N

586 113 17
                                    



N



Irene tidak ingat sudah berapa tahun ia mengalami gangguan tidur—alias insomnia yang sering menggangunya setiap malam. Kadang ia akan menggunakan obat tidur supaya dapat tidur dengan tenang, kadang ia akan selalu menyibukkan diri di malam hari kalau ia belum juga bisa tidur. Namun malam ini, yang di lakukannya justru berdiam diri di dapur sekedar menatap layar ponsel. Layar itu tidak cuma menampilkan layar beranda melainkan papan ketik pesan, dan ia kebingungan pesan apa yang ingin ia kirim pada gadis manja itu. sementara sejak tadi ia menunggu pesan darinya, harap-harap gadis itu menghubunginya lebih dulu.

Diteguknya wine dalam genggaman. Botol di atas kitchen island sisa setengah. Apa perlu habis semua dan ia baru berani mengetik pesan? Tapi, alih-alih mengiriminya pesan duluan, irene justru meletakkan kembali ponselnya di sana.

Hari ini tubuhnya selamat dari amukan suho. Mereka hanya sebatas cekcok tanpa ada pukulan seperti biasanya. Sebetulnya tidak Cuma sekali hal ini terjadi, karena memang begitulah tabiat suho, kadang ia akan bersikap manis, lalu esoknya ia akan gelap mata. Namun tidak berarti perasaan itu masih ada untuk pria ini, ia sudah lama mati rasa. Dan sangat sulit sekali baginya untuk menumbuhkan perasaan seperti itu lagi.

Sebatas kasihan.

Irene baru saja akan menuangkan lagi winenya ke dalam gelas kalau saja ketukan pintu di depan tidak menganggunya. Awalnya ia membiarkan ketukan itu sekali, tapi lama-lama di biarkan ketukan itu makin terdengar.

Maka ketika akhirnya ia melangkah tenang menuju pintu dan membuka pintu rumahnya. Irene terkesiap hebat di tempatnya.

"Malam, tante."

Sepasang mata sayu itu menyambutnya. Pipi merah merona dan tubuh yang berdiri sempoyongan. Senyum lebarnya bertengger di wajah gadis manja itu. gadis manja yang mengganggu pikirannya sejak tadi kini berdiri di sana dalam keadaan mabuk.

"Kamu mabuk?"

"Aku nggak mabuk."

Siapa yang akan percaya? Dengan mulut bau alcohol, dan matanya yang makin sayu menatapnya. Itu sudah membuktikan dia mabuk. Irene berdiri cemas, takut sewaktu-waktu suho mendatangi mereka.

"Jelas-jelas kamu mabuk, seulgi. oma bisa marah."

"Kalau begitu biarin aku nginep di rumah tante."

Irene tercengang. Barangkali jika saja suho tidak di rumah ini, mungkin ia akan dengan senang hati menyeret gadis ini ke dalam rumahnya. Tapi sayangnya ini justru akan menjadi masalah besar nantinya. Karena bagaimanapun juga ia adalah istri orang---alias istri dari pengacara terpandang.

"Jangan."

"Kenapa?" Gadis itu justru maju satu langkah. Seolah tidak terima atas penolakannya.

Irene menelan ludah. Mata sayu, aroma wangi tubuh seulgi. ingin sekali ia menarik tengkuk gadis ini dan menciumnya saat ini juga kalau saja ia tidak mati-matian menahan diri. bahkan adegan ciuman di studio tadi pagi jelas adalah peningkatan yang cukup pesat. Tangan halus seulgi yang memberi elusan lembut pada punggungnya membuat tubuhnya menginginkan lebih dari sekedar remasan biasa. Ya betul. Tangan yang kini menenteng kresek itulah yang sudah menyusup ke dalam kaosnya tadi pagi. Irene mengerjap beberapa kali dan mulai tersadar kemana arah kepalanya berpikiran liar.

"Ini sudah jam 11 malam. Dan oma pasti nunggu kamu pulang."

Ngomong-ngomong soal kresek. Kira-kira apa yang dibawa gadis itu malam ini? Apa dia membawa satu toples permen? Tepung? Atau satu kilo wortel? Seperti pertemuan malam-malam mereka waktu itu.

HAPPINESSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang