28. Kesadaran Diri

332 31 20
                                    

Sudah seminggu berlalu dan belum ada tanda-tanda kedamaian dikeluarga kecil itu. Justru semua kini sibuk urusan masing-masing. Apalagi masuk kuliah sisa beberapa minggu lagi. Tetapi liburan ini terasa suram.

Sampai saat ini, Sagara belum juga memberikan kabar. Sevin berulang kali menelepon, mengirim pesan tapi tidak direspon. Sevin berpikir jika kakaknya itu memilih menyibukkan diri dengan kuliahnya.

Sedangkan Ervin, karena ia sudah lepas tangan dengan perusahan, kembaran Sevin itu memutuskan mencari info tentang melanjutkam S2 karena ia ingin sekali melakukan itu dari dulu. Agar lebih berpengalaman dan tak diremehkan siapapun. Setidaknya, Ervin bisa memprioritaskan pendidikan dahulu dibanding pekerjaannya di kantor.

Yang santai hanya William karena ia baru saja melakukan seminar hasilnya dan menunggu pengumuman wisuda.

Jangan tanyakan si kembar muda, sepanjang hari mereka menempel bak perangko dan sering keluar rumah. Beberapa kali mengajak si bungsu Arza untuk sekedar melepas stress.

Seperti sekarang mereka bertiga tengah berada disalah satu tempat terkenal di Jakarta. Sebut saja singkatannya yaitu PIK.

"Arza mau makan apa? Hari ini Sean traktir loh" ucap Sergio menggoda, ia tahu kembarannya itu ingin sekali berbincang dengan Arza

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Arza mau makan apa? Hari ini Sean traktir loh" ucap Sergio menggoda, ia tahu kembarannya itu ingin sekali berbincang dengan Arza. Semenjak pembicaraan yang cukup dalam beberapa hari lalu. Sean dengan kesadaran penuh akan berusaha berubah dan tidak cuek pada adik bungsunya.

"Hmm pilih aja apa yang lo suka"

Arza senang, ia memekik girang lalu matanya menangkap penjual gulali. Hanya dengan menunjuk kedua kakaknya paham apa yang adiknya mau.

"Woah makasih kak Sean" mata Arza berbinar saat ia menerima gulali dengan bentuk dinosaurus berwarna hijau. Penjual gulalinya keren bisa membuat bentuk-bentuk hewan.

Sean tersenyum. Suara adiknya ini selembut sutra.

"Kita jalan ke ujung sana yuk, lihat pantainya" ajak Sergio. Ia menggandeng Arza dan Sean bersamaan.

Meski mereka datang disaat matahari sudah mau terbenam, tapi pemandangannya tetaplah indah.

"Duduk dulu Ar, lo keliatan capek banget" Sean menuntun Arza agar duduk karena wajah adiknya terlihat pucat.

Setelah duduk, mereka berbincang sambil menatap pantai.

"Lo mikir apa Ar? Daritadi kayaknya gelisah. Ada masalah?" Sean memulai pembicaraan. Ia ingin menunjukan kepeduliaannya sebagai kakak kepada adik.

"Belum ada kabar dari kak Saga ya? Pasti kak Saga marah banget" tanya Arza karena itulah beban pikirannya saat ini.

"Ga usah pikirin itu, kak Saga kalo emang peduli, marahnya ga sampe lama gini" Balas Sergio, sepertinya ia memang masih kesal dengan keputusan si kakak sulung yang memilih menghindar. Bahkan ini sudah seminggu dan tidak ada kabar apapun.

"Cuma itu? Ga ada yang lain? Gio bilang lo jangan terlalu banyak pikiran loh"

Arza menggeleng pelan, lalu tersenyum. Ia senang saat Sean bisa mengajaknya mengobrol seperti ini. "Gapapa kak, Arza emang khawatir aja. Salah Arza juga yang tidak bisa terbuka sama Kak Saga"

Augmentum & CantileverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang