Surat undangan dari kantor polisi sampai di tangan Jiyoung. Pelaku yang berlagak seolah korban itu menuntut Jiyoung atas apa yang telah terjadi padanya.
Amarah Jiyoung meluap. Putrinya hampir meregang nyawa gara-gara mereka dan mereka tidak tau malunya menyeret dia ke polisi.
Bugh
Bugh
Bugh
Bugh
Bugh
Tinju Jiyoung mendarat bebas di pipi preman-preman tersebut. Melampiaskan emosi yang dia bawa dari rumah sakit.
"Biadab! Kalian sudah memperkosa istriku dan melukai putriku"
"Harap tenang tuan Nam" ujar petugas kepolisian. Jiyoung tak mampu meredam emosinya. Amarahnya menggelegak sampai ke ubun-ubun. Jika tidak ditahan oleh polisi, sudah dia habisi pria bejat itu.
"Saya mau mereka dihukum seberat-beratnya pak" ujar Jiyoung.
"Tidak bisa begitu pak. Anaknya sudah melukai saya"
"Anak saya lebih parah dari kamu sampai dirawat di rumah sakit" tukas Jiyoung.
Berkat bukti-bukti kuat yang Jiyoung berikan. Ia dapat memenangkan kasus. Kelima preman tersebut dijatuhi hukuman penjara seumur hidup tanpa jaminan.
"Eomma" lirihnya pelan dibawah alam sadar.
"Eomma"
Jiyoung tak kuasa menahan air matanya. Mulut putrinya terus bergumam memanggil sang ibunda.
"Sooyeon-ah mianhae. Aku lalai menjaga putri kita"
*****
Lima hari setelahnya Jennie kembali masuk kerja. Tidak enak libur lama meski Taeyong tidak pernah mempersalahkannya.
"Kamu mau berangkat kerja nak?"
"Ne" jawab Jennie pelan.
"Appa antar ya" ucap Jiyoung lirih dan Jennie tak mampu menolak.
Di dalam mobil keduanya sibuk bergelut dengan pikiran masing-masing hingga Jennie membuka suara memecah hening panjang tersebut.
"Appa"
"Ne?" Jiyoung lekas menoleh. Sedikit kaget karena Jennie yang pertama mengajaknya bicara.
"Tolong bawa Mommy shoping atau jalan-jalan. Dia pasti masih trauma"
Mendengar itu Jiyoung tersenyum kecut. Dibalik sifat dinginnya, gadis kecil itu masih anak yang dia kenal. Sosok Jennie yang manis dan penyayang.
"Kau selalu memikirkan orang lain"
"Dia ibuku bukan orang lain" jawab Jennie sambil melihat luar jendela mobil.
"Mau Appa antar sampai ke dalam?" tawar Jiyoung. Suasana hatinya sedang berbunga-bunga saat ini. Ia merasa sedikit lagi akan kembali dekat dengan Jennie seperti dulu.
"Tidak perlu. Aku masuk dulu. Terimakasih" pamit Jennie membungkuk sedikit.
"Ntar kalo udah mau pulang telpon Appa ya biar Appa jemput" teriak Jiyoung dari jauh. Jennie mengacungkan jempol tanda iya. Diam-diam sudut bibirnya melengkung ke atas.
"Kalian gantilah baju. Kita shopping hari ini" seru Jiyoung sesampainya di rumah.
"Beneran Dad?" tanya Jisoo paling bersemangat diajak shopping.
"Iya beneran"
"Yeay" ketiga gadis cantik itu berteriak girang. Bergegas ke kamar untuk mengganti pakaian.
"Kenapa tiba-tiba Yeoubo?"
"Jennie yang memintanya. Dia bilang kamu pasti masih trauma setelah kejadian itu jadi dia menyuruhku mengajakmu shopping"
"Aku lebih trauma menyaksikan dia ditusuk berkali-kali di depan mataku dibanding aksi pelecehan itu. Dia pura-pura kuat selama ini Yeoubo" lirih Taeyeon disambut oleh pelukan hangat Jiyoung.
"Mommy Daddy kok masih disana sih" protes Chaeyoung dari lantai atas menyaksikan aksi berpelukan orangtuanya.
"Kau menganggu saja Chaeng" timpal Jisoo menampar lengan adiknya.
"Entahlah nggak sabaran banget manusia tupai ini" dengus Lisa.
Cepat-cepat Taeyeon mengelap air mata lalu pergi ke kamar mengganti pakaian.
"Dad, aku mau beli itu" rengek Lisa menunjuk toko Celine.
"Yaudah kita kesana" hampir sebagian isi toko diborong oleh Lisa.
Belum lagi pakaian disini dari brand ternama dimana satu pakaian saja bisa seharga mobil. Untungnya uang Jiyoung unlimited. Mau beli apapun tinggal ambil.
"Dad, aku mau beli tas keluaran terbaru YSL" giliran Chaeyoung yang merengek.
"Arraseo arraseo" ujar Jiyoung kewalahan menghadapi gaya hedon anak-anaknya.
"Dad, aku mau ke toko Dior" Jisoo menyela usai Chaeyoung selesai belanja.
"Kamu nggak mau beli apapun Yeoubo?"
"Baju ku masih banyak di lemari. Lain kali saja" tolak Taeyeon tak berminat membeli apapun.
"Mom ini heelsnya bagus-bagus, yakin nggak mau beli?" kata Jisoo.
"Eh Lisa, sejak kapan kamu pakai heels" tanya Chaeyoung terheran-heran. Si gadis poni itu sudah mengantongi sepasang heels ditangannya.
"Ini buat Jennie Unnie. Ku lihat heelsnya sudah jelek"
Jiyoung tertohok. Bagaimana bisa dia tidak memperhatikan hal itu. Ia pun sadar selama ini tidak pernah memberikan Jennie barang-barang mewah selain mobil waktu itu.
"Kira-kira ini pas nggak ya sama kaki Jennie Unnie. Aku nggak tau berapa ukuran kakinya" gumam Lisa kebingungan. Tanpa banyak mikir Lisa pun menelpon Jennie untuk bertanya langsung.
"Unnie, ukuran kaki Unnie berapa?"
"37, kenapa?"
"Gapapa. Cuma nanya aja. Annyeong" pungkasnya menutup panggilan.
"Udah bener nih 37"
"Ambil dua lagi Lisa" suruh Jiyoung membuat yang lain kaget.
"Buat apa Dad" tanya Lisa tatkala sang ayah ikut mengambil dua heels lagi.
"Buat Jennie lah. Kalian kalau mau ambil saja" balas Jiyoung santai.
Puas berbelanja, mereka mampir ke restoran. Menyewa satu ruangan privat untuk makan malam bersama. Jiyoung juga sudah mengirim pesan pada Jennie kalau mereka makan malam diluar. Anak gadisnya itu menolak untuk dijemput sebab ia pulang diantar oleh Taeyong. Orang kepercayaan Jiyoung.
Tepat pada waktunya, orang yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba. Walau rambutnya sedikit berantakan, kecantikan Jennie tidak berkurang.
"Sorry" cicitnya telah membuat mereka menunggu lama.
"Tidak masalah" jawab Jiyoung.
"Unnie Unnie lihat aku beliin Unnie sepatu sama hoodie. Suka nggak?" Lisa langsung heboh mengeluarkan barang belanjaannya di meja untuk dipamerkan pada sang kakak.
"Iya-iya nanti saja pamernya sekarang kita makan" balas Chaeyoung membuat Lisa menatapnya sinis.
"Bagus" puji Jennie membuat senyuman Lisa mengembang.
"Bener kan? Aku yakin pasti Unnie suka"
Baru kali ini Jennie merasa hatinya menghangat saat berkumpul bersama keluarga. Biasanya dia selalu mengurung diri di kamar.
"Ayo makan keburu dingin makanannya" suruh Jiyoung amat bahagia keluarganya bisa kumpul gini.
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Eternal Wound ✓
FanfictionLuka, air mata, dan penyesalan yang Jennie alami puluhan tahun lalu menjadikan Jennie sosok dingin dan tak berperasaan. Berpikir dengan menjauhi semua orang lukanya akan sembuh ternyata salah. Jennie butuh seseorang untuk menyembuhkannya. - BLACKPIN...