Halo kawan
Part 4 hadir, semoga selesai sampai akhir, AAMIIN. Semoga suka, selamat membaca♥️✨📿📿📿
Untuk dua hari ini, Hanum tampak tenang dan tidak migrain ketika mengajar. Sesuai kesepakatan, Ali beserta orang-orang yang terlibat tawuran saat itu terkena skors selama tiga hari. Keadaan kelas yang biasanya rame dan heboh, sedikit mereda karena tidak adanya ketua biang onar.
Apalagi teman-teman satu circle Ali juga ikut kena skors.
Hanum duduk di kursi ruang guru, sembari membawa kopi susu di tangan, perempuan itu menghampiri rekan kerjanya yang tengah tertawa karena membahas hal seru.
“Oy, Hanum, anakmu yang Ali itu kena skors lagi ya?”
Salah seorang guru bertanya.
“Iya, mbak.”
“Kasian ya kamu, dapet kelas yang isinya bandel semua. Pasti pusing tiap hari.”
Hanum terkekeh kecil. “Tapi mereka baik-baik kok, cuman emang harus di sentil aja ginjalnya,” guraunya. Membuat beberapa guru yang ikut bergabung tertawa.
“Aku waktu tahun kemarin juga ngajar si Ali itu, anaknya emang bikin istighfar terus. Kamu yang tiap hari di tempelin, rasanya gimana ya?” Bu Sari — selaku guru matematika kelas 11 bertanya guyon; sembari memasang wajah menggoda.
Hanum tersenyum kikuk. Meski bukan hanya dia yang belum menikah, tetapi Hanum selalu di bungsu-kan oleh guru-guru lain– selain karena umurnya yang memang masih muda, tubuhnya pun tampak seperti anak SMP.
Di usianya yang akan menginjak 24 tahun ini, Hanum sudah di perbolehkan mengajar setelah lulus kuliah lebih cepat. Ia di perbolehkan langsung mengajar meski belum mendapatkan sertifikasi mengajar. Pemilik sekolah Intercultural School, adalah teman ibunya. Tentu saja Hanum bisa masuk melalui jalur, yang bisa di bilang, jalur orang dalam.
Tentu saja hal tersebut menjadi sedikit perbincangan guru lain. Tapi seiring berjalanya waktu, semua baik-baik saja.
“Mbak, ah, aku enggak mau jawab,” kata Hanum; membalas ucapan bu Sari tadi.
Bu Sari tertawa. Sebagai bentuk respon yang menghibur.
“Eh, tapi anaknya baik kok. Waktu masih kelas 10, si Ali ikut lomba Qori, loh? Jadi juara dua umum se-provinsi, keren,” pujian itu terdengar dari bu Ani, selaku guru seni budaya.
“Lah, iya tau, Num. Dia ikut eskul badminton sama silat juga. Anaknya cukup aktif di lapangan.”
Mendengar segala ucapan dari kanan dan kiri itu, membuat Hanum jadi mengerutkan dahi tipis.
Mengapa mereka jadi membicarakan remaja laki-laki itu?
“Saya denger-denger. Keluarga ayahnya juga dari Turki kan? Pantes muka dia tuh ke-Araban gitu. Kasep anaknya.”
KAMU SEDANG MEMBACA
"Nikah Yuk!" √
Short Story[WELCOME TO MY STORY!] *** #02 puisi dari 73,5rb cerita 2024 "Bagaimana aku tidak jatuh cinta? Dia mulia dengan gamis panjangnya. Dia tetap menunduk seperti padi, meski ribuan orang melihatnya dengan suka. Dia membuatku meminta pada Allah untuk bisa...