RAIN

525 107 18
                                    

..........

"Dia pasti sembuh kan, ma? Jawab! Aku tanya sekali lagi, seulgi pasti sembuh kan, ma?" kedua tangan irene mengepal erat pada jas putih mama. Tatapannya penuh harap sementara kedua matanya masih memerah habis menangis.

Apa yang ia takuti selama ini benar-benar terjadi. Seulgi terluka!

Jessie menatap irene prihatin. Ini pertama kalinya beliau menemukan sang putri dalam keadaan rapuh, hancur, dan putus asa.

"Dia koma."

Seketika itu tubuh irene melemas. Lututnya bahkan tak mampu lagi menopang bobot tubuhnya hinggaa membuatnya jatuh berlutut. Irene menangis hebat, dadanya seperti di hantam benda besar sampai membuatnya sulit bernapas. Semua karena ulahnya, semua salahnya. Jika saja dulu ia yang terbunuh, barangkali tidak ada korban lagi yang akan berjatuhan, bahkan mungkin orang-orang di sekitarnya tidak akan terluka.

"Cerita sama mama. Apa yang sebenarnya sudah terjadi sama kalian?"

"Aku penyebabnya. Aku biangkeladinya, ma. Seulgi koma itu karena aku."

Semakin irene mengusap airmatanya, semakin banyak airmata yang berjatuhan. Dalam tidurnya pun tidak ada satupun yang mau membangunkannya saat itu, tidak saat ketika ia harus terbangun dalam keadaan belumuran darah, darah yang berasal dari tubuh seulgi yang seharusnya tidak pernah terjadi.

Masih terbayang dalam ingatan irene tangannya yang gemetar, tubuh seulgi yang terbujur kaku, lalu darah yang menyebar di lantai toilet. Ia juga memangku kepala seulgi mencoba membangunkannya berulang kali dengan perasaan bersalah dan tangisan histeris.

Tidak pernah dalam hidupnya ia sehancur ini. Dan tidak pernah pula ia begitu hebat merasa takut untuk kehilangan seseorang. Ia takut seulginya tidak akan bangun, ia takut seulgi akan meninggalkannya sendirian, ia takut tidak ada lagi orang seperti seulgi yang akan selalu membuatnya tersenyum, takut kenyamanan yang telah seulgi berikan tak dapat ia rasakan lagi.

"Irene," panggil mama lembut. Mama yang biasanya penuh kehebohan dan senang membuatnya kesal, kini beliau memberinya tatapan terluka.

Irene mendongak membalas tatapan mama. Sorot kaku, wajah datar dan dingin tanpa ekpresi namun masih bisa mengalirkan airmata, beginilah wujud sang putri yang selama ini jessie lihat. Mungkin saja hal-hal kecil yang di lakukan irene sejak dulu luput dari perhatiannya sampai baru sekarang ia menemukannya sekacau ini. Katakan ia adalah ibu yang tidak becus mengawasi sang anak hingga ia tidak sadar apa yang sudah di lalui irene selama diluar pengawasannya.

"Ikut mama sebentar ya, ada sesuatu yang mau mama tanyakan sama kamu."

Dan yang membuat jessie semakin sedih, irene mungkin tidak menyadari beling yang menancap di kakinya itu.



Ppp

"Dimana putri saya?!" henry tak segan-segan membentak salah satu ners yang kebetulan lewat di lorong rumah sakit.

Aiko mencoba menenangkan situasi. Namun sayangnya, sang suami justru makin menatap bengis semua perawat yang lewat.

"Kalian ini saya bayar buat jaga anak saya! Tapi kalian justru lalai sebagai perawat. Dimana dokter yang jaga hari ini?"

Ditatapnya satu persatu orang-orang di sana. Hingga salah satu perawat maju memberitahu keberadaan seulgi pada henry.

"Pak, tolong tenang dulu. Pasien atas nama seulgi sudah kembali," perawat itu sempat melirik kearah teman-temannya mencari bantuan. Menimang-nimang apakah harus memberitahu juga tentang keadaan seulgi yang koma. "Putri bapak, koma."

HAPPINESSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang