rusak. Kalo udah sampai rusak, pasti keluar uang yang banyak buat benerin. Kalo emang kamu nggak mau tinggal di sana, bisa disewakan aja. Kamu dapat uang, rumah juga ada orang yang nempati."
Mendangar saran dari Ibu, Jagad langsung memasang iklan untuk menyewakan rumahnya. Karena belum siap melepas rumah masa kecilnya, pilihan terbaik memang dengan menyewakan rumah itu.
Hari ini setelah Jagad mengantar Raya ke kantor, ia tidak ikut turun. Karena ada sesuatu yang harus ia urus. Beberapa hari yang lalu Pak Sando, pengacara Ayahnya tiba-tiba menghubunginya, dan meminta untuk bertemu. Ia sendiri belum tahu apa yang akan dibicarakan pengacara itu padanya. Awalnya ia kira semua masalah sudah selesai, tapi ternyata masih saja ada yang harus ia lakukan.
Setelah melihat Raya berjalan masuk ke dalam, Jagad menjalankan mobilnya lagi, menjemput Tantenya sebelum mereka bersama-sama bertemu pengacara.
Saat bertemu pengacara, Jagad cukup kaget mendengar beberapa peninggalan almarhum Ayahnya yang diwariskan padanya. Saat bertanya pada Tante Ani soal kebenaran perkataan Pak Sando, Tante Ani langsung membenarkan semuanya.
Pulang dari kantor pengacara, Jagad kembali lagi ke kantor. Hari ini tidak banyak pekerjaan yang harus ia selesaikan. Ia duduk memutar-mutar kursinya sambil memikirkan kembali aset-aset yang tadi disebutkan Pak Sando.
Jagad sadar kalau sebelum sakit, Ayahnya orang yang cukup sukses dalam pekerjaannya. Gaji yang didapat juga pasti besar. Meski begitu, Jagad ingat kalau Ayahnya tidak pernah hidup hedon. Dari kecil hidup Jagad selalu merasa cukup tanpa barang-barang mewah. Ternyata kesederhanaan yang ditanamkan almarhum Ayahnya sejak ia kecil, membuat Ayahnya bisa menyisikan gaji untuk diinvestasikan. Mendengar dari Pak Sando, alasan Ayahnya gemar investasi adalah untuk masa depan keluarga. Almarhum Ayahnya tidak ingin istri dan anaknya hidup susah di masa depan.
Tidak heran kalau dulu Jagad masih bisa melanjutkan hidupnya meski almarhum Ayahnya harus dirawat di rumah sakit. Itu semua berkat investasi-investasi yang dilakukan sejak dulu. Menurut Tante Ani, investasi paling besar adalah di bidang properti dan saham.
Karena hanyut dalam pikirannya sendiri, Jagad sampai tidak menyadari Raya masuk ke ruangannya. Perempuan itu sudah berdiri di depan mejanya dan memperhatikannya yang sedang melamun.
"Kamu sejak kapan berdiri di situ?" tanya Jagad begitu sadar dari lamunannya.
"Baru tiga menit yang lalu."
Jagad menggerakkan telunjuknya, menyuruh Raya mendekat. "Nanti malam kita jalan-jalan, yuk!" ajaknya tiba-tiba.
Raya sontak semangat mendengar ajakan Jagad. "Kemana?"
"Nggak tau. Keliling aja cari makanan yang kamu suka."
Raya mengangguk kuat. "Boleh. Lagian Ibu udah nggak pernah masak, jadi kita beli makan di luar aja."
KAMU SEDANG MEMBACA
Jagad Raya [Completed]
ChickLitJagad jatuh cinta pada Raya, Adik temannya yang manja, cerewet, berisik, tapi cantik luar biasa. Selama ini ia tidak bisa menunjukkan rasa sukanya dengan cara yang benar. Raya tidak terlalu suka dengan Jagad, teman Kakaknya yang sering main ke rumah...