23. Jujur

324 32 2
                                    

P

Next Kuy

.
.
.

Mata itu perlahan terbuka tapi tertutup kembali karena cahaya yang menyilaukan, agak lama dan akhirnya mata itu terbuka sempurna. Ia menatap lemah seseorang yang kini berdiri disampingnya.

"Arza udah sadar, mana yang sakit dek? Bilang sama gue kalo ada yang sakit" Sergio memeluk pelan tubuh yang lemah itu.

"Arza? Mana yang sakit?" Sagara pun menotice wajah adiknya yang sedikit tegang.

"A-Arza baik kak. G-ga ada yang sakit" ucapnya lirih dibalik masker oksigen.

"Y-yaudah, kakak panggil dokter dulu"

.

.

Setelah memastikan Dokter memeriksa dan mengatakan jika Arza sudah baik-baik saja. Seluruh keluarga Keizaro kini berkumpul di ruang rawat itu. Apalagi dari wajah-wajah mereka seperti menuntut penjelasan. Ini kan bukan pertama kalinya Arza ditemukan tidak sadarkan diri dan berakhir harus dirawat di rumah sakit.

"Kak, kayaknya jangan sekarang deh. Arza baru aja bangun. Kasihan kalo kita cecar pertanyaan berat" bisik Sevin, ia mulai mencairkan gengsinya kala melihat banyak sekali kesakitan menimpa keluarganya.

"Iya, tidak sekarang kok, kalo bisa nanti aja kalo Arza udah boleh pulang. Di rumah juga lebih nyaman membicarakan ini." Jawab si sulung.

Seharusnya yang memeriksa Arza adalah dokter Thio, tapi itu sangat tidak mungkin karena tidak ada satupun yang tahu keadaan Arza yang sebenarnya.

"Kok muka lo tegang? Kenapa sih?" Tanya Sean heran dengan gerak-gerik kembarannya.

"G-gapapa, kenapa sih lo harus kepo dengan muka gue" jawab Sergio berusaha tenang.

"Idih biasa aja kali"

Karena keadaan Arza yang mulai membaik, Sagara meminta sebagian adik-adiknya pulang. Termasuk Sergio. Ah sial padahal dia berharap dirinya tinggal. Ia ingin memastikan adiknya ini diperiksa oleh dokter Thio.

"Nanti lagi Gio kesini, pulang dulu aja. Lagian keadaan Arza udah membaik. Kayaknya bisa cepet pulang" ucap Sagara.

Sergio mengangguk lesu.

🏵🏵🏵

Dokter Thio masuk kedalam ruang rawat Arza, ia sudah mengatur rencana bersama dokter Doni dengan memanggil Sagara dan Ervin yang kebetulan sedang menjaga Arza.

"Hey kamu kok bisa gini sih? Lagi mikirin apa sampai tumbang?" Tanya Thio dengan sabar.

Arza menunduk menyesali itu, ia sendiri bahkan tak tau jika penyakitnya akan membuatnya seperti ini.

"Apa penyakit Arza bertambah parah? Akhir-akhir ini sering sakit kepala" tanyanya.

"Bukan bertambah parah Arza, tapi emang sudah parah sampai satu-satunya cara untuk sembuh adalah operasi, tapi risikonya sangat besar." Jawab Thio.

Arza menunduk lagi, air matanya menetes.

"Arza belum mau mati dok"

Thio gemas sendiri, padahal Thio tidak mengatakan tentang kematian.

"Parah bukan berarti menuju kematian Arza, kamu ini pesimis sekali. Kamu bertahan dalam 2 tahun ini membuktikan jika tubuh kamu sangat kuat dan mampu bertahan. Maka, lakukanlah operasi agar tidak ada komplikasi serius jika dibiarkan terus tanpa ada tindakan medis"

"Arza takut, nanti ga ada yang peduli. Soalnya Arza udah melakukan banyak sekali kesalahan buat keluarga Arza. Mungkin ini hukuman dari Tuhan"

Thio tertegun. Tenyata benar yang diceritakan oleh Sergio. Melihat Arza pesimis mungkin karena lingkungan keluarganya yang memang tidak pernah peduli padanya.

Augmentum & CantileverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang