Sek sek guys. Yuk lanjut....gaskeun
.
.
.William menatap adik bungsunya yang damai tertidur. Disaat saudaranya yang lain sibuk menunggu operasi Sergio yang di lakukan malam ini.
Tidak ada yang khawatir, mereka juga bingung harus bagaimana. Ervin seperti sudah muak dan Seano yang seperti kehilangan separuh jiwanya. Jika mengingat masa-masa dulu, hanya Sergio lah yang akan peduli pada Arza.
Cklek
Masuklah Sevin, ia pun mendekat ke arah William.
"Jadi...dia kenapa? Apa kata dokter?" Tanya Sevin.
Willy menggeleng tanda ia tak terlalu tahu. "Telat makan aja kayaknya."
"Mana ada telat makan sampai pingsan gini. Dia merintih kesakitan sambil pegang kepalanya masa kena asam lambung? Pasti ada sesuatu" gumam Sevin. Ia jadi penasaran, adiknya ini mudah sekali sakit.
"Ck mana gue tahu kak, dulu aja Gerdnya kambuh sampai masuk rumah sakit. Dokter juga bingung kali anaknya keras kepala dari dulu ga mau periksa" ucap Willy dengan nada datarnya.
"Periksa kesehatan? Semenjak dia kuliah jadi sibuk. Tapi emang paling gampang sakit sih. Wajahnya pucet terus."
"Bukan. Semenjak dia kecelakan sama papa dan mama. Kan dokter anjurkan pemeriksaan lanjutan. Makanya kak jangan gengsian, peka dikit kalo adiknya kesakitan" kini Willy jadi gemas sendiri melihat kakaknya yang nampak kebingungan.
"Ya gimana Will, kita dulu histeris banget dapat kabar kecelakaan papa dan mama. Mana meninggal di tempat kan. Anehnya dia malah sehat tanpa luka sedikit pun. Sekarang terulang lagi kejadian yang sama persis. Gue bingung sendiri"
Willy menghela napas, ia akui dirinya juga bingung dengan takdir yang mempermainkan kehidupan. Ketika masa dimana amarah besar itu sangat mencekam sampai rasanya seisi rumah akan hancur.
"eunghh..."
Lenguhan itu menghentikan pembicaraan dua pemuda disana.
🏵🏵🏵
"Udah Sean, jangan nangis terus. Operasinya berjalan lancar kok. Udah ya nanti kepalamu pusing loh" bujuk Sagara.
"Sean boleh lihat Gio sekarang? Dia pasti bangun kalo Sean yang jenguk" Pintanya dengan isakan kecil.
"Nanti ya? Kayaknya kalian semua harus pulang ke rumah. Biar Sergio kakak aja yang jaga"
"Jangan kak, biar Ervin aja yang di rumah sakit. Kak Saga bilang mau ke kampus kan? Untuk perusahaan biar Ervin sambilan dari rumah sakit gapapa" Ervin menawarkan dirinya, ia juga capek sendiri melihat si kakak yang terus memaksakan diri.
Lama berbincang, munculah Sevin, William dan Arza, adiknya itu ta.pak baik-baik saja meski rona pucatmya tak hilang. Ervin langsung membuang muka.
"Ervin, titip Sergio ya. Kalo ada apa-apa segera hubungi kita semua" pesan Sagara dan disetujui oleh Ervin.
Malam yang larut itu menghantarkan keluarga Keizaro agar pulang dan mengistirahatkan tubuh lelah itu. Meski dirundung oleh rasa cemas tapi mereka juga harus memikirkan diri sendiri.
.
.
.
Kampus
Arza dan Juan berjalan di koridor yang membawa mereka menuju perpustakaan pusat kampus.
Mata Arza melihat sebuah mading perpustakaan yang berisi sebuah permohonan doa oleh PMK kepada salah satu mahasiswa jurusan Psikologi, nama Sergio tertera disana.
"Juan, lo join PMK emang mendoakan orang sakit juga ya?" Tanya Arza, matanya masih terpaku pada kertaa di mading itu.
"Loh iya, doa bersama tiap Jumat. Itu permohonan doa dari tiap Jurusan dan kayaknya kakak lo bakalan di doakan."
Arza terharu, kakaknya pasti orang yang baik dan sangat penting sehingga banyak yang ingin mendoakannya.
🏵🏵🏵
Arza pulang lebih awal, mengerjakan tugas bersama Juan tak ada selesainya, ujung-ujungnya ia akan kembali menyelesaikannya di rumah.
Ada dua mobil terparkir di halaman. Salah satunya adalah mobil Arza yang belum berani ia sentuh semenjak kecelakaan. Mengingat sang kakak, Arza jadi sadar, ia belum pernah di izinkan menjenguk Sergio. Padahal, ia hanya ingin mengatakan maaf.
Langkah Arza terhenti saat hendak menaiki anak tangga, kepalanya kembali sakit seperti ditempa beban yang begitu berat. Pandangannya memburam, ia bertumpu pada pegangan tangga.
"akh s-sakit banget" Rintihnya.
Arza merasakan cairan kental berwarna merah mengalir dari hidungnya. Ah mimisan lagi, selalu terjadi jika kepalanya sakit.
Tidak bisa dibiarkan, Arza mengambil ponselnya menghubungi siapapun yang bisa ia mintai tolong. Tapi, belum sempat tersambung, tangan itu terkulai lemah, matanya perlahan tertutup, Arza merasakan kembali sesak napas. Ah apa karena telat makan lagi?
Ervin menjatuhkan dokumen-dokumen nya saat melihat Arza pingsan didepan matanya. Awalnya Ervin mengira anak itu menangis makanya menunduk. Tapi ternyata tidak.
"Arzaka!! Lo kenapa?" Ervin cemas melihat wajah pucat dihiasi darah. Tanpa menunggu lama lagi, ia segera menggendong adiknya ke mobil. Tujuannya adalah ke rumah sakit.
Ervin pun menelepon sang Kakak, si kembarannya Sevin, siapapun karena dia sedikit panik.
"Kak Saga, Kakak dimana?"
"Lo yang dimana Ervin, katanya tadi pulang sebentar. Oh ya ada kabar baik. Gio udah sadar, ini mau di pindahin ke ruang rawat. Sini cepetan"
Ervin melirik Arza yang terpejam dengan damai.
"Arza...Arza sakit kak..."
.
.
.TBC!!!
Sorry kalo ada typo
Agak sulit menulis di bawah tekanan tugas-tugas ya guys, sorry kalo updatenya agak lama. Tapi cerita ini akan terus berlanjut kok. 😉
Keep the spirit guys....💪❤️🔥
KAMU SEDANG MEMBACA
Augmentum & Cantilever
Fanfiction[COMPLETE] ✅️ Tahu arti kata Augmentum dan Cantilever? Augmentum berasal dari bahasa Latin yang artinya Rise atau bahasa Indonesianya Bangkit, Naik atau bisa juga bertambah. Sedangkan Cantilever adalah kata dari bahasa inggris yang artinya Penopang...