Harry's pov
Sudah 2 hari aku mengerjai anak bernama Grace itu. Sumpah, setiap kali aku mengerjai-nya, rasanya ingin tertawa saja. Aku senang melihatnya menderita, terakhir aku meninggalkannya sendirian di jalan tol. Aku tak setega itu tapi, ya begitulah, iseng. Aku yakin ia tidak akan mati disana, besok juga aku bertemu dengannya di kampus, dan dia akan memarahi-ku, pasti.
Membayangkannya marah seperti anak gadis berumur 5 tahun, itu pasti sangat lucu.
*SKIP*
Aku memarkirkan salah satu mobil Audi ku disamping mobil BMW berwarna merah. Dan saat aku melihatnya, bukankah itu Anabell? Sedang berciuman dengan laki- korban selanjutnya?
-Flashback On-
Aku sedang berjalan dikoridor kampus, tiba-tiba aku mendengar suara orang berciuman yang berasal dari kelas diujung koridor. Karena rasa penasaran dan perasaan tidak enak memenuhi otak-ku, aku mendekati asal suara tersebut.
Hatiku terasa panas saat melihat Anabell, gadis yang baru berpacaran denganku selama 2 hari. Sinting! Aku melihatnya bergelayutan dengan manja di leher lelaki, John. Jaket yang tadinya menutupi bagian dada dan lehenya, kini sudah tergeletak di lantai, dia hanya mengenakan gaun tipis yang memperlihatkan leher dan bagian atas dadanya, jalang. "Kita dilanjutkan dirumah kau, oke?" kayanya saat tangan John berada dipaha Anabell.
Ketika Anabell hendak mengambil jaketnya, ia melihat ke arahku. "Bitch" kataku dan langsung mengambil langkah seribu. Tak peduli dengannya yang memanggil nama-ku berkali-kali. Sekalinya jalang ya tetap jalang, tak perlu ada penjelasan.
Dengan hatinya yang meletok-letok seperti jagung berondong, aku menginjak pedalku dalam-dalam.
BUG.
-Flashback off-
Aku tak mau mengingat itu lagi, itu sudah seperti tamparan yang membuat aku harus berlari melupakan masalah yang itu. Sepertinya lebih baik otakku dipotong.
Aku keluar dari mobil tanpa melirik mobil sebelah, memang jijik jika aku harus melihatnya. Saat aku menutup pintu mobilku, ekor mataku menangkap Anabell menatap-ku dengan tatapan yang terkejut. Aku tak menggubrisnya sama sekali.
Aku melihat Grace sedang melihat-melihat mading. Aku mendekatinya perlahan dan meniup telinganya. Sontak dia langsung membalikkan badannya, dan menatapku dengan tatapan 'just-go-to-the-hell-with-your-curls-bitch'.
"Mau apa kau kesini? Ku kira kontrak kita selesai" katanya hendak meninggalkanku, dengan segera aku menahan lengannya. "Eits, ku kira belum selesai" kataku, memberikan senyum simpulku. "Ah, aku sudah lelah Harry. Pertama handphone-ku, kedua tenaga-ku, untung kemarin aku bertemu dengan temanku. Kalau tidak, kau sudah pindah rumah ke rumah besi sekarang" katanya sinis.
Grace's pov
"Ah, aku sudah lelah Harry. Pertama handphone-ku, kedua tenaga-ku, untung kemarin aku bertemu dengan temanku. Kalau tidak, kau sudah pindah rumah ke rumah besi sekarang" kataku sinis. Toh, memang benar kataku. "Aku ingin mampir ke rumahmu?" katanya seperti bertanya. "Apa? Aku sudah tak tuli kan?" kataku pura-pura mengorek telingaku. "Tidak, mari kita bolos" Harry menyeretku. "Tidak, aku tidak mau bolos Harry. Harr ... Harry aku tidak mau membolos" kataku seraya berusaha melepaskan cengkramannya dengan sekuat tenaga. Harry tidak mendengarkanku sama sekali.
*SKIP*
Harry sudah memberhentikan mobilnya didepan rumahku. Aku tidak menemukan mobil Louis. Kemana dia?
Dengan segera aku keluar dari mobil Harry, dan berlari ke dalam rumahku.
"Louis?" aku berlari ke kamarnya, dan tidak menemukannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
OFFICIALLY RAIN {Zayn Malik Fanficition}
Fanfiction"Rain teaches us about everything. From the best things until the worst things. It will save me from the danger things. But the rain doesn't do it, but you are, the person who do it for me. You are my rain. You teach me about happiness and sadness...