Seano kini jengah karena si kembaran terus menanyakan keadaan si bungsu. Sergio bahkan panik sendiri jika mengingat kecelakaan itu. Jika saja dirinya sampai koma, bagaimana dengan Arza?
"Jawab gue Se, Arza baik-baik saja kan? Tadi katanya masuk UGD" Tanyanya lagi entah keberapa kalinya.
"Gue ga tau, lo kenapa sih tanyain dia mulu. Dia tuh ga peduli sama lo, gue yang selalu nunggu lo bangun" ucap Sean kesal.
"Dia ga baik-baik aja, gue yakin itu" gumamnya pelan.
Cklek
Masuklah Sagara, Sevin, Ervin dan Arza. Membuat Sergio mengulas senyum saat bisa melihat adiknya berdiri disana.
"Arza!!" Panggil Sergio dengan senang, yang di panggil pun menatap sang kakak dengan sendu.
Akhirnya kakaknya itu sudah baik-baik saja.
Sagara menuntun Arza mendekat ke arah Sergio.
"Astaga, lo kenapa huh? Sakit? Wajah lu pucet banget, lebih pucet dari gue".
Arza tersenyum, menyentuh wajahnya. Lalu mata itu mulai basah.
"M-maafkan Arza ya kak. Karena Arza, Kak Gio jadi sakit"
"Bukan salah lo, udah ya. Gue yang minta maaf karena kurang hati-hati. Syukurlah lo baik-baik aja" Sergio berucap penuh sesal. Jika mengingat malam itu rasanya Sergio ingin sekali memaki siapapun yang menyebabkan kecelakaan di jalan Tol itu.
Sergio jadi curiga sesuatu.
"Kalian ga marahin Arza karena kecelakaan ini kan? Iya kan kak?" Entah kepada kakak siapa Sergio berucap.
Semua diam.
"Sean lo ga mungkin marahin Arza kan? Gue kan bilang ke lo jangan sakitin dia".
Sean terdiam, mengingat jika ia pernah menampar adiknya itu. Tapi bagi Sean itu karena dia terlalu takut kehilangan Sergio.
"Kecelakaan ini sama persis dengan kejadian papa mama, Gio yakin kalian marahin Arza lagi kayak dulu. Percaya sama Gio kak, yang sebenarnya itu Gio yang salah. Kita cuma ngobrol tiba-tiba Gio mengemudi kecepetan. Terus mobil kita ketabrak, kalo Gio ga lindungi Arza, Arza mungkin yang paling parah. Mungkin saja tidak selamat karena mobil sempat terpental jauh."
Mendengar penjelasan itu. Kini semua tahu kenapa Arza aman tanpa keadaan luka yang parah.
"Kalo sampai itu terjadi, kalian pasti ngatain Gio pembunuh juga kan. Sama seperti yang kalian lakukan ke Arza sekarang".
Sergio tidak peduli lagi apa yang ia katakan, persetan dengan keadaan. Mereka memendam ini sudah terlalu lama.
Willy nampak santai disana, mengambil atensi Sergio yang emosinya tidak stabil.
"Gio...kita semua disini memang seperti yang lo pikirin, kita nyakitin Arza, kita manusia. Pasti punya perasaan akan marah dan kecewa. Udah ya kita cukup diberitahu jika kecelakaan itu bukan salah siapapun. Dan jika memang lo berpikir kami menyalahkannya...itu semua karena kejadian di masa lalu dan sekarang belum membaik. Lo pasti ngerti maksud gue Gi"
Willy sudah tidak tau bicara seperti apa. Lagian, memang saudaranya yang lain menyakiti Arza.
🏵🏵🏵
Sekitar hampir 2 minggu mendekam di rumah sakit, Sergio akhirnya di perbolehkan pulang dengan catatan melakukan pemulihan mandiri dan tidak diperbolehkan melakukan pekerjaan yang berat.
Mendengar cerita Seano yang ia hampir mati sampai melakukan operasi tiga kali. Pantas saja seluruh saudaranya kini sangat protektif.
"Gio, kakak izinkan kamu mulai kuliah minggu depan ya. Dan selama belum kuliah, Lo harus kontrol ke rumah sakit seminggu sekali" ucap Sagara saat mereka tengah makan malam.
Sergio mengangguk paham. Ia melihat semua saudaranya, menghitungnya dan sadar jika tak ada adik bungsunya di ruang makan ini.
"Arza dimana? Dia gak makan malam?" Pertanyaan Sergio tak di jawab siapapun. Sergio kesal sendiri.
"Kalian kenapa ya bisa-bisanya makan dengan enak tapi ada satu orang di rumah ini yang juga belum makan. Please lah kalo benci ya benci aja, jangan menjadi orang yang tidak punya hati gini dong".
Sergio mengambil piring kosong, mengisinya dengan nasi dan lauk. Lalu berlalu begitu saja menuju kamar Arza.
Percayalah Sergio menahan air matanya, ia juga tak mau mengatakan kalimat itu.
Tok tok tok
"Arza, kakak masuk ya".
Sergio masuk kedalam kamar yang sedikit gelap, hanya lampu belajar di meja yang menyala. Ia menemukan adiknya bergulung di dalam selimut dengan berkeringat dingin.
"Loh Arza kenapa? Lo sakit ya?".
Tanpa dicek pun, wajah pucat Arza sudah menjawab itu semua.
Lagi, Sergio menahan emosi sedihnya.
"K-kakak?" Arza sedikit terkejut, ia paksa tubuh lemasnya untuk duduk.
"Lo belum makan, sini makan dulu, gue suapin ya".
Arza tak menolak, jujur ia memang lapar karena seperti biasa ia akan makan ketika semua kakak-kakaknya selesai makan.
"Besok kita periksa ke dokter ya. Sakit kepala yang lo rasain tidak bisa kita sepelekan".
"Tapi kak Gio baru pulang dari rumah sakit, harus banyak istirahat".
Gio tersenyum "Dibanding khawatirin gue, gue tuh lebih takut terjadi hal serius sama lo. Lo tuh yang paling mudah sakit. Waktu lo kecil papa dan mama kewalahan banget karena lo demam tinggi sampai di rawat di rumah sakit".
"Huh Kak Gio kok inget kejadian itu. Arza dulu memang langganan masuk rumah sakit hehe" kini Arza pun ikut tersenyum.
"Gapapa, intinya besok lo periksa gue temenin".
Arza mengangguk, namun ia sedikit takut jika hasilnya buruk.
"Kak...kalo hasil pemeriksaan nya sudah keluar. Janji jangan kasih tau yang lainnya ya?".
"Kenapa?".
"Jangan dulu. Arza tidak mau menambah beban lagi. Kalau bisa Arza atasi sendiri tanpa kakak-kakak yang lain".
Sergio pun setuju, meski ia tak yakin menyembunyikan hal ini adalah tindakan yang benar.
"Tapi inget, Arza punya kak Gio yang akan selalu peduli sama Arza. Gue akan selalu berada di pihak lo".
Arza tersenyum, hatinya sangat tenang mendengar itu. Dulu, ia harus berjuang sendirian, tanpa berpikir suatu saat semua akan membaik. Berkat Sergio pun, Arza bisa bangkit perlahan.
.
.
.TBC!!!
Happy holiday, nikmati long weekend nya ya guys. Yang mudik, hati-hati di jalan.
Anak rantau yang gabisa pulang kampung, bersabar saja ya 😁
Dikitttt lagi lebaran 😄
KAMU SEDANG MEMBACA
Augmentum & Cantilever
Fanfiction[COMPLETE] ✅️ Tahu arti kata Augmentum dan Cantilever? Augmentum berasal dari bahasa Latin yang artinya Rise atau bahasa Indonesianya Bangkit, Naik atau bisa juga bertambah. Sedangkan Cantilever adalah kata dari bahasa inggris yang artinya Penopang...