PART OF ME

762 109 21
                                    

Monster



Irene membekap mulutnya dengan kedua tangan. Berurai airmata dan tubuh mungilnya yang gemetar, ia bersembunyi di dalam lemari. Umurnya masih 7th kala itu. namun dipaksa melihat kesadisan sang papa di luar sana. Menyaksikan Bagaimana pisau itu merobek dada seseorang, menancapknya berkali-kali, hingga kedua kaki orang itu mengejang lalu tidak ada pergerakan setelahnya.

Diruang pengan itu irene membeku, ketakutan, dan sepasang matanya melebar. Anak kecil itu masih tidak paham mengapa papa melakukan hal semengerikan ini. Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa orang itu tidak melawan? Dan kenapa papa seringan itu mengambil nyawa seseorang.

Irene kecil yang tadinya berada dalam gudang dengan niat mengambil bonekanya, harus di hadapkan oleh fakta bahwa papa yang selama ini memberi kasih sayang, ternyata adalah seorang pembunuh.

Ia terisak. Isakan yang tanpa sadar menimbulkan suara membuat papa mengetahui keberadaannya. Pintu lemari lapuk dalam gudang yang dijadikan persembunyiannya itu dibanting sampai terbuka lebar. Papa berdiri menjulang di hadapannya, memberinya pandangan kaget. Dengan baju berlumur darah, pisau yang masih berada dalam genggaman, pria itu hanya mematung menemukan sang putri disana.

Irene kecil tidak bisa mengelak. Yang dilakukannya hanya berteriak, menangis histeris, menerjang ke arah papa. Tapi tak disangka papa justru mengangkat tubuhnya ke dalam gendongan. Menjatuhkan pisau berlumur darah itu ke lantai hanya untuk mendekap tubuh mungilnya yang ketakutan.

"Kenapa? Kenapa papa bunuh dia?!" irene berusaha melepaskan diri tapi papa semakin mendekapnya.

"Dia tidak mau menurut sama papa. Dia harus papa kasih hukuman." Kata papa saat itu. "Orang yang tidak mau di perintah harus di hukum, sayang."

"Papa bisa lapor polisi." Namun irene kecil menepis asumsi papa.

"Polisi nggak menyelesaikan masalah, kita harus tangani sendiri." Papa menurunkan tubuh irene dalam gendongan.

Pria itu berjongkok menyamakan tinggi tubuh irene. gadis mungil itu menangis sambil memejam, takut melihat kondisi tubuh kaku dibalik punggung papa.

"Tapi mama bilang, kita nggak boleh nyakitin orang lain. kita harus saling memaafkan."

Papa mengusap airmatanya sebelum menyentuh kedua bahunya.

"Itu untuk orang yang lemah. Kalau nanti ada yang nyakitin, rene, apa rene bakal maafin dia begitu saja? Justru itu malah makin membuat dia senang menyakiti, rene. Rene harus balas dia lebih kejam."

Irene kecil membuka matanya dan kembali melihat mayat dibelakang papa. Ketakutannya mulai mereda.

"Jadi, rene boleh bunuh dia seperti yang papa lakukan sekarang?"

"Tentu saja." Papa mengusap kepalanya. "Rene, boleh bunuh siapapun yang sudah menyakiti rene, atau merebut mainan, rene. Tapi jangan kasih tahu mama. Ini rahasia kita."

Dua hari setelah kejadian di gudang. Irene kecil tetap bermain seperti biasanya, berkumpul bersama teman-temannya. Kala itu ia baru menginjak sekolah dasar kelas dua. Kehidupannya masih normal tidak terjadi apa-apa.

Siang hari sewaktu pulang sekolah, ia menunggu jemputan papa dan mama di temani satu temannya yang sedang menjilati es cream. Mereka duduk berdua di taman sekolah, lagi-lagi tidak terjadi apapun disana.

"Kamu mau coba es kream, aku?" temannya menawari sembari menyodorkan es cream conennya pada irene.

Irene mendongak di tengah keasyikannya menyusun batu kecil di atas rerumputan. "Kata mama, aku nggak boleh makan yang manis-manis, nanti aku sakit gigi."

HAPPINESSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang