13. Parah

373 26 2
                                    

Seminggu berlalu sudah, keadaan rumah kembali lagi seperti semula yang hanya dihuni keluarga Keizaro. Seperti biasa Sagara yang akan mengambil alih dapur agar adik-adiknya yang kuliah pagi bisa sarapan.

Katakan Sagara belum bisa bicara pada adik bungsunya, padahal Sagara merasa jika adiknya itu juga tengah kesakitan.

Saat melihat presensi adik bungsunya, Sagara mencoba biasa saja. Sepertinya cuma dia yang kelas pagi.

Mereka makan berdua dalam ketenangan.

"Arza pamit ya kak" Ia beranjak, tapi Sagara menahannya.

"Lo ga bawa mobil?"

Arza menggeleng. "Enggak hehe"

"Kenapa?"

Arza sedikit gugup. "Arza..Arza takut"

Sagara mengernyit, jadi selama ini adiknya ke kampus naik apa?

"Jadi lo ke kampus gimana?"

"Teman Arza jemput, kadang naik kendaraan umum. Arza duluan kak, udah telat"

Sagara menatap punggung yang menjauh itu, sepertinya ia sudah melakukan kesalahan besar. Memang tidak baik mendiamkan adiknya disaat ia berhasil selamat dari kecelakaan yang hampir membunuhnya itu. Apalagi melihat hanya dirinya yang baik-baik saja.

🏵🏵🏵

Dikampus, Arza lebih banyak diam. Beruntungnya ia kembali dipertemukan dengan Juandra, sahabat baiknya dari SMA.

Sebenarnya Juandra juga bingung mau kuliah dimana, alhasil dia ikut kemanapun kampus pilihan Arza.

"Tugasnya jadi banyak gini ya, kita baru semester 1 loh" omel Juan.

"Iya lu diam dulu kepala gue sakit banget nih"

"Makanya Ar jangan begadang, atau lu ga makan lagi?"

Arza diam sibuk meredakan denyutan di kepalanya.

"Ar keadaan kak Gio gimana? Gue turut bersedih dengar kabar kakak lo masih koma. Semoga cepet sadar ya" oceh Juan lagi, ia sepertinya kurang peka kepada Arza.

"Makasih Juan...btw lo ada kenalan kating angkatan 21 atau 22 gitu? Kayaknya tugas ini ga beda jauh sama punya kating dulu" Arza tak mau terlihat lemah, juga tak mau membahas Gio. Jadi ia alihkan pembicaraan.

"Ada kayaknya, emang lo yakin sama?"

Arza mengangguk "tanyain dulu, kalo emang beda yaudah entar gue coba kerjain"

"Jangan begadang lagi ya Ar, muka lo tiap hari pucet mulu. Apa lo sakit parah ya? Mau gue anterin periksa ke dokter?" Tanya Juan khawatir.

"Aman kok, yaudah ayo balik jurusan ini kelas terakhir loh"

.

.

.

Arza tak pernah menyangka jika Sagara akan memaksanya untuk ikut entah kemana. Tapi yang Arza tahu, wajah kakaknya nampak gelisah. Makanya tadi ia sedikit di paksa masuk kemobil.

"Lo ikut gue ke rumah sakit!!" Ucap Sagara datar.

"M-mau ngapain kak? Kak Gio udah bangun?"

"Belum"

Arza diam, penuturan kakaknya itu sangatlah dingin sehingga Arza tak mau berbicara banyak. Dia jadi takut, apa terjadi sesuatu?

Tiba di rumah sakit, ternyata ada Ervin dan Sevin yang sudah berdiri disana. Mata Ervin menunjukan kemarahan.

"Gio belum bisa bangun, dokter Thio kembali menemukan pendarahan di kepalanya. Dan untungnya ini ditemukan lebih cepat, bayangkan jika ini dibiarkan? Akan sangat fatal. Sekarang kita harus menyetujui operasinya lagi." Ucap Ervin.

Arza mematung, apa tadi? Pendarahan di kepala? Arza seperti lupa cara bernapas saking terkejutnya.

Ervin mendekat, mengambil alih atensi adiknya itu. "Lihatlah hasil perbuatan lo, lo buat Gio harus dihadapkan dengan hidup dan mati. Lo sadar ga sih?! Bisa-bisanya lo tenang-tenang"

"Ervin, mending lo dan kak Saga temui dokter" lerai Sevin, ia jadi merasa bersalah jika Ervin kembali melontarkan kalimat buruk kepada Arza.

"Bentar Sev!! Keadaan Gio makin hari makin parah asal lo tahu. Gue ga akan terima hal buruk lagi karena ulah lo kepada Gio"

Arza menangis, ia tak sempat mengatakan maaf karena rasanya percuma.

Sevin pun tak banyak bicara, ia pun menemani Arza yang sendirian disana.

"Sergio mengalami henti jantung pagi ini, dokter melakukan pemeriksaan dan menemukan pendarahan di kepalanya. Kabar ini belum diketahui Willy dan Seano. Tapi mereka sudah dihubungi untuk ke rumah sakit. Dokter bilang, kita harus siap dengan kemungkinan terburuk" Sevin bercerita, seolah menjawab pertanyaan di kepala Arza.

Dunia Arza runtuh. Tidak, ini tidak boleh terjadi. Tidak boleh ada yang pergi lagi.

Tak lama kemudian, William dan Seano datang. Seano tampak berantakan dengan wajah yang penuh air mata.

"Bilang ke gue kalo Gio udah bangun!! bilang ke gue kak hiks. Perasaan gue ga enak. Mana Gio? Mana dia kak" Seano menangis didekapan Sevin. Tangisan yang begitu memilukan.

Arza melihatnya juga ikut merasakan kesakitan itu.

Seano mendekat ke Arza yang menunduk sambil menangis.

PLAK

Untuk pertama kalinya, Seano menampar pipi Arza. Ia tak pernah mengira.

"PUAS LO HAH?! GIO HAMPIR MATI GARA-GARA LO" Seano meraung, dan ditahan oleh Sevin.

Arza kembali merasakan kepalanya berdenyut sakit, semakin ia menangis, kepalanya seakan mau pecah. Arza mundur hingga bersandar ditembok, tangannya mencekeram kuat dadanya yang nyeri dan sesak. Juga pandangannya yang memburam.

"Sean udah! tenang ya. Gio akan di operasi doakan dia selamat" Sagara dan Ervin datang disaat keributan antara adiknya itu.

Nafas Arza semakin berat, ia tak bisa lagi menopang tubuhnya. Willy yang menotice itu terlihat panik.

"Arza!! ARZAKA" Teriaknya saat melihat tubuh itu jatuh. Matanya terpejam dengan napas yang berat.

Semua pun panik, Willy meminta kakaknya untuk memanggil dokter. Darah kembali mengalir di hidung Arza.

"Maafin Arza kak"

.
.
.

TBC!!!


Ayuk kenalan dengan Sahabat Arza, si Juandra
(Jungwon from Enhypen)

- Sahabat baik Arza- Ceria- Peka dan Pengertian- Selalu dapat diandalkan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

- Sahabat baik Arza
- Ceria
- Peka dan Pengertian
- Selalu dapat diandalkan

Augmentum & CantileverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang