3. Sebuah Kebaikan

447 36 0
                                    

Arza dengan cepat mengganti seragam sekolahnya dengan kaos dan celana rumahan. Setelah itu ia bergegas ke dapur untuk memasak kembali.

Memang di rumah ini tidak ada pembantu, mereka sudah cukup banyak dan ramai. Semua bertanggung jawab masing-masing. Mencuci pakaian sendiri dan membersihkan kamar. Untuk memasak terkadang juga bergantian.

"Kak Saga, biar Arza yang lanjutkan" ujar si bungsu di tengah pembicaraan kakaknya itu. Saga menatap Ervin yang terdiam lalu beranjak dari sana.

Sedangkan Ervin, ia memilih diam di dapur. Melihat adik yang di bencinya itu menuruti apa yang ia suruh.

🏵🏵🏵

Setelah berkutat dengan makan malam, Arza memilih mendekam di kamar. Ia menyibukkan diri dengan mengerjakan tugas. Apakah Arza makan malam bersama kakak-kakaknya?

Tidak. Jika ia ikut duduk disana, Ervin akan beranjak dan memilih tidak makan. Dan akhirnya Arza mengalah membiarkan dirinya tak ikut makan malam.

Sepertinya malam semakin larut, pasti kakak-kakaknya itu sudah masuk kamar masing-masing. Ini kesempatan bagi Arza untuk makan. Entah sisa makanan atau ia harus memasak lagi sesuatu.

Kakinya melangkah santai ke dapur, begitu sunyi hingga membuat seyum kecil itu terukir.

Ternyata masih ada sisa makanan, Arza berpikir untuk makan itu saja. Ia pun makan dengan tenang.

"Lo biasa makan jam segini?" Ujar seseorang dan itu membuat Arza sangat kaget. Untung tidak tersedak.

Arza berbalik kearah suara, dan melihat Sergio tengah berjalan kearahnya.

"K-kak Gio, kakak mau apa biar Arza ambilin" Tawarnya. Ia memang harus melayani kakak-kakaknya, sebagai tanda penyesalan kata Ervin.

Sergio menggeleng ia memilih duduk dihadapan adiknya.

"Gue temenin lo makan boleh? Gue masih nugas, Sean ketiduran di ruang TV tuh"

Mata Arza berbinar dan langsung mengangguk. Entah kenapa kakaknya yang satu ini memiliki aura yang baik padanya. Padahal Arza jarang diperhatikan oleh kakaknya ini.

"Besok lo sekolah? Biasanya di antar supir kan?" Tanya Sergio.

Ya memang mereka memiliki supir, dulu diperintah oleh orang tua mereka untuk mengantar Sergio, Seano dan Arza ke sekolah. Sekarang sisa Arza, jadi supirnya masih menjalakan tugas.

"Iya kak" jawabnya pelan

"Lo takut ya sama gue? Semenjak papa dan mama meninggal, kenapa gue merasa semua berubah" Sergio sebenarnya tak perlu menanyakan ini, ia sudah tahu. Hanya saja ia ingin mendengar dari sudut pandang adiknya.

Arza menunduk "Kak Gio taukan, kecelakaan papa dan mama karena gue yang ngotot ke Bogor buat ketemu opa dan oma? Kak Ervin bilang gue pembunuh"

"Gak ada!! Gue herannya emang kenapa sikap kak Ervin berubah. Semua juga bahkan Kak Sevin, William juga berubah. Apa mungkin kak Ervin menghasut mereka ya. Gue biasa aja karena gue percaya sama lo. Dimana-mana orang meninggal ya karena takdir Tuhan" ucap Sergio menggebu-gebu.

"Kak Ervin....masih belum menerima semua ini. Gapapa kak, makasih udah mau terima Arza lagi. Kak Sergio memang yang terbaik"

Sergio tersenyum. "Gue ga mau membenci orang tanpa alasan yang masuk akal. Gue kakak lo, dan gue seharusnya percaya sama lo"

Air mata Arza turun begitu saja. Ia terisak karena bisa mendapatkan kebaikan dan kepercayaan dari salah satu kakaknya.

"Tapi...gue ga tau kondisi hati yang lainnya, entah mereka masih butuh waktu atau memang menganggap lo seperti demikian. Maaf juga karena selama ini gue cuekin lo karena emang gue butuh waktu." Sergio tersenyum, memandang adiknya yang begitu lucu saat mata bulat itu berkaca-kaca.

"Makasih lagi kak..."

"Sekarang, kalo lo butuh tempat berkeluh kesah, gue siap banget jadi pendengar lo. Jangan semuanya lo tahan sendiri. Ga baik. Bukan tanpa alasan gue ambil kuliah Psikologi loh."

Arza kembali tersenyum.

"Atau kalo lo mau teman buat jalan-jalan, bisa aja sih, perjalanan jauh juga boleh."

Sebenarnya Arza agak trauma dengan perjalanan jauh. Takut terjadi sesuatu lagi.

"Jalan-jalannya cuma sama kak Gio aja?" Tanya nya polos.

Sergio mengangguk

"Tenang aja, suatu saat nanti kita bisa jalan bertujuh kok."

.
.
.

TBC!!!

Augmentum & CantileverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang