Zayn's POV
Aku menyusuri lorong sepi ini dengan tergesa-gesa, entah kenapa setiap kali aku ingin bertemu dengannya aku tidak bisa sabar sedikitpun, dari dulu hingga sekarang.
Sebelum aku masuk ke kamar bernomor 7012 ini, penjaga kamar lagi-lagi memeriksa apa yang aku bawa terlebih dahulu. Mereka tidak lihat apa bahwa aku sudah berseri-seri seperti ini?
"Sorry, sir. Kau harus tanggalkan jaketmu disini." Kata penjaga kamar 7012 tersebut. Setelah meletakkan jaket hijauku di meja yang dituju, mereka membuka pintu kamar itu dan mempersilahkanku masuk.
Itulah dia, wanita yang kucintai. Sedang terduduk di depan jendela yang menghadap ke arah sebuah taman yang sedang diguyur oleh rintik-rintik hujan.
Baru kali ini aku melihatnya tenang kembali, tidak seperti beberapa hari yang lalu, sampai 5 penjaga kamar harus memeganginya dan menyuntikkan bermacam-macam obat penenang.Aku meletakkan rantang makanan yang kubawa di atas meja, lalu berjalan kearahnya.
"Good morning, G." Aku meletakkan se-bucket bunga mawar merah di pangkuannya.
"Grace? Kau mendengarku?" Aku mengarahkan kursi rodanya menghadapku dan aku berjongkok dihadapannya.
"Ada apa?" Aku memegang tangannya yang dingin. Matanya menatap kearahku sayup. Ia menepis tanganku, namun masih menatapku, entah mengapa tatapannya menunjukkan raut kemarahan.
"Pergi." Ucapnya pelan namun tegas, rasanya seperti ditampar.
Aku menggenggam kedua tangannya, "Grace, aku-"
"Pergi sekarang kau, brengsek." Ia menepis kasar tanganku lagi. Lalu ia mulai menangis lagi. Ia berdiri lalu membanting bunga pemberianku, kemudian menginjak-injaknya. Aku hanya mematung- terduduk dilantai.
"Pergi, pergi, brengsek." Grace beringsut terduduk ke lantai, rambutnya berantakkan karena ia terus-terusan menjambak rambutnya. Juga wajahnya yang- aku tidak akan menyebutkan apa yang sudah si busuk lakukan. Penjaga kamar membuka pintunya perlahan, dan langsung kuusir dengan tatapan 'aku-tangani-ini'. Untungnya ia mengerti, kemudian ia pergi- menutup pintu kembali.
Aku segera menghampiri Grace kembali. "Dengarkan aku dulu, Grace."
"Tidak! Tidak akan!" Ia menutup kedua telinganya. Suaranya bergetar seperti antara takut dan marah.
Aku membiarkannya untuk menangis sementara, aku tahu sebentar lagi dia akan reda. Sebenarnya, aku sungguh tidak tega melihatnya seperti ini.
Setelah ia menangis beberapa saat, aku mendekatinya. "Stop crying, ok? Kau tidak mau disuntik lagi, kan?" Aku berbicara pelan-pelan, supaya tidak didengar oleh penjaga kamar. Grace hanya menggangguk kepalanya pelan.
"Baik. Kumohon dengarkan aku sebentar." Aku memegang tangannya, kali ini ia tidak menepisnya. Tanganku yang lainnya mengusap pipinya yang sudah dibasahi air mata.
"Jangan kau pikirkan lagi apa yang sudah Liam ucapkan," tangannya sedikit menegang saat kusebut nama busuk itu, lalu rileks kembali setelah aku mengelusnya. "tidak ada yang akan meninggalkanmu, Grace. Semua orang menyayangimu."
"Gimme your smile?" Aku tersenyum, untuk memancingnya. Senyumku semakin merekah setelah ia ikut tersenyum akhirnya.
"Aku lapar." Akhirnya Grace mengatakan sesuatu yang lain.
***
"Harry kau yakin mereka akan menyelamatkan Grace?" Zayn bertanya 3x untuk pertanyaan yang sama.
"Zayn, percayakan pada timku, okay? Kau tidak perlu khawatir, old mate." Harry kembali melihat layar ponselnya yang terhubung langsung dengan kamera yang dipasang pada salah satu senjata anggota timnya.
Zayn berharap-harap cemas dalam diam, bukannya ia takut untuk masuk, namun saat ia ingin ikut masuk ke dalam, Harry melarangnya.
Tiba-tiba terdengar suara letusan senjata dari ponsel Harry. Tidak terdengar secara langsung karena tempat dimana Grace disandera adalah sebuah bioskop tua yang sudah tidak dipakai dan berjarak 500 meter dari tempat mobil mereka terparkit.
"They got it." Harry bergumam, kemudian menelpon nomor polisi dengan ponselnya yang satu lagi.
Beberapa menit kemudian, Zayn turun dari mobil begitu melihat rombongan tim Harry dengan seorang wanita yang didorong di atas kursi roda oleh si pirang- Niall Horan yang merupakan ketua tim penyelamat tersebut.
Dan seorang dengan muka ditutupi kain hitam dan tangannya yang diikat mati dengan tali tambang.
"Wanna see this dickhead's face?" Harry tiba-tiba sudah berada disamping Zayn, walaupun Harry sudah mengetahui siapa yang menyandera Grace, namun ia tidak memberitahukan Zayn. Alasannya adalah kejutan.
Harry membuka kain hitam yang menutupi orang tersebut, dan orang tersebut langsung Zayn hadiahi dengan tonjokkan di pipi dan tendangan di perut. Ia langsung tersungkur di tanah.
"Enough?" Harry menarik Zayn sedikit ke belakang. Muka Zayn merah padam menahan emosinya.
"Any last words?" Harry bersuara kembali.
"PECUNDANG!" Zayn berteriak melepaskan semua emosinya dan menendang muka orang tersebut hingga orang itu tak sadarkan diri.
Zayn bersumpah tidak akan memaafkan keturunan keluarga Payne yang satu itu.
***
HEHEHE
INI TERAKHIR BUKAN YA HAHAHAHAHAHHAHAHAHA*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*ENGGA DENG HEHE
tapi bisa jadi terakhir kalau dikit comment nya HEHE
bakalan ada 1 chapter lagi, dan itu bakalan jadi yang terakhir TAPI KALAU yang minta banyak /ngarep/tapi kalau yang minta dikit, yaaa ini terakhir ya HEHE ya masa aku lanjut tapi gada yang ngarepin;') SAKIT BROOOOOOOOOOOO
NGOMONG2 UDAH CEPET BLM NIH UPDATENYA? HEHE
THANKS FOR READING<33
DONT FORGET TO LEAVE COMMENT/s/ AND VOTE/s/-zayntentaclesxx-
KAMU SEDANG MEMBACA
OFFICIALLY RAIN {Zayn Malik Fanficition}
Fanfiction"Rain teaches us about everything. From the best things until the worst things. It will save me from the danger things. But the rain doesn't do it, but you are, the person who do it for me. You are my rain. You teach me about happiness and sadness...