[08] Not A Kid, She Said

3.3K 378 21
                                    

R

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

R

"Papa lagi ada tamu ya, Bang?"

Androgeus mengangguk dengan tidak fokus seiring tangannya mendorong pelan badan Arne menuju kursi belajar dan mendudukkan perempuan itu di sana selagi dia mengatur napasnya yang tidak teratur.

Arne mengamati Abangnya yang masih ngos-ngosan itu dengan cermat. Tangan kanannya terulur mengusapkan tisu ke leher lelaki itu sebelum kemudian tisu tersebut diambil alih.

"Kenapa lari-lari?" tanyanya dengan alis yang berkerut bingung.

Androgeus yang ditanya seperti tiba-tiba saja membatu. Dia mendengung sejenak sebelum akhirnya menjawab, "Abang tadi denger Adek teriak 'aduh', panik kirain Adek jatuh."

Arne membeo. Gadis itu mengangguk paham dengan wajah meyakinkan. "Oh, nggak jatuh, kok. Tadi tuh lengan bajunya Adek kesangkut gagang pintu pas mau keluar. Refleks doang tadi soalnya Adek kayak mau kejungkal gitu, tapi nggak jatuh, kok."

Androgeus mengusap dengan lembut puncak rambut Arne. "Hati-hati. Buka pintunya yang lebar supaya pintunya nggak mepet ke Adek, kalau tadi jatuh pasti kena kepala duluan dan Adek tahu sendiri kan, kalau cedera di kepala risiko fatalnya tinggi."

"Iya, Abang, maaf ya." Gadis itu mencebikkan bibirnya sedih. "Adek niatnya mau ambil air, tapi Abang tiba-tiba wush dateng, kayak naik roket, cepet banget."

Yang diajak bicara itu langsung terkekeh geli saat tangan Arne bergerak heboh meragakan jalannya roket. Jujur saja, Androgeus bukan hanya merasa panik dan takut Adiknya jatuh, tetapi juga ia cemas Laksa tahu kalau dirinya memiliki saudara perempuan.

"Airnya habis? Abang aja yang ambilin sini, Adek diem di kamar, ya," ucap laki-laki itu mengambil alih tumbler besar warna merah muda yang Arne pegang.

"Adek bisa sendiri kok, tamunya ngobrol di rumah pohon, kan?" tanyanya memastikan tempat yang Papa dan tamunya pakai adalah rumah pohon. Disebut begitu karena di sana memang pernah ada rumah pohon sebelum pohonnya ditebang lalu akhirnya digantikan dengan semacam greenhouse yang kemudian dipakai untuk menerima tamu penting.

Androgeus menggaruk dahinya. "Ngobrol di ruang tamu bawah, soalnya tamunya temen Abang juga."

Arne terdiam sesaat sebelum akhirnya gadis itu menganggukkan kepalanya dengan begitu tenang. "Uhm, boleh sekalian tolong bawain teh susu nggak, Bang? Tadi Kak Ines bilang katanya udah buatin Adek teh susu."

Laki-laki itu mengangguk dengan cepat. Dia segera beranjak ke lantai bawah, tanpa mau melihat lebih lama ekspresi sendu yang Arne berusaha sembunyikan. Dia sebenarnya tahu kalau Adiknya tahu dirinya mencoba untuk menutup segala akses dan juga kemungkinan yang bisa saja terjadi. Namun, lagi-lagi lelaki itu meyakinkan diri kalau ini juga tidak lain untuk kebaikan Arne sendiri.

Head Over Flip FlopsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang