B

652 105 19
                                    

********

Papi mengantarnya di depan teras rumah oma. Berpelukan seperti tidak akan bertemu lagi. Bahkan sesi pelukan itu masih berlangsung di tonton mami dan oma. Keduanya saling bertukar tatapan haru penuh drama yang membuat mami beberapa kali menghela napas.

"Sudah, sudah. Kalian terlalu berlebihan. Seulgi bisa kamu kunjungi tiap hari nggak akan pergi jauh lagi, Henry. Jangan banyak drama. Lagipula ini pilihan yang tepat, supaya anak badung ini nggak keluyuran keluar negeri terus."

Seulgi menyandarkan kepala dengan wajah menyamping di dada papi. Memeluk erat pinggang papi.

"Aku nggak keluyuran, mi. lagian kepalang beli tiket konser taylor swift. Sayang kalo nggak di pake. Mami nggak serius kan? Minta seulgi tinggal sama oma?" ditatapnya koper besar itu. baju-bajunya terlipat rapi di dalam sana. Tidak menyangka acara kabur ke singapura dua hari kemarin akan kepergok mami. Padahal ia sudah meminta izin papi.

Mami berdiri melipat tangan dengan wajah tegas. Tidak ada ampun.

"Kamu sudah janji sama mami nggak akan keluar negeri lagi. Lihat, oma. Oma sampai nelfon mami gara-gara kamu pergi nggak pamitan." Aiko memindahkan tatapannya pada henry yang memasang tampang memelas. "Kamu juga, Henry. Anak ini terlalu kamu manja, kamu juga nggak bilang seulgi pergi ke singapura."

Oma menyaksikan mereka dengan gelengan kepala.

"Sayang, kamu nggak kasihan sama seulgi? anak kita ini butuh hiburan, wajahnya aja keliatan stress. Dia cuman nonton konser. Bukannya itu hal wajar yang di lakukan anak remaja?" Sambil menangkup wajah sang putri yang juga ikut memelas.

Seulgi mengangguk setuju.

Mami memijat kening frustasi. Anak remaja pengangguran yang kerjanya hanya melancong. Aiko menggeleng tegas. Bapak sama anak sama saja.

"Coba kamu ingat lagi. Siapa yang kemarin menangis semalaman karena seulgi tidak pulang dari acara melancongnya? Kamu, kan? Sekarang kamu mengulangi lagi, membiarkan anak kita keluyuran. Supaya apa? Mau seulgi pergi sejauh apapun, anak ini nggak akan dewasa kalau kamu terus memanjakan dia. Satu-satunya cara, dia harus pindah ke rumah ini. Aku nggak mau dengar alasan apapun. Stop kalian berdrama lagi. Ayo, pulang, kamu harus ke kantor."

Aiko sudah siap menyeret lengan sang suami. Tapi rupanya henry masih memeluk seulgi lagi.

"Pokoknya anak papi, harus hubungi papi. Butuh apapun telfon papi. Papi akan selalu ada untuk, seulgi." wajah seulgi dihujami kecupan kasih sayang papi. Membuat seulgi makin mengeratkan pelukan.

"Iya, papi ganteng. Maaf ya, pi."

Demi tuhan! Aiko cukup dibuat tak habis pikir dengan tingkah kekanakan sang suami. Belum lagi menurun pada sang putri. Keduanya akhirnya melepaskan pelukan dengan derai airmata palsu. Dan tak lupa sebuah lambaian tangan perpisahan. Aiko terpaksa mendorong tubuh sang suami ke dalam mobil supaya drama itu cepat selesai. Ia memutari badan depan mobil untuk masuk ke bangku penumpang.

Ditatapnya sang putri yang mengusap airmata pura-pura di teras rumah. Aiko menahan pintu mobil sebelum benar-benar masuk.

"Ingat pesan mami. Jangan ulangi lagi. Seulgi, ingat. jangan...di... ulangi. Kalau masih ngeyel, mami nggak akan segan-segan sewa pengawal buat kamu." Lalu masuk ke dalam mobil.

Gantian papi yang menurunkan kaca mobil di balik kemudi. "Sayang. nanti hubungi papi ya."

"Henry. Jalan!"

"Aduh. Sayang, jangan gitu. Lihat anak kita sampai nangis."

"Dia pura-pura. Jalan sekarang atau aku yang nyetir?"

HAPPINESSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang