27. Genre Romantis

26 6 0
                                    

Selamat membaca, semoga menyukai part ini😻‼️

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Selamat membaca, semoga menyukai part ini😻‼️


📿📿📿


Huu bibi, Hania ndak mau ke dokter, ndak mau~”

Di gendongan Hanum, gadis kecil itu merengek sambil menangis. Tubuhnya yang panas ikut tersalur ke tubuh Hanum—saking panasnya tubuh gadis kecil itu.

“Enggak, enggak apa-apa. Dokternya baik kok.” Sembari tangan Hanum terus mengusap punggung mungil Hania.

Gadis berusia 7 tahun itu tetap tak mau, ia meminta di turunkan dari gendongan—lantaran takut bertemu dokter. Bagi Hania, dokter itu menakutkan, karena dirinya pernah di suntik paksa.

Hanum menengok ke arah Ali—dengan wajah cantiknya yang mengerutkan dahi samar.

“Enggak mau! Hania mau pulang! Mau ke abi!”

Ali mengambil alih Hania dalam gendongan. Dirasa istrinya kewalahan pada tingkah Hania yang tak mau diam.

“Hania, enggak bakalan. Gue janji lo nggak akan di suntik, cuman di periksa aja.” Ali menenangkan. Namun si kecil tetap tak percaya.

Menguji sekali, Ali seperti merasakan bagaimana sulitnya menjaga anak. Akibat Naila yang baru melahirkan — terpaksa tak dapat melakukan banyak aktifitas; juga Harun, yang tengah kembali ke Banten untuk kembali bekerja karena sudah terlalu lama libur. Disinilah Ali dan Hanum di beri amanah untuk membawa Hania yang demam tinggi.

Padahal, biasanya Hania tidak rewel dan menurut. Namun ketika sakit, bocah kecil itu terlalu banyak merengek.

“Hania mau pulang paman! Mau pulang!” Hania meronta dari gendongan Ali.

“Sebentar ya sayang, Hania cuman di periksa, habis itu kita pulang, okey? Tenang sebentar ya.”

Hanum berkata pelan dan hati-hati, sembari mengelus kepala Hania yang tertutup kerudung. Perempuan itu berusaha menyalurkan ketenangan, meskipun sulit untuk di terima Hania.

Setelah setengah jam menunggu, nama Hania di panggil. Ketiganya masuk ke ruangan dokter anak untuk memeriksa Hania.

📿📿📿

Hania tertidur di gendongan Ali, dengan tangan yang menggenggam erat sebatang permen milkita yang diberikan sang dokter saat di ruangan. Gadis kecil itu tampak tenang sekarang, tidak seperti tadi yang menangis terus.

“Yang, sayang, laper nggak?” Ali bertanya dengan sedikit nada jahil. Ia memperhatikan istrinya dengan tampang tengil seperti dulu.

“Laper, cuman kita anterin Hania pulang dulu.”

Ali tersenyum. Jangan lupakan kebiasaannya yang selalu menggenggam lengan kecil istrinya. Seolah takut hilang, Ali tak ingin melepaskan sedetikpun selama berjalan.

"Nikah Yuk!" √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang