Till your home

427 87 9
                                    

.........

Sehun memberi usapan lembut pada bahu yerin. Sejak dari rumah sampai ke area pemakaman, gadis itu tidak banyak bicara selain melamun.

"Gue turut berduka atas kehilangan lo. Ini pasti berat buat lo."

Selain pihak keluarga dan kerabat jauh yang hadir, para tetangga juga ikut datang ke pamakaman ini. Ada oma juga yang datang, beliau beberapa kali mengusap airmatanya dengan tissue. Wajah-wajah berduka menjadi pemandangan sehun. Tidak Cuma itu saja, tentu yang membuat sehun prihatin adalah tangisan histeris seorang ibu yang kini mencakar tanah demi mengembalikan sang anak.

"Gue masih nggak nyangka dia bakal ninggalin kita secepat ini. Terutama lo, rin. Lo yang paling di sayang dia. Di antar jemput pulang kampus. Padahal nih ya, rumah tangga mereka harmonis banget. Gue sampe jadiin mereka panutan kalo nanti gue berkeluar—"

"Bisa diem, nggak?"

Sehun mengatup bibirnya rapat-rapat. Ia sudah mengira yerin akan bisu mendadak karena tidak mau bicara. Tapi syukurlah, setidaknya ia berguna untuk menghibur.

"Tapi gue beneran loh, rin. Gue juga merasa kehilangan. Kita semua kehilangan, Gue sedih."

Yerin menatap malas. Dipandanginya satu-satu orang yang hadir di pemakaman ini, sebegian ada yang ikut menangis, sebagian ada yang hanya menampilkan raut sedih. Sehun benar, semua orang termasuk dirinya merasa kehilangan.

Ia sengaja menggunakan kacamata hitam untuk menutupi bengkak dimatanya karena habis menangis. Rupanya, tidak cuman di rumah cece yang penuhi pajangan bunga krisan, di tempat inipun rekan-rekan bang suho juga datang membawakannya pajangan bunga besar dengan tulisan turut berduka atau 'salamat jalan'.

Yerin melengos tidak kuasa mendengar suara tangisan kesedihan ibu di sana. Ia berusaha menahan bendungan airmatanya yang hendak keluar lagi.

"Gak pa-pa nangis aja, rin. Daripada di tahan terus." Sehun menepuk bahunya lagi. Pria itu setia sekali sampai menemaninya ke pemakaman.

Sehun mengambil napas sebelum melanjutkan kalimatnya lagi. "Mungkin ini nggak ada hubungannya sama situasi sekarang. Gue cuman mau bilang, seulgi akan di pindah ke rumah sakit lain. gue denger-denger om henry mau ngajuin gugatan sama rumah sakit nyokap lo bekerja, terus dia juga mau nuntut nyokap lo juga. Seperti yang kita ketahui kemarin, lo pasti tau penyebab kan."

Alih-alih mendengarkan sehun, yerin justru teralihkan oleh kehadiran papa dari kejauhan. Di dampingi dua bodyguard, papa berdiri di sana memantau pemakaman yang sedang berlangsung.

Yerin tidak tinggal diam untuk menghampiri papa. Dan tanpa sengaja menepis lengan sehun di bahunya yang sejak tadi mencoba menghiburnya—walaupun ia sama sekali tidak butuh di hibur. Pria itu memanggilnya untuk tidak meninggalkan acara pemakaman, tapi yerin abaikan demi menemui papa.

000

Sudah sangat lama yerin tidak melihat papa. Sekalipun untuk sekedar bertemu saja yerin tidak minat. Jadi, ini adalah pertama kalinya mereka berhadapan lagi semenjak papa meninggalkan rumah dan bercerai dengan mama. Tidak ada kerinduan yang di rasakan yerin pada saat ini, yang ada hanya kebencian dan kemarahan.

"Puas!" tidak ada kalimat rindu yang tersemat dari bentakannya, selain tatapan tenang papa. "Puas papa menghancurkan semuanya? Papa pasti seneng ngehancurin hidup cece, ngehancurin rumah tangganya, dan mengahancurkan kehidupan kami."

Untungnya kacamata hitam yang dipakainya sangat berguna untuk saat ini. Betul, Yerin sedang menangis. Bukan atas kehilangan yang baru ia alami, melainkan tangisan kemarahan yang sudah lama ingin ia luapkan.

Papa diam. Beliau tidak memberi bantahan sama sekali. Yang di lakukannya hanya memberi isyarat pada kedua bodyguardnya untuk meninggalkan mereka.

"Buat apa papa hadir di sini? Nggak ada gunanya pa, semua udah hancur. Mama hancur, cece hancur. Sekarang hidup siapa lagi yang mau papa hancurin? Aku?"

Yerin melepas kacamatanya, dan mulai mengusap airmatanya dengan punggung tangan. Papa masih disana tidak breaksi apapun, hanya helaan napasnya yang terdengar.

"Aku yang nggak pernah deket sama papa. Dari dulu, bahkan mungkin dari kecil kita nggak pernah deket seperti seorang ayah dan anak. Kadang aku mikir 'oh, mungkin papa sibuk, mungkin papa nggak ada waktu buat aku, mungkin aku nggak semebanggakan cece, mungkin aku buat salah makanya papa ngejauh' dan kemungkinan-kemungkinan yang aku rasakan itu masih ada sampai sekarang, sampai aku beranjak dewasa, papa nggak pernah ada buat aku. Bahkan dengan kejamnya papa ninggalin rumah tanpa pamit."

Lagi,lagi, papa cuman diam.

Yerin tertawa getir. Dipasangnya lagi kacamata hitamnya itu. "Yeah, beginilah papa, nggak pernah berubah. Selalu bersikap dingin sama aku, dibandingkan sama cece kesayangan papa."

"Yerin."

Yerin menggeleng. "Kalau papa mau bilang maaf, jangan pa. jangan menyesal setelah semua sudah terjadi. Andai saja cece nggak pernah cerita sama aku, mungkin aku nggak akan tahu sebejad apa papa kandungku ini."

Dari kejauhan para pelayat mulai membubarkan diri. hanya seorang perempuan paruhbaya yang tertinggal di pemakaman sambil memangis.

Yerin menoleh lagi ke tempat papa. "Papa nggak tau seberapa senengnya aku melihat cece sama bang suho bahagia atas pernikahan mereka. keluarga mereka harmonis, bahkan aku punya ke inginan kalau menikah nanti aku akan seperti mereka. tapi papa justru mengacaukan semuanya."

"Harmonis?" papa mulai menyilangkan kedua lengannya di dada sambil memandang jauh ke arah pemakaman.

"Iya, mereka harmonis. Tidak seperti papa dan mama."

"Oh ya? Seperti apa harmonis yang kamu tahu, yerin? Darimana kamu tau mereka harmonis?"

"Mereka bahagia, nggak pernah bertengkar, nggak pernah ada isu selingkuh."

Papa tiba-tiba tersenyum membuat yerin melihatnnya tidak habis pikir. Papa mengeluarkan ponselnya dari saku celana, menggulir layar, lalu mengangkat ponsel tersebut kehadapan yerin. Sebuah rekaman video terputar di sana.

Hanya butuh satu detik untuk membuat yerin melangkah mundur sambil menggelengkan kepala. Yerin lantas membungkuk menahal mual.

"Seperti kemungkinan,kemungkinan di kepala kamu itu. kakakmu rela menutupinya demi kamu. Dia rela di pukul hanya untuk menjaga rumah tangganya tetap 'harmonis'. Kamu belum cukup dewasa untuk mengetahui semua ini, sayang. cecemu itu nggak mau kamu kecewa dengan pernikahan mereka, dia rela menahan diri tidak bercerai agar kamu selalu beraggapan mereka bahagia. Padahal, dia bisa melapor tentang kasus KDRT yang di alaminya, tapi dia memilih diam."

Kalimat itu memukul yerin telak. Kepalanya mendongak kembali melihat kearah pemakaman. Jadi selama ini cece menderita? Itukah alasan cece ingin melompat dari atap gedung rumah sakit? Beban yang dipikulnya membuatnya putus asa sampai dia mau mengakhiri hidupnya.

"Jangan bilang papa nggak pernah menyayangimu rin, papa sangat menyayangi kalian bahkan juga mamamu. Tapi papa nggak mau kamu ikut seperti papa."

Itu adalah kalimat papa sebelum pergi meninggalkannya di sana. Yerin masih membungkuk mengusap airmatanya yang jatuh untuk kesekian kalinya.

Suara ponsel yang berbunyi dalam saku membuat yerin terpaksa menerima sambungan telfon dari sehun. Yerin sudah membuka mulutnya untuk bertanya 'ada apa' tapi sehun lebih dulu memotongnya.

"Sori ya, yer. Gue nggak bisa lama-lama disana. Soalnya gue harus cepet-cepet ke rumah sakit. Seulgi makin kritis, yer."

Fakta lain dari situasi sekarang adalah, yerin belum pernah menemukan senyum tulus cece bersama bang suho selain bersama seulgi. ia memang tidak tahu apapun soal hubungan mereka, tapi selama mereka pergi bertiga, yerin sering menangkap basah sang cece yang diam-diam memperhatikan seulgi.

"Aku bakal nyusul ke sana."










































6 minggu kemudian

Bentar lagi bakal tamat. Setelah itu mungkin gue istirahat dari dunia kepenulisan. Btw thanks ya udah jadi pembaca cerita-cerita gue. 😊

HAPPINESSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang