Sagara membawa Ervin kedalam pelukannya. Dan akhirnya Ervin menangis begitu keras, ia mengeluarkan seluruh isi hatinya lewat air mata dan isakan meracau sambil memukul-mukul lantai.
Sevin pun ikut memeluk Ervin, sebagai saudara kembar, Sevin seperti gagal memahami isi hati Ervin.
Berbalik ke belakang, Sagara menghampiri Arza yang lemas bersandar di tembok, masih dipegang oleh Sergio.
"Arza...maafin Ervin, kakak menyesal tidak bisa memahaminya sampai dia melampiaskan semuanya ke lo." Ucap Sagara.
"Kak...leher Arza merah banget. Dia juga terserang demam, sebaiknya biarkan dia istirahat di kamar" ujar Sergio.
Sagara mengangguk. Membiarkan Sergio membawa Arza masuk ke kamar.
Lalu mata Sagara menangkap raut ketakutan lainnya.
"Willy dan Sean? Kalian kenapa? Takut ya?" Tanya Sagara lembut.
Willy dan Sean saling menatap, tatapan yang tidak bisa berbohong.
"Maafin kejadian hari ini ya, sebaiknya kalian istirahat saja di kamar."
Beruntungnya Sagara adalah, ia memiliki adik yang penurut, seperti Willian dan Seano. Tapi Sagara tak bisa membiarkan perasaan takut yang di pendam oleh mereka itu. Suatu hari mereka harus melepas perasaan itu.
Kembali lagi kepada adik kembarnya ini. Ervin dan Sevin masih duduk dengan saling peluk-pelukkan.
"Ayo ke kamar kakak"
🏵🏵🏵
Sergio kini menemani Arza di kamar, adiknya itu sudah tertidur setelah meminum obat. Jejak kemerahan di leher Arza membuat pikiran Sergio kacau.
Rasa ganjil di hatinya kini berubah. Yang sebenarnya di butuhkan Arza hanya keadaan yang kembali seperti semula.
CKLEK
Masuklah dua orang yang pastinya itu Willy dan Sean.
"Astaga, wajahnya pucat sekali, lehernya juga merah" Pekik Seano dan langsung mendapat geplakan sayang dari Willy.
"Kagetnya biasa aja dong"
Sergio tersenyum.
"Gimana keadaan dia?" Tanya Willy.
"Arza sakit. Tapi ga mau orang tahu kalau dia sakit"
"Gio...apa bener yang kak Ervin bilang? Soal dia anak yang tidak di inginkan? Lo tahu sesuatu kan?" Tanya Sean.
Sergio menghela napas dan mengangguk.
"Kak Willy tahu juga kan? Ih kalian kok sembunyiin ini dari gue sih?" Sean kesal.
"Bukan sembunyiin, lo nya aja yang bodo amat." Balas Willy.
"Ck, yaudah ceritain!"
"Ga mungkin gue cerita disini bego, anaknya lagi bobo" Ucap Sergio.
"Persingkat aja anjir, gue juga ga kepo kepo amat"
Sergio mengangguk lagi, random sekali tingkah kembarannya.
"Intinya, Arza tidak diinginkan karena hadir saat papa dan mama dalam masa merintis karir. Untuk kesekian kalinya mama harus merelakan karir untuk melahirkan anak. Saat mau melahirkan Arza...Mama memilih mengundurkan diri dari segala pekerjaan kantor yang berat"
"Kalau demikian, kita semua juga bersalah dong. Hadir disaat orang tua merintis karir besar" celetuk Seano. Willy dan Sergio hanya menatap tapi membenarkan itu.
"Biar gimana pun, kelahirannya bukan kesalahan. Kalau emang tidak mau merawat anak, ya sudah jangan buat anak lagi." Ucap Sean lagi dengan blak-blakan.
"iya iya sudah, ga ada yang salah. Pemikiran orang putus asa emang ga bisa di kendalikan." Sergio pun menyudahi pembicaraan sensitif itu.
.
.
.
"Udah lebih baik?" Tanya Sagara saat Ervin meminum air hangat yang ia berikan.
Siapa bilang jika Sagara tidak marah?
Dia sangat marah.
"Lo kenapa pulang-pulang langsung ngelakuin hal itu? Lo sadar ga sih pas ngelakuin itu?" Tanya Sagara dengan emosi.
"Jawab Ervin!!"
"Gue sadar kok. Gue sadar dia yang udah buat gue sampai gila kayak tadi. Kak Saga tahu ga apa yang terjadi?" Ucap Ervin.
"Apa? Lo mau bilang kalau dia yang udah bunuh papa mama lagi?" Tanya Sagara kali ini intonasi suaranya cukup tinggi.
"Gue gagal kak. Gue gagal sebagai pengganti papa. Semua orang bilang gue belum bisa melakukan yang terbaik, mereka bilang gue belum pantas. Gue selalu salah di mata mereka, katakan kak? Siapa sebenarnya yang salah?!" Air mata Ervin menetes saat mengatakan itu. Seketika membungkam Sagara dan Sevin.
"GUE NGALAH SAMA KAK SAGA JADI DIREKTUR GANTIIN PAPA, SEKARANG KETIKA GUE STRESS DENGAN STATUS ITU. KENAPA GUE GA BISA MARAH? KENAPA KAK?" Teriak Ervin tepat di depan wajah Saga.
Sevin kembali menenangkan Ervin yang emosinya sudah meluap-luap.
"Kalo lo marah sama gue, bilang ke gue, lo jangan melakukan hal yang merugikan diri lo sendiri. Lo teriak ngatain Arza pembunuh padahal lo juga bisa jadi pembunuh Er. Gue udah bilang berkali-kali sama lo sama adik-adik juga, kalau ada apa-apa cerita sama gue, gue siap dengerin apapun keluh kesah kalian. Bukan gitu caranya untuk melampiaskan amarah lo Er." Sagara mengambil penuh atensi Ervin. Mata adiknya yang merah dan berkaca-kaca kini terlihat memancarkan luka tak terlihat.
Sagara mendekat, memeluk tubuh yang rapuh itu. Dan lagi, Ervin menangis menumpahkan semuanya pada si kakak sulung. Seharusnya Ervin bisa mengendalikan emosinya karena dia punya kakak yang sangat baik hati. Plus saudara kembar yang pengertian.
"Maafin gue kak..."
"Kakak juga minta maaf, ini sangat sulit buat lo. Kakak nyesel ga setuju waktu ahli waris Papa menunjuk gue sebagai pengganti dan mengalihkanya ke lo. Kalau lo mau gue gantiin, gapapa, asal lo janji sama kakak, lo jangan ngelakuin hal kayak tadi lagi, jangan buat dia semakin terluka. Gimana Er?" Ucap Sagara lembut, sambil mengelus rambut adiknya itu.
"Makasih kak, iya gue janji" Ucapnya pelan.
Pada akhirnya, Ervin menyerah dengan keputusannya sendiri. Dia memang tidak bisa menjadi seperti papa nya jika di tekan oleh keadaannya yang masih menjadi neraka baginya.
"Tapi...gue masih benci dia kak"
TBC!!!
.
.
.Hari ini Wonbin ulang tahun guysss.
Happy birthday Wonbin 🥳💝
KAMU SEDANG MEMBACA
Augmentum & Cantilever
Fanfiction[COMPLETE] ✅️ Tahu arti kata Augmentum dan Cantilever? Augmentum berasal dari bahasa Latin yang artinya Rise atau bahasa Indonesianya Bangkit, Naik atau bisa juga bertambah. Sedangkan Cantilever adalah kata dari bahasa inggris yang artinya Penopang...