[34] Because It's You, The One I Love

2.6K 406 53
                                    

Gue bangun tidur udah excited mau bacain komen nggak taunya malah error??? 😭😭😭 nggak tau problem dari wp nya atau emang wifi rumah gue soalnya dari sore emang rada-rada terus abis pencet publish gue langsung tidur, nggak ngecek lagi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gue bangun tidur udah excited mau bacain komen nggak taunya malah error??? 😭😭😭 nggak tau problem dari wp nya atau emang wifi rumah gue soalnya dari sore emang rada-rada terus abis pencet publish gue langsung tidur, nggak ngecek lagi. Maaf yaaa 😭🤍

R

"Sanitizer lo ketinggalan."

Arne bereaksi datar. Tatapan matanya makin menajam seiring tangannya dengan kencang menghempas tautannya dengan Laksa, salah satu usahanya memanfaatkan pegangan laki-laki itu yang merenggang.

Detik setelahnya dia mengambil barang yang dimaksud kemudian berlalu cepat dari Laksa yang didengarnya sedang mengumpati diri sendiri sebelum kembali menahan tangannya tidak kalah cepat.

"Nggak, nggak. Sebentar, Ne," tahan Laksa sangat lembut sembari menggenggam kedua tangan gadis yang masih menatapnya tajam ini.

Ia menunduk, meresapi kehangatan yang menyusup di hatinya ketika melihat jemari kecil Arne kembali berada di genggamannya. Sampai suara sengau gadis itu merasuk ke telinganya dan membuatnya mendongak.

"Nyebelin," ulang Arne dengan air mata yang sudah berjatuhan serta napas yang memburu hebat. Bibirnya bahkan bergetar halus ketika kembali membuka. "Kak Laksa tuh kenapa, sih? Aku nggak paham kenapa Kakak giniin aku. Balikin sanitizer kan tinggal bilang atau teriak juga boleh, nggak usah pegang-pegang tangan. Sebel, aku kira Kakak mau ngobrol," ujarnya sebelum memalingkan wajah disertai isakan pelan, cukup membuat Laksa semakin didera rasa bersalah.

Belum sempat ditanggapi, Arne menoleh ke lelaki yang masih memaku matanya. Ia tatap mata itu dalam, coba menyelami kegelapan yang ada di sana. Beberapa kali mengerjap mengontrol tangisannya, Arne membasahi bibir. "Kakak selalu bikin aku bingung tahu nggak? Aku pikir waktu itu kita bisa ngobrol dulu walaupun aku tahu kita lagi nggak baik-baik aja, tapi emang aku se-worthless itu, ya, sampe Kakak putusin aku tiba-tiba?"

"Arne."

Gadis itu menggeleng dengan tangisnya yang masih menyayat hati, memberi Laksa isyarat kalau dirinya belum selesai mengungkapkan kemelut yang memenuhi dadanya. "Aku kira malem itu Kakak bakal nyusulin aku, bilang kalau semuanya bohong, tapi aku tungguin Kakak nggak dateng-dateng. Aku nggak tahu salah aku apa sampe—"

"Sayang," panggil Laksa sembari merendah, tidak tega pada Arne yang terlihat kewalahan dengan napas dan isak tangisnya yang saling berlomba. Tidak ada perubahan berarti pada ekspresi gadis itu atas panggilan refleksnya, selain genangan air yang membayangi mata cokelat itu semakin banyak.

"Kakak nggak sayang aku." Arne menjauhkan kepala seraya menggeleng kecil dengan bibir yang mencebik menahan isakan. "Kalo Kakak sayang sama aku, nggak mungkin bela-belain bohong mau ke kosannya Kak Abbey biar aku buruan pergi malem itu. Nggak mungkin juga Kakak akting jelek kayak barusan. Terus ini aku nangis juga ... nggak Kakak peluk."

Head Over Flip FlopsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang