Tetangga

738 99 12
                                    


Seulgi membawakan Oma buket bunga tulip yang dibelinya tadi siang. Beruntung selama di toko bunga dia tidak berdebat panjang prihal warna yang di tunjuk asal, yang mana seulgi sama sekali tidak bisa melihat warna. Yang terlintas di kepalanya tadi cuma ingatan oma yang menyukai tulip warna kuning.

Oma datang dengan kursi roda yang di dorong suster. Seulgi membungkuk menerima pelukan hangat dari oma. Tak lupa bunga tulip kesukaannya ia taruh di pangkuan oma.

"Pertemuannya nanti jam 7, sayang. tapi tidak papa, oma senang kamu datang lebih awal. Sama siapa kamu ke sini?"

"Tadinya sama sehun. Tapi dia mendadak ada keperluan, makanya nggak sempat mampir."

Seulgi menggantikan suster mendorong kursi roda oma. Mendorong kursi roda itu ke taman belakang. Di sana ada meja panjang besar serta kursi berjejer rapi. Sudah siap untuk pertemuan keluarga jam 7 malam nanti. Seulgi sengaja datang satu jam sebelum acara kumpul keluarga besar datang, untuk bertemu kangen dengan oma. Kesibukan para pelayan menjadi pemandangan mereka. seulgi duduk di sebalah oma sambil mengobrol.

"Selama keluar negeri, cucu kesayangan oma satu ini sudah kemana saja? Nggak mau sekalian buka pameran lukisan?" tangan renta oma membawa tangan seulgi ke atas pangkuan. Beberapa kali memberinya usapan lembut.

"Kenapa mami sama oma selalu minta seulgi buka pameran lukisan? Aku nggak mau oranglain lihat karya seulgi, aku lebih suka oma, mami, dan papi yang nikmati lukisan seulgi."

"Bukannya lebih bagus di pajang di studio pameran? Studiomu di rumah oma sudah penuh. Oma mau kamu mengembangkan bakatmu seulgi."

"Aku buta warna, oma."

"Memangnya kenapa kalau buta warna? Lukisan tidak melulu harus memakai banyak warna. Lukisanmu yang selama ini hitam putih saja, oma suka."

"Kamu nggak percaya diri?" lanjut oma lagi.

"Bukan gitu, oma."

"Terus apa, sayang? bilang sama oma. Seulgi mau apa? Kalau memang kamu nggak suka membuka pameran lukisan. Bagaimana kalau kamu mengelola resort oma di bali? Yatch pemberian opa-mu belum kamu gunakan sama sekali. Ajak teman-temanmu liburan sekalian disana."

Lampu-lampu di taman belakang menyala semua. hidangan tertata sempurna di atas meja panjang depan sana. Beberapa botol wine sengaja di rendam dalam es dan di taruh di tengah meja. para pelayan satu persatu meninggalkan ke sibukan mereka dan berdiri tak jauh dari meja pertemuan yang akan berlangsung sebentar lagi.

Dari tempatnya duduk, seulgi menikmati pemandangan itu.

Keluarga wijaya, pemilik bank swasta terbesar di Indonesia itu memang tidak segan-segan untuk menyajikan kemewahan sekalipun itu hanya pertemuan keluarga inti saja. Oma pernah bilang; untuk apa pura-pura hidup sedarhana kalau kamu adalah orang kaya, jangan sungkan untuk menunjukkan kekayaanmu. Toh, itu hasil kerja keras kalian bukan hasil dari mencuri.

Oma memang tidak bermaksud menyombongkan diri. beliau mengatakan sesuai dengan keadaan mereka saat ini.

"Nah, sudah ketebak."

Oma dan seulgi menoleh secara bersamaan. Papi muncul dari pintu disusul mami di belakangnya.

"Papi cari-cari nggak ketemu, di telfon nggak di angkat. Tahunya anak papi sudah duluan ke sini."

"Ponsel seulgi ketinggalan di kamar, pi. Emangnya mami nggak bilang sama papi, kalo aku duluan ke sini?"

Mami sedang bertukar cium pipi dengan oma. Perempuan cantik dengan dress code putih itu hanya menoleh sekilas. tersenyum kalem pada papi yang tengah berkacak pinggang di depan sang putri.

HAPPINESSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang