Juandra Bagaskara, sosok yang sangat berperan penting selama beberapa tahun ini untuk Arza. Ia adalah orang yang dengan tulus berteman dengan Arzaka, seorang anak yang dibenci dan diabaikan saudara-saudaranya.
Seperti sekarang, setelah Juan tahu penyakit yang diderita sahabatnya itu membuatnya histeris bahkan mengajukan diri untuk ikut menginap di rumah sakit untuk menemani Arza.
Ia tak mau menangis, tapi melihat sahabatnya terbaring lemah disana. Air mata pun ikut jatuh juga.
"Kenapa lo ga pernah bilang kalo lo sakit Ar? Gue merasa ga guna banget jadi teman"
"Gue gapapa Ju, maaf karena sebenarnya gue juga susah terbuka sama orang" Arza menyesal membuat Juan merasa ia bukan teman yang baik. Padahal Juan lah orang yang Arza akui sangat-sangat baik. Dulu sebelum Sergio peduli, ada Juan yang selalu menemaninya.
"Kapan operasinya?" Tanya Juan.
"Emm minggu ini sih, bantu izinin ke dosen ya? Padahal baru aja masuk kuliah" Arza tertawa karena ia merasa lucu harus bolos disaat perkuliahan baru saja di mulai.
"Pasti itumah, kita juga masih semester awal Ar, ada gue kalo urusan materi. Gue kan pinter"
Arza tersenyum. Ia senang sekali melihat tingkah Juan yang menghiburnya.
"Btw yang lo bilang bener kan? Semua kakak-kakak lo udah terima lo? Ga ngatain lo macem-macem kan?" Tanya Juan mengintimidasi.
"Udah...mereka bahkan memberikan gue semangat untuk sembuh. Gue berharap sih, kita semua akan memulai sesuatu yang baru nantinya."
"Gue ikut senang Ar..."
🏵🏵🏵
Sepertinya malam itu, mereka mendapatkan kabar buruk. Hanya ada Sagara, Ervin dan Sevin. Mendengar penjelasan dokter, mereka lemas dan memikirkan perasaan Arza saat tahu kebenaran ini.
"Keadaan Arza sekarang sulit di kendalikan, kapan ia stabil, kapan ia kesakitan dan lainnya. Untuk operasi, kita membutuhkan keadaan yang paling baik agar risikonya kecil. Saya bisa katakan ini memakan waktu yang cukup lama. Saya juga tak yakin Arza mau berlama-lama di rumah sakit" jelas Thio kepada tiga orang di hadapannya.
"M-maksud dokter...Arza belum bisa di operasi?" Tanya Sevin.
"Ya benar, saya bisa saja mengambil risiko, tapi saya tidak mau melihat Arza sedih karena efek operasi ini."
"Apa yang bisa kami lakukan?" Tanya Sevin lagi, ia yakin kakaknya dan kembarannya tak ada kata yang bisa di ucapkan.
"Saran saya, kalian harus memberikan sugesti yang besar agar yang ia pikirkan itu kesembuhannya. Bukan pemikiran abstrak yang hanya membuatnya tertekan. Jika perlu, hibur dan semangati adik kalian. Saya akan berikan waktu 1 minggu. Setelah itu operasi bisa di lakukan"
.
.
.
Sagara kini merenung, sebanyak apa waktu yang ia buang hingga ia merasakan penyesalan akan itu. Mendengar penjelasan dokter membuatnya overthinking, lidahnya kelu untuk sekedar merespon.
"Gue yang jahat selama ini. Gue ga bisa jadi kakak yang baik" gumamnya. Dari segi apapun Sagara salah karena ia adalah yang tertua.
"Jangan ngomong gitu kak, kita masih bisa perjuangin Arza kok. Belum terlambat" ujar Sevin.
"Seharusnya kakak orang pertama yang percaya sama Arza, yang peduli sama dia. Bukan memilih diam dan membiarkan waktu berlalu tanpa tahu rasa sakitnya. Seharusnya kakak tahu sesakit apa ia dari lahir sampai menjadi dewasa seperti ini ia masih berpikir lahir karena kesalahan. Dia tertekan Sev" Sagara menangis. Pundak yang menjadi sandaran adik-adiknya itu bergetar menyesali semua perbuatannya selama ini. Ia gagal menjadi kakak, ia tak bisa memastikan adik-adiknya bahagia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Augmentum & Cantilever
Fanfiction[COMPLETE] ✅️ Tahu arti kata Augmentum dan Cantilever? Augmentum berasal dari bahasa Latin yang artinya Rise atau bahasa Indonesianya Bangkit, Naik atau bisa juga bertambah. Sedangkan Cantilever adalah kata dari bahasa inggris yang artinya Penopang...