33. Perasaan Tersembunyi

302 34 19
                                    

"Mama sayang banget sama Arza, kalo Arza udah besar nanti mau jadi apa?" Tanya Ana saat ia tengah bersama si bungsu di halaman belakang.

"Entah...jadi Bos kayak papa" cuitnya dengan polos.

"Arza yang temenin papa dan mama ya? Jadi Arza harus dekat papa mama terus."

"Temenin kemana?"

"Ya nanti, kalo papa udah pensiun dan mama ga kerja lagi. Arza harus temenin papa dan mama di hari tua. Janji ya nak? Karena Arza yang paling muda."

"Iya ma, Arza janji kok" Si kecil hanya mengucapkan itu tanpa tahu makna didalamnya. Mungkin banyak orang berpikir umur akan panjang sampai benar-benar diumur paling tua sekalipun. Dan si bungsu hanya memegang satu ucapan penting 'menemani papa dan mama'

.

.

Arza membuka mata dengan cepat saat mendapatkan ingatan yang mengganggu tidurnya, ia seperti di tarik ke masa lalu. Napasnya sedikit memburu, bermimpi tentang orang tuanya membangkitkan emosi yang tak stabil.

Kamar yang ia tempati ini adalah di Villa, cukup sepi sampai Arza kaget ada yang tertidur disebelahnya. Itu Ervin.

Ya dari wajah kakaknya itu nampak kelelahan, jadi Arza berusaha setenang mungkin tidak ribut.

"Eunghh" Arza merutuki dirinya yang telah membangunkan Ervin, bahkan saat ia bertatapan dengan wajah kakaknya yang khas bangun tidur.

"M-maaf ganggu, kakak lanjutkan aja tidurnya"

"Huh jam berapa ini? Ck udah mau sore. Bablas banget gue tidur" Ervin pun mendudukkan dirinya, masih mengumpulkan nyawa.

"Lo mau kemana?" Ucap Ervin saat melihat Arza berdiri.

Sebenarnya Arza melewatkan minum obat di siang hari. Karena terlalu pulas tertidur dan sepertinya Sergio sedang tidak ada di ruangan ini. Kepalanya jadi sakit.

"Uhm i-itu Arza mau minum o-obat" ucapnya jujur, ia sudah diajari Sagara agar jujur dan jangan ada kebohongan.

Ervin menghela napas. Ia menyuruh Arza agar duduk saja. Dan Ervin lah yang mengambilkan obat adiknya itu. Sebenarnya sudah disiapkan oleh Sagara tadi.

"Cepet minum, mereka lagi nyari bahan untuk bakar-bakar. Malam ini kita makan-makan aja besok pagi-pagi sekali baru ke puncak."

Mata Arza masih mengerjab lucu melihat Ervin. Apa benar ini kakaknya? Arza merasa jika kakaknya begitu baik.

"Habis minum obat tidur lagi aja. Nunggu mereka tuh lama" Ervin kembali mengambil tempat di samping Arza dan langsung berbaring.

Setelah minum obat, Arza yakin ia akan lemas. Entah ada kandungan apa di obatnya kini matanya kembali berat.

Melihat adiknya yang lemas, Ervin membantu Arza berbaring. Dengan sangat ragu tangan Ervin menuju surai adiknya dan membelainya pelan. Hingga mata Arza kembali terpejam. Dan Ervin menyunggingkan senyum kecilnya.

🏵🏵🏵

Jam sudah menunjukan pukul 6 sore, terhitung hampir 6 jam Ervin dan Arza tidur dengan aman nyaman dan tentram.

Sagara masuk kedalam kamar itu dan tersenyum lebar mendapati dua adiknya tidur dengan saling memeluk. Sangat langka hingga Sagara mengabadikannya, kamera ponselnya berhasil menjepret momen manis itu.

"Kak Saga ayo, udah dibawain tempat bakarannya sama pemilik Villa" ajak Willy yang masuk kedalam kamar.

"Lihat deh Will, adem banget sih lihat mereka."

"Ga mau di bangunin? Udah lama banget loh mereka tidur" Willy membuyarkan lamunan Saga dan si sulung pun membangunkan kedua adiknya.

"Ervin, Arza, ayo bangun udah sore. Kita makan malam dulu" Sagara menarik lengan Ervin cukup kuat.

"Ck cepetan Ervin, kita mau bakar-bakar. Lo bantuin kek" ucap Sagara lagi, sedangkan bisa ia lihat si bungsu yang menggeliat tak nyaman.

"Bakar apa sih, masih ngantukk" Ervin yang pasrah ditarik-tarik pun bangkit juga.

"Bakar Villa! ya tadi yang ngide bakar-bakar siapa? Kak Ervin ih kita udah cari daging sampai hampir balik ke Jakarta lagi tau gak" omel si Willy. Ia ingat betul perjuangannya menyetir mobil hanya untuk mencari daging terbaik.

"Iya iya gue bangun nih"

Sedangkan Arza, masih dalam tahap mengumpulkan nyawa. Ia benar-benar simulasi meninggal karena tidur sangat lama.

"Ayo dek, kita langsung ke atas" ajak Saga.

Dan ya mereka pergi diatas Villa, tempat terbuka untuk BBQan sudah ramai dengan kehebohan si kembar muda. Siapa lagi jika bukan Sergio dan Seano.

"Ayo kak Ervin, bakar yang enak ya jangan gosong" pinta Sean menyodorkan alat pemanggang.

Ervin itu sangat pandai memanggang daging. Ia bilang dulu sempat ikut pelatihan memasak di kampusnya.

Mereka semua sibuk kesana kemari dan membiarkan Arza hanya duduk diam dan terima jadi.

"Yok makan yok, makanan ini spesial buatan Ervin. Jangan lupa tambah" ajak Sagara kepada seluruh adik-adiknya.

Karena Ervin masih sibuk memanggang tadi, ia terpaksa duduk ditempat yang masih kosong, yaitu disamping Arza.

"Enak ga masakan gue? Pas kan bumbunya?" Tanya Ervin memastikan, suaranya yang pelan sepertinya hanya sampai ke telinga Arza.

"Kakak bicara sama Arza?" Tanyanya ragu.

"Ya sama siapa lagi? Kuntilanak?"

"Oh hehe, iya ini enak banget kak. Bumbunya pas"

Ervin tersenyum tipis, entah apa yang merasukinya kenapa ia jadi seperti ini. Ervin memang mau berubah, tapi rasanya ini terlalu cepat.

Sagara melihat itu hanya bisa bersorak dalam hati, ia tahu Ervin itu mempunyai perasaan yang tersembunyi, yang akan ia ungkapkan di saat-saat tertentu.

Bahkan Sergio sedikit menjaga jarak dengan Arza agar ia bisa membuka ruang yang begitu luas untuk Ervin dan Arza saling memahami satu sama lain.

"Nanti Ervin dan Arza yang tidur di kasur atas lagi ya. Biar kakak dan Gio pakai kasur tambahan"

"Terserah kak"

Jujur, mereka ingin sekali meledek Ervin. Sepertinya liburan mereka kali ini dapat mencairkan hati seseorang yang membeku.

.
.
.

TBC!!!

Mohon maap jika ada typo dan kesalahan kalimat.

Ceritanya udah mengalir dengan baik kan? Apakah akan happy end?

Kita perbaiki dulu perasaan masing-masing.

Nanti-nanti lagi~~~

Augmentum & CantileverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang