8. Time Passes

326 28 1
                                    

Who feels that time goes by so fast?

Whatever it is, keep your spirits up guys

Ayo gaskeun...😤

.
.
.

Jakarta 2023

Tahun-tahun sudah terlewati dan hari-hari yang di jalani tidak ada yang spesial.

Mungkin beberapa orang merasa jika waktu memang berjalan begitu cepat. Lagian, bicara soal waktu, semua pasti merasakan hal-hal pahit maupun manis dalam hidupnya.

Seperti Arza, pemuda itu sudah menginjak status 'mahasiswa baru' di kampus yang sama dengan kakak-kakaknya. Ia dilarang merantau.

Tapi tak apa, kini sebagai mahasiswa ia sedikit lebih bebas. Ia di izinkan membawa kendaraan sendiri maupun pulang telat sampai malam.

Selama 2 tahun ini, semua masih seperti biasanya. Semua diam dan tak peduli jika itu menyangkut dirinya. Seperti ada saja dalam benak mereka jika dirinya ini tetap kesalahan.

Kecuali Sergio yang mengatakan jika ia bisa menjadi tempat berkeluh kesah.

Arza paham, selain Sergio dan mungkin kakak sulungnya, ia memilih semakin menarik diri dan juga ikut menjauh.

.

.

Cahaya di langit mulai redup menghantarkan warna jingga. Arza mengemudikan mobilnya dengan santai.

Hehe kini Arza sudah boleh mengendarai mobil. Salah satu wasiat dari orang tuanya.

Rumah yang menjadi tempat ia di ajarkan dewasa sebelum waktunya hingga kini ia benar-benar dewasa.

"Arza..." Panggil seseorang yang kini berdiri di hadapannya.

"Kak Sergio?"

"Gue mau ngomong berdua sama lo boleh?"

Rasanya seperti deja vu. Disaat ia diajak untuk sekedar mengobrol.

Arza mengangguk, mengikuti langkah sang kakak ke arah dapur.

"Yang lain kemana kak? Rumah kok sepi banget?"

"Lo lupa? Acara di rumah opa dan oma di Bogor. Sekaligus memperingati hari kematian papa mama"

Arza terdiam. Bagaimana ia bisa melupakan hari penting ini?

"Maaf kak..." cicitnya.

Sergio menghela napas kasar, entah kenapa semenjak Arza kuliah, anak itu jadi sering pulang malam dengan alasan mengerjakan tugas atau kegiatan di kampus.

"Gue di suruh nungguin lo pulang dari kampus. Mending lo siap-siap deh" Ucap Sergio apa adanya. Sebenarnya ia agak kesal, karena ia akan ditanyai terus menerus.

"Kak Sergio mau ngomong hal penting sama Arza tadi kan?"

"Iya, tapi nanti aja"


🏵🏵🏵

"Maaf kak, Arza beneran lupa hari ini." Ucapnya lagi saat mereka sudah di perjalanan menuju Bogor. Mereka menggunakan kereta api, karena mobil Sergio sudah ada disana.

"Gue sih ga masalah. Ga tau kakak-kakak lo yang lain" jawab Sergio tanpa menatap sang adik. Arza jadi merasa sangat menyesal.

Arza kini diam, perjalanan ke Bogor menggunakan kereta cukup memakan waktu. Hingga tiba di stasiun Bogor, Seano sudah menunggu disana dengan wajahnya yang jengah karena lama menunggu.

"Jangan lo omelin gue, mending kita cepat ke rumah opa dan oma" Sergio berucap sebelum kembarannya itu mengomel.

.

.

.

PLAK

"LO LUPA HARI PENTING INI" Ucap Ervin sambil menampar pipi kiri Arza, keluarga Keizaro berada di halaman belakang jauh dari jangkauan tamu-tamu.

"BISA-BISANYA LO DATANG DISAAT ACARA UDAH MAU SELESAI"

Saudaranya yang lain hanya diam tanpa berminat membela.

"M-maaf kak..."

Ervin mendekat, menatap tajam wajah adiknya yang penuh air mata itu. "Lo ga bisa lupain hari dimana lo jadi pembunuh dan buat hancur hidup gue"

Ervin menyudahi marah-marahnya, ia juga tak mau memasang wajah jelek di hadapan tamu-tamu. Sagara juga tak berniat berkomentar, sepertinya dia sudah lelah duluan mengurusi acara ini. Jadi ia biarkan Ervin yang bertindak.

"Ayo kedalam, lo harus salaman sama Opa dan Oma" Ajak Sergio.

Delvin dan Amara adalah orang tua dari Mama mereka.

Delvin itu seorang Pendeta, ia sangat religius. Sedangkan Amara hanya pensiunan kantoran.

"Arzaka, cucu opa yang tampan. Sudah kuliah kan?"

Arza mengangguk. Saat hendak menyalami Amara, wanita itu cuek dan memasang wajah tak bersahabat.

"Saya dengar kamu datang paling terakhir, benar-benar tidak punya hormat." Ucapnya sarkas. Delvin langsung menegurnya.

"Jangan berkata seperti itu"

"Sudahlah, jangan buat saya muak, mending kamu pergi saja. Jika bukan karena kamu, Ana pasti masih hidup hiks" Amara mulai terisak. Delvin memutuskan membawa istrinya menjauh.

Arza selalu merasa jika memperingati kematian orang tuanya, ia selalu disalahkan. Kakak-kakaknya akan bersikap dingin dan bodo amat.

"Ayo, kita pergi dari sini. Toh acaranya udah selesai"

Di satu sisi, Arza sangat-sangat bersyukur memiliki kakak yang bisa selalu ada untuknya.

Sergio pun mengajak Arza berjalan di taman tak jauh dari rumah opa oma nya. Karena setelah ini, Sergio yang bertanggung jawab membawa Arza kembali pulang ke Jakarta.

Nampak wajah murung yang tadi ditunjukan mulai hilang digantikan dengan wajah riang khas Arzaka.

.
.
.

Have a nice day guys 🌻

Masih menunggu si Seunghan Seunghan itu balik 😌

Masih menunggu si Seunghan Seunghan itu balik 😌

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Kapan-kapan lagi 🫶🏻

Augmentum & CantileverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang