Panggilan dari Jiyoung masuk memintanya untuk menjemput si kembar dari sekolah. Supir pribadi yang biasa menjemput mereka libur. Alhasil Jennie lah satu-satunya yang bisa dia minta tolong.
"Aku sedang sibuk Appa. Suruh saja mereka naik taxi" tolak Jennie mentah-mentah.
Ada banyak tumpukan dokumen menunggu untuk diselesaikan. Jam makan pun rela ia lewatkan demi menyelesaikan laporan, mengatur jadwal pertemuan antar pebisnis lain dan sebagainya.
"Appa tidak bisa meninggalkan pekerjaan. Lima menit lagi Appa akan meeting nak. Tolong ya"
Jennie memutuskan panggilan secara kasar. Kesal. Apa gunanya transportasi umum dibuat jika tidak dimanfaatkan. Dahulu semasa dia duduk di bangku sekolah selalu pulang naik bus ataupun jalan kaki. Mereka sangat manja dan Jennie membencinya.
"Sajangnim boleh saya minta izin untuk menjemput adik saya" tanya Jennie meminta izin pada Taeyong.
"Tentu, silahkan"
"Terimakasih"
Jennie pergi menggunakan taxi. Kalau memakai motor tidak akan muat. Lagipula ia yakin kedua anak kembar itu tidak suka dijemput sama motor butut.
"Unnie" Lisa berteriak dari jauh seraya melambaikan tangan. Mengirim sinyal dirinya diantara kerumunan siswa di halaman sekolah.
"Apa kalian bisa pulang naik taxi?" Tanya Jennie to the point.
"Ya bisa, kenapa Unnie?"
"Pekerjaanku di kantor masih banyak. Jadi bisa kan pulang sendiri" Lisa bergumam. Mengetuk-ngetuk dagu tanda berpikir.
"Aku ikut Unnie ke kantor aja deh lagipula di rumah nggak ada orang"
"Terus lima belas maid itu apa Lisa, robot?" sambar Chaeyoung menyela bersama wajah malasnya.
"Bosan lah di rumah terus. Kita ikut Unnie ya ke kantor"
"Aku mau pulang" tolak Chaeyoung memangku tangan.
"Yaudah pulang aja sendiri" acuh Lisa.
"Boleh ya Unnie. Aku gak bakal buat masalah kok" bujuk Lisa memasang aegyo andalannya. Kedua pupil mata yang membesar dan berbinar-binar.
"Baiklah" pasrah Jennie.
Mau tak mau, Chaeyoung terpaksa ikut ke kantor Jennie. Takut pulang sendiri menggunakan kendaraan umum apalagi tanpa Lisa. Gengsinya masih bertahan untuk menerima Jennie sebagai kakak.
Ceklek
"Eoh Jen. Udah balik"
"Ne" jawab Jennie singkat kembali ke mejanya.
"Annyeonghaseyo Oppa" sapa Lisa menebar senyuman ramah.
"Annyeong adik kecil" balas Taeyong melambaikan tangan.
Sembari menunggu Jennie selesai, kedua gadis itu menonton tv dalam ruangan terpisah. Ruangan CEO ini lumayan besar. Tak kalah besar dengan ruangan sang ayah. Fasilitasnya pun tak kalah lengkap.
Asik bekerja, Jennie melupakan Chaeyoung dan Lisa. Bergegas ia mengecek keadaan dua bocah itu. Jika sampai terjadi sesuatu, ia akan habis dimarahi.
"Kalian sudah makan?"
Keduanya kompak menengok ke belakang kala mendengar suara Jennie. Mereka sedang bersantai menonton tv sambil memakan cemilan di ruangan pribadi Taeyong. Beruntung mereka adik Jennie dan anak Jiyoung.
"Udah tadi di sekolah Unn"
"Ayo ku antar pulang"
"Arraseo. Chaeng ayo"
Diantar oleh supir Taeyong atas permintaan sendiri sang atasan, mereka akhirnya tiba di rumah. Jennie harus balik. Setengah jam lagi dia ada meeting bersama petinggi-petinggi perusahaan.
"Kamu balik ke kantor lagi nak?" Jiyoung bertanya.
Semenjak Sooyeon meninggal, Jiyoung selalu pulang lebih awal sebelum jam makan malam. Itu yang membuat Jennie muak. Selama Sooyeon masih hidup, Jiyoung tidak pernah berada di rumah se-sore ini.
"Ne, aku ada meeting"
"Hati-hati" seru Jiyoung mengamati Jennie yang memacu langkah menuju mobil.
"Dad, Daddy tau nggak, bosnya Jennie Unnie ganteng banget kayak anime hidup" seru Lisa heboh menceritakan apa yang ia dapatkan di kantor Jennie usai sang empu pergi.
"Taeyong memang tampan" senyum Jiyoung ikut mengakui.
"Jadi Daddy kenal sama Oppa ganteng itu" sela Chaeyoung menimpali ucapan Lisa.
"Ya kenal. Kalian pikir Daddy segampang itu biarin Jennie kerja diluar perusahaan kita. Daddy yang minta Taeyong menerima Jennie sebagai sekretarisnya"
"Tapi Dad, apa Jennie Unnie nggak marah kalau dia tau hal ini. Dia pasti nganggap Daddy meragukan kemampuannya"
"Kakak kalian itu sebenarnya sangat pintar. Dia bisa saja ditarik oleh perusahaan besar dari Taeyong tapi Daddy menyuruh mereka menolaknya. Daddy percaya Taeyong bisa menjaga Jennie" kata Jiyoung.
Jam sembilan malam, Jennie baru pulang menampakkan muka. Kentara sekali raut wajahnya mengukir lelah. Ia tidak berpikir meeting bersama klien penting ini akan menghabiskan banyak waktu. Demi apapun ia lelah beradu mulut dengan orang yang angkuh.
"Nini kesini sebentar" panggil Jiyoung menyuruhnya duduk bergabung.
"Wae?" jawabnya menghampiri Jiyoung malas. Ayahnya tidak pernah absen menyapanya setiap pulang.
"Igeo" ujarnya menyerahkan kunci mobil.
"Apa ini?"
"Kunci mobil. Jangan tolak ini. Appa tidak mau kau terus-terusan menggunakan motor tua itu" Jennie menyugar rambut coklatnya ke belakang. Kepalanya sangat berat sekarang. Tenaganya pun tak cukup untuk berdebat tapi ayahnya suka sekali memancing emosi.
"Aku tidak butuh"
"Kau membutuhkannya Jennie. Sampai kapan kau akan panas-panasan dan kehujanan. Ini bukan soal merendahkanmu. Appa hanya mau memberikan yang terbaik untukmu" tegas Jiyoung. Dapat Jennie lihat ketulusan tertanam di mata renta itu dan itu membuatnya tidak tega menolak.
"Arraseo" jawab Jennie pasrah. Akan sangat keterlaluan jika dia terus-menerus menolak iktikad baik sang ayah.
"Emang dia bisa bawa mobil Dad?" Tanya Jisoo.
"Siapa bilang tidak bisa. Daddy sering lihat dia bawa mobil kantor kalau ada urusan penting" ucap Jiyoung membuat Jennie tertegun. Bagaimana ayahnya bisa tau. Apa selama ini Jiyoung memantaunya dari jauh.
"Sekarang mandilah habis itu istirahat" titah Jiyoung hanya ia balas deheman.
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Eternal Wound ✓
FanfictionLuka, air mata, dan penyesalan yang Jennie alami puluhan tahun lalu menjadikan Jennie sosok dingin dan tak berperasaan. Berpikir dengan menjauhi semua orang lukanya akan sembuh ternyata salah. Jennie butuh seseorang untuk menyembuhkannya. - BLACKPIN...