21. "Tuhan Dulu, Baru Aku."

33 8 0
                                    

📿📿📿

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

📿📿📿

Sampai di part 21, semoya selesai sampai akhir, AAMIIN. Selamat baca, semoga hari ini suka♥️‼️

♡⁠(⁠>⁠ ⁠ਊ⁠ ⁠<⁠)⁠♡

“Jangan mencintainya, hanya karena 'dia mencintaimu.' Tapi cintailah dia yang merayu Tuhan untuk bisa memilikimu.”— Catatan Hanum✨🍃


P

emuda itu duduk dengan gugup. Tujuannya jelas. Dtang untuk melamar. Seperti katanya, ucapannya ia tepati. Datang dengan abah dan umma-nya.

Dengan pakaian jubbas yang menjulur di atas mata kaki.  Ali duduk tegap menghadap Hanum, Omar, dan tentunya, Alya — ibu dari perempuan yang akan ia pinang.

“Aku nggak bisa cegah Ali, mbak. Kalau semisal mbak mengizinkan, tolong terima putraku menjadi bagian dari keluarga mbak.”

Dari tadi, atmosfernya terasa menyesakkan untuk Ali. Ia gugup, padahal hanya di hadapkan dengan dua keluarga Hanum.

Pemuda itu menatap bunda. Satu yang mengejutkan, ternyata umma dan bunda adalah teman. Bukan teman dekat, hanya sebatas teman yang tidak sengaja akrab. Dan ini adalah takdir yang menyenangkan, terutama untuk Ali sendiri.

“Aku nggak melarang, Mi. Selagi Ali serius dengan tujuannya, dan Hanum bersedia. Aku akan mempersilahkan.” Alya tersenyum manis dan sopan.

Selain karena bentuk rasa senangnya, ia juga merasa perlu bersikap sopan pada Utami — yang dimana, umurnya lebih tua.

Ayman selaku kepala keluarga, kini ikut berbicara. Seperti biasa, pria paruh itu terlihat tegas, namun santai.

“Nak, abah nggak akan maksa kalau kamu sendiri nggak mau. Abah tahu, Ali ini masih bau kencur. Kalau memang kamu bersedia. Kami sekeluarga ingin meminang kamu menjadi putri abah.”

Meski ucapan abahnya terlampau mengejek untuk Ali, namun kali ini. Ali tidak mau membantah.

“Bersediakah menerima lamaran putri abah?” Ayman kembali berbicara. Dengan senyum serta gesture tenangnya.

Sedangkan Hanum, di tempatnya tengah menetralkan diri. Dia gugup, debaran jantungnya tidak dapat ia kontrol untuk tenang. Sesaat, matanya menatap bunda dan Omar.

Respon bundanya sungguh melegakan, karena bunda memberi senyum — seolah mempersilahkan Hanun dengan apapun keputusannya.

Sedangkan Omar, adiknya itu malah menatap dengan tatapan khawatir. Adiknya yang satu itu, sungguh membuat Hanum kagum.

&quot;Nikah Yuk!&quot; √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang