- Buku Harian Biru -

532 53 2
                                    

"Jen, nanti siang kamu gantiin saya rapat ya"

"Baik pak" jawab Jennie menyanggupi tanpa ada bantahan.

Tiba waktunya rapat dimulai. Ia tidak menyangka kalau kliennya hari ini adalah sang ayah. Jennie lupa membaca nama perusahaannya sebab terlalu sibuk menyiapkan bermacam hal. Untuk Taeyong, lelaki itu hanya duduk manis membiarkan Jennie memimpin rapat.

"Sebelumnya terima kasih pada semua orang yang telah hadir dalam forum ini. Saya percayakan rapat ini kepada sekretaris saya. Dialah yang akan memimpin jalan meeting kita pada siang ini"

Taeyong memberikan sepatah kata pembuka. Memperkenankan Jennie mengambil alih posisinya sementara. Hal ini dia lakukan semata untuk menilai sejauh mana kemampuan Jennie berkembang.

Karena telah dimulai oleh Taeyong, Jennie memberikan kesempatan kepada pihak sang ayah untuk memulai jalannya diskusi. Mendengarkan seksama dengan mata membaca proposal mereka.

"Cukup menarik tapi anda tidak menargetkan siapa target yang hendak kalian bidik" ucap Jennie usai mereka memaparkan hasil laporan produknya.

"Produk ini akan berhasil sebab peminatnya dari berbagai kalangan usia" sanggah manajer pemasaran sang ayah. Bersikukuh bahwa proposal usaha yang mereka buat telah sepenuhnya benar.

"Untuk memasarkan produk target pasar harus jelas. Jika tidak usaha ini akan sia-sia. Kita tidak bisa melayani seluruh konsumen" balas Jennie mengoreksi laporan mereka yang cacat. Sedikit menyayangkan sikap teledor karyawan sang ayah padahal mereka adalah perusahaan besar.

"Kami tidak bisa menerima kerjasama sebelum laporannya diperbaiki. Baik, saya rasa hari ini cukup. Terimakasih" tutur Jennie menutup rapat.

Diam-diam Jiyoung tersenyum bangga dengan kemampuan putrinya memimpin rapat. Ia bisa melihat potensi seorang CEO memancar dari tubuhnya. Tegas, cerdas dan teliti. Jennie adalah dirinya versi perempuan.

Orang-orang Jiyoung keluar dari ruangan sembari menggerutu. Tidak terima mendapat penolakan dari Jennie.

"Cuman sekretaris tapi belagunya minta ampun. Memang dia siapa berhak menolak kita"

"Ingin rasanya ku tiduri dia" sahut yang lain dan itu sampai ke telinga Jiyoung.

"Apa yang kau katakan barusan?"

"Tidak ada apa-apa sajangnim" elaknya berdalih.

"Jangan berani-berani menyentuh putriku jika masih ingin hidup" ancam Jiyoung kemudian berjalan cepat meninggalkan mereka.

Sore hari seperti biasa Jennie sudah sampai di rumah sebelum mendapat omelan pedas dari ibu tirinya.

"Jennie-ya"

"Hum" sahut Jennie malas apalagi disana ada saudari tiri dan ibunya.

"Appa beli pizza. Ayo makan bareng"

"Aku tidak suka pizza"

"Tidak suka atau kau sengaja ingin menghindar"

"Kau belum mengenalku sepenuhnya Appa" kata Jennie membuat Jiyoung terhenyak.

Apa memang benar jika dia belum cukup mengenali putrinya. Jiyoung mengakui hubungan mereka lama sudah renggang. Tetapi apakah benar sampai sejauh itu.

Kadang setiap malam ia selalu mengurai dalam pikirannya. Kesalahan apa yang telah membuat putrinya yang dulu manja kini berubah menjadi dingin.

*****

Derap langkah kaki tergesa-gesa menuruni anak tangga. Sembari menenteng tas kerja hitam dan heels coklat, Jennie melewati meja makan begitu saja dimana anggota lain sedang sarapan. Seolah-olah yang duduk disana adalah hantu.

"Aduh, pake telat lagi" gerutu Jennie memasang helm di kepala lalu menghidupkan mesin motornya.

Sebelum berangkat ke kantor bersama Jiyoung, Jisoo mengantar Chaeyoung dan Lisa terlebih dulu karena sopir pribadi mereka sedang libur.

"Lisa ayo, kita udah mau telat" suara Chaeyoung terdengar dari dalam mobil memanggil Lisa yang melamun menatap tanah.

"Iya bentar" sahut Lisa mengambil cepat buku bersampul biru itu dan menyimpannya ke dalam tas.

Di dalam kelas Lisa terus kepikiran sama buku tadi. Ia yakin buku itu pasti milik Jennie sebab ada huruf J tertulis di halaman depan buku tersebut. Lisa penasaran. mungkin saja buku itu bisa bercerita banyak.

Mobil Taeyeon sudah datang menjemput. Lisa duduk di depan membuat Chaeyoung protes.

"Lisa duduk dibelakang temani aku"

"Manja banget sih. Biasanya kamu selalu duduk sendiri" balas Lisa kesal.

Chaeyoung terus narik narik seragam sama tasnya buat pindah ke belakang tapi Lisa nggak mau.

"Mommy Chaeyoung nakal" adu Lisa dengan suara sengaja diimut-imutkan.

"Chaengi jangan ditarik-tarik seragam adeknya nak"

"Pokoknya Lisa harus duduk dibelakang" tegas Chaeyoung membentak.

"Berhenti bertengkar atau Mommy turunin disini"

Sampai di rumah muka Lisa bete. gara-gara Chaeyoung Mommynya marah. Sudah begitu tidak minta maaf lagi dan masih saja ngikutin dia kemanapun.

"Apasih Chaeng rusuh aja dari tadi"

"Aku mau tidur di kamarmu"

"Nggak bisa!" Tegas Lisa cepat-cepat nutup pintu terus dikunci biar Chaeyoung gak bisa masuk.

Melempar tas sembarangan kemudian melepas seragam dan menggantinya dengan pakaian santai. Membuka tas. Mengambil buku tadi lalu membawanya ke atas kasur.

"Unnie maaf bukunya ku baca" ucap Lisa membuka buku itu hati-hati.











Tbc

Eternal Wound ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang