21. Deep Talk

298 29 4
                                    

Keesokkan harinya seluruh keluarga Keizaro diminta ke rumah sakit kecuali Ervin. Yang anak kuliahan sudah lebih longgar karena sudah menyelesaikan minggu terakhir di perkuliahan. Yang artinya sisa menunggu nilai saja.

Jam menunjukan pukul 10 pagi. Mereka bertemu di parkiran.

"Nanti siang Arza di pindahkan ke ruang rawat. Yang tidak sibuk mungkin bisa temenin, gantian-gantian karena hari ini kakak mau pergi dengan Ervin. Mengurus sesuatu yang penting" Jelas Sagara tanpa melihat adik-adiknya.

"Arza sudah sadar?" Tanya Sevin.

Sagara menggeleng, "Ada sesuatu yang harus Ervin tahu. Selama ini dia yang terang-terangan tidak menyukai Arza."

Semua sontak saling pandang, tidak mengerti arah pembicaraan kakaknya.

"M-maksdu kak Saga apa?" Wajah Sergio menuntut penjelasan.

"Tentang kelahiran Arza. Ervin...harus bisa bersikap dewasa di keadaan seperti ini" Jelas Sagara.

"Kak..." lirih Sevin

"Udah cukup selama ini kakak sabar menghadapi dia, jika kita bisa meluruskan semua kesalahpahaman ini, kakak yakin Ervin bisa perlahan menerima Arza"

Sevin menggeleng "enggak, Ervin selalu tertekan kak, papa dan mama selalu melampiaskan kemarahan kepada Ervin, apa kakak gak kasihan?" Ucap Sevin lagi.

"Lalu?! Kakak harus gimana? Kalian semua tidak ada yang bisa memberikannya pengertian? Satu-satunya cara, kakak harus bicara berdua dengan Ervin dan mungkin membuka luka lama"

"Kakak cuma minta kalian temenin Arza, kalau masih keberatan juga gapapa, masih ada perawat, masih ada dokter" sentak Sagara sepertinya sudah muak dengan semua tekanan ini, membuat adik-adiknya meringsut takut.

🏵🏵🏵

Oke setelah sedikit mengeluarkan emosi, disinilah Sagara dan Ervin sekarang. Di dalam mobil yang membawa mereka ke luar kota. Ke pemakaman kedua orang tua mereka. Tidak ada pembicaraan, tidak ada suara dan keheningan menemani perjalan mereka berdua.

Mobil Sagara telah berhenti di pemakaman yang cukup terkenal. Sandiego Hills.

Ervin tak berekspetasi jika kakaknya akan membawanya kesini.

"Kak Saga, kenapa kesini?" Ucapnya penasaran.

"Kita harus bicara, biar papa dan mama bisa dengar juga" Sagara membuka payung besar untuk menghalau sinar matahari yang cukup panas. Sagara berjalan mendahului sang adik, melangkah menuju dua makam yang indah.

"Ervin, kapan terakhir lo berziarah ke makam papa dan mama?" Tanya Sagara dengan tenang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ervin, kapan terakhir lo berziarah ke makam papa dan mama?" Tanya Sagara dengan tenang.

"Eum...d-dua tahun lalu?" Ervin tak begitu ingat.

"Lo tahu gak kenapa mama masih memperjuangkan Arza agar lahir? Padahal mama punya karir yang begitu bagus?" Ya, kini Sagara akan membuka satu hal yang menjadi luka baginya.

Ervin menggeleng tak tau.

"Anak bungsu akan menjadi harapan terakhir orang tua. Ketika apa yang orang tua inginkan dari anak anak besarnya tidak dapat dipenuhi, maka anak bungsu selalu menjadi harapan terakhir." Jelas Sagara.

"Apa yang tidak kita penuhi sehingga papa dan mama berharap kepada Arza?" Tanya Ervin.

"Di saat satu per satu kakaknya mulai meninggalkan rumah dan mempunyai kehidupan masing-masing, maka tinggalah anak bungsu yang menjadi satu-satunya harapan orang tua. Anak bungsu yang harus siap merawat orang tua di masa tua nanti serta membahagiakan seperti yang dilakukan kepada kita di waktu kecil."

Ervin terdiam. Membenarkan perkataan sang kakak.

"Tapi sayangnya, umur papa dan mama tidak sepanjang itu dan lo selalu menunjukan ketidaksukaan didepannya"

"T-tapi papa dan mama nuntut Ervin selalu sempurna. Ervin harus pintar, rajin, disiplin bahkan Ervin gaboleh nongkrong sama temen. Papa dan mama belain Arza yang waktu itu main sampai lupa waktu. Kakak pikir Ervin ga sakit hati?"

"Dia tetap adik kita Er..." Sagara menatap manik berkaca-kaca adiknya.

"Yang akan selalu Ervin benci kak" lirih Ervin.

"Kakak gak minta lo deket atau peduli sama Arza. Kakak cuma minta Ervin bisa menerima Arza sabagi adik bungsu yang sudah diperjuangin mama. Jangan benci dia lagi"

Ervin meremas rumput hijau menahan emosi.

"Ervin yang lihat mama nangis-nangis, meracau karena harus hamil lagi. Mama ga bahagia, mama juga melampiaskan kekesalan ke Ervin bahkan ke Sevin. Kita juga masih anak-anak waktu itu loh, kak Saga lupa? Bahkan Sevin, Willy pun trauma selalu kena marah papa dan mama. Kakak ga kasihan? Bahkan waktu dulu, kak Saga yang bilang dia yang udah buat mama menderita" Ervin masih menahan emosinya, sangat tidak etis ia berteriak di depan sang kakak yang selama ini mengurusnya.

"Iya itu dulu Er dulu, setelah Arza lahir mama sadar kalau Arza adalah harapan yang selama ini papa dan mama cari. Makanya mama merasa bersalah dan ingin Arza bahagia" jatuh sudah air mata yang ditahan Sagara. Ia langsung mengusapnya.

Ervin berdecak kesal.

"Kakak gak pernah ngertiin Ervin, oh enggak, kak Saga ga pernah ngertiin diri sendiri, yang kakak lakukan itu semata-mata karena kakak diberi amanah sama papa mama padahal Kakak tidak mau menanggung beban seberat ini. Arza tetap kesalahan kak"

Mungkin bagi Sagara yang paling mengerti dirinya hanyalah Ervin, meski ia punya enam adik.

"Kalau bukan karena Arza, kakak sudah bisa menyelesaikan S3 kakak ke luar negeri, tidak bergantung pada perusahaan papa dan tidak menjadi pengganti orang tua buat kita. Kakak kecewa dan benci disaat yang sama tapi kakak memilih diam."

Sagara membenarkan itu semua, ia tersenyum menatap adiknya yang wajahnya sudah memerah karena menangis itu.

"Meski papa dan mama masih hidup pun, kakak akan selalu menjadi orang pertama yang memperhatikan kalian. Dulu, papa selalu bilang agar kakak bisa memberikan contoh yang baik dan menjadi panutan, tapi mama berkata agar kakak menjadi penopang. Kenapa? Agar kita semua tidak roboh, agar kita semua bisa bangkit dari segala jenis kesedihan, keterpurukan, kekecewaan ini Er. Dua tahun bukan waktu yang singkat."

Ervin meremas bunga yang ia tabur diatas makam orang tuanya itu, seperti meminta agar mamanya bisa ada disini dan memeluknya.

Yang paling berat menanggung semua ini ternyata Sagara selaku anak sulung. Dan Ervin disana seolah merasa paling tersakiti bahkan selalu ingin di mengerti. Seharusnya memang ia bisa menjadi salah satu penopang untuk adik-adiknya.

"M-maafin Ervin kak, Ervin terlalu sakit hati, Ervin tidak bisa menjadi kakak yang baik" Tangisnya dihadapan sang kakak.

Sagara tersenyum, ia pun memeluk Ervin dengan erat.

"Ayo kita semua berdamai dengan keadaan. Kita mulai semua dari awal lagi" ucap Sagara.

.
.
.

TBC!!!

Mohon maap kalo ada typo dan kesalahan kalimat ya.

Aku nulis partnya sedikit demi sedikit guys, takutnya sebuah scene yang terlintas di kepala lenyap gitu aja atau kadang berubah 🥲.

Enjoy the story karena semua ini hanya imajinasi dari penulis 😁

Nanti-nanti lagi ya~~~


⚠️ Sumber semua gambar yang ada di cerita ini dari pinterest ya

Augmentum & CantileverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang