HAPPINESS

FINE

Kematian suho 5 minggu lalu cukup menggemparkan satu kompleks, kabar burung menyebar adanya dugaan pembunuhan yang mana kematiannya sangat janggal. Mereka beranggapan rasanya mustahil suho si pria baik hati dan murah senyum itu akan berakhir bunuh diri dengan cara menggantungkan diri di kamarnya. Dalam hal ini polisi mengusut dugaan-dugaan tersebut untuk mengumpulkan bukti.

Tapi, ini sudah 5 minggu tidak ada bukti pembunuhan yang ditemukan selain pria itu dinyatakan tewas karena bunuh diri. jenazahnya juga sudah melalui otopsi dan dokter menyatakan pada awak media bahwa tidak ada tanda-tanda kekerasan fisik maupun racun ditubuh suho. Penyelidikan di tutup dan gossip-gosip yang menyebar berangsur tenggelam seiring hari.

Walaupun garis polisi masih ada di pekarangan rumah irene dan suho, serta pajangan bunga duka cita masih berjejer rapi di sana. Tidak ada satupun penghuni di rumah mereka, yang ada hanya bunga-bunga pot yang ikut mati, rumput yang mulai meninggi, daun-daun kering yang berjatuhan. Pada akhirnya rumah mereka kosong dan terbengkalai.

Tarikan napas oma begitu dalam sampai hembusan napasnya pun terdengar oleh suster. Hingga hari ini oma belum mendapat kabar tentang keberadaan irene. anak itu tidak pulang sejak meninggalnya suho. Lima minggu itu irene tidak lagi menemaninya ke gereja. Padahal biasanya irene akan mendatangi rumahnya untuk berangkat ke gereja bersama-sama. Sepatah hati apa sampai dia tidak berani untuk pulang?

"Oma?" suster akhirnya bersuara tidak nyaman saat memanggilnya. "Ini sudah jam delapan. Takutnya acara berdoa bersama di gereja sudah di mulai."

Sudah 10 menit mereka di teras, tapi oma tidak kunjung memberi tanda untuk masuk ke dalam mobil. Pak temi—supir keluarga mungkin sudah bosan menunggu lama di sana.

"Sus, gimana keadaan seulgi? kamu sudah hubungi henry?" oma mengganti topic untuk menghilangkan kegundahannya.

"Sudah oma." Senyum suster mengembang prihatin. "Belum ada kemajuan. Nona seulgi masih koma. Pak henry tadi juga berpesan sama saya, kalau oma jangan terlalu khawatir soal nona seulgi. maksud pak henry bilang begitu biar jantung oma nggak kambuh lagi."

Wajah oma makin sendu. Beliau memberi isyarat agar suster segera membawanya ke dalam mobil. Dibantu supir, oma duduk di bangku penumpang, menyusul suster di sebelahnya.

"Rasanya mustahil kalau aku nggak mengkhawatirkan cucuku sendiri. Ini sudah lima minggu sus, tapi keadaan seulgi masih sama. Penyakit jantung yang dialami seulgi juga turunan dari aku, sus. Seandainya dulu semasa muda aku menjaga kesehatan dan tidak terobsesi dengan pekerjaan, mungkin cucuku tidak semalang ini nasibnya."

Oma melemparkan tatapannya keluar jendela. memandangi pekarangan rumah irene yang sepi.

Suster hanya tersenyum. Dalam hati berkata 'padahal hasil kerja keras oma di masa muda sudah membuahkan hasil nyata, buktinya perusahaan perbankan yang digelutinya meraih kesuksesan besar. Lihat saja di berita-berita, kekayaan keluarga wijaya ada di peringkat nomer dua di Indonesia.

"Tapi ini nggak ada salahnya dengan oma. Kata bu aiko seulgi koma karena benturan di kepala. Bukannya bu aiko sudah cerita? Kalau dalangnya istri pak suho, saya justru malah curiga kalau pak suho meninggal juga pasti gara-gara istrinya."

"Sus." Tegur oma. "Sampai kapanpun aku nggak akan pernah percaya kalau itu perbuatan irene. bisa jadi suho meninggal karena tekanan pekerjaan. Jadi pengacara nggak mudah, banyak musuh yang harus di hadapi."

Suster malah membatin. Ia masih ingat saat acara pemakaman waktu itu, ia melihat irene tidak menangis sama sekali. Bukankah jika suami meninggal sang istri akan merasa kehilangan? tapi kenyataan yang terjadi justru berbanding terbalik. Yang ada Cuma tangisan ibu suho di pamakaman itu. dan satu hal lagi kejangggalan yang di rasakan suster, adalah ketika menemukan bu aiko dan pak henry begitu marah saat mengetahui keberadaan irene. jelas dari kabar yang diam-diam ia curi dengar, non seulgi koma karena pukulan di kepala. Itu berarti irene adalah orang yang berbahaya.