[27] An Abstract Line

2.1K 324 18
                                    

a

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

a.n: notifnya masuk nggak?

R

Androgeus paham sekali bagaimana rasanya kehilangan. Ketika sang Ayah menggoyang-goyangkan tubuh saudara kembarnya untuk memberikan pertolongan pertama, badannya juga ikut terasa sakit. Ia bahkan masih ingat rasa dingin yang menjalar di tengkuknya saat Ayahnya pasrah terduduk lemas di samping Kakak kembarnya yang juga melemas dengan mulut berbusa. Laki-laki itu juga tidak lupa bagaimana raut wajah bingung sang Ibu saat akan dibawa ke rumah sakit jiwa. Lehernya tercekat, seperti ada tambang tak kasat mata yang mencekiknya melihat Ibunya tidak bisa berbuat apa-apa selain mengamati Arne yang tidak berhenti meraung di dekapannya.

Hari itu terlewati ditemani rasa perih yang ia rasakan di tenggorokannya karena menahan tangis yang merangsek ingin keluar. Hari itu, untuk pertama kalinya Aro belajar menjadi kakak satu-satunya untuk Arne setelah absen sejak saudaranya meninggal. Sebab tidak ada yang lebih penting daripada menenangkan Adiknya yang bahkan dalam tidurnya masih menangis sambil memegangi tangannya.

Jujur saja, setelah banyaknya kejadian yang menimpa keluarganya, Aro pernah berharap akan lebih baik jika dirinya dibuat mati rasa saja, tetapi ternyata tidak. Saat pertama kali Arne jauh darinya untuk berkuliah, lelaki itu tidak bisa tidur dua hari sampai menenggak dua butir obat anti mabuk perjalanan.

Rasanya sangat aneh. Aro pikir sedikitnya ia akan imun dengan rasa kehilangan sehingga dia tidak perlu merasa takut dengan hal yang belum tentu terjadi. Namun, tetap saja selalu ada yang mencokol di dada setiap saat Papa, terlebih Arne sedang berada jauh darinya.

Maka ketika Gaia mengabarinya kalau Arne jatuh sakit sampai masuk IGD, jantungnya seketika menggila. Aro yang sedang meeting dengan client berusaha sebisanya menguasai diri meskipun isi kepalanya sudah tidak bisa diajak bekerja sama.

Usahanya menguasai diri lalu Aro lanjutkan sesampainya ia di Jakarta. Alih-alih langsung ke rumah sakit, lelaki itu bertolak ke rumah untuk beristirahat. Selain karena jam besuk yang sudah berakhir, Aro tidak mau waktu istirahat Arne terganggu karena sudah jelas tidak mungkin ia tidak langsung memeluk Adiknya itu sesaat ia sampai. Aro menahan diri, hari ini ia belajar untuk itu. Setidaknya ia hanya perlu menunggu beberapa jam saja.

Meskipun batinnya sudah berteriak sejak dia mendapat telepon dari Gaia, tetapi kejadian kali ini Aro berusaha untuk lebih tenang dan menguasai diri sebaik mungkin sebab tidak seharusnya lelaki itu mengkhawatirkan hal yang sudah terkendali. Berkali-kali, saat ia di perjalanan menuju bandara dari penginapan, di pesawat, dan bahkan saat sudah sampai di Jakarta, ia mengingatkan diri kalau Adiknya sudah tertangani dengan baik, seperti kabar update dari Nehan dan Gaia yang ia minta.

Namun, sepertinya ia masih perlu belajar lagi sebab sesampainya di rumah sakit ketika jam besuk sudah dibuka, telapak kakinya terasa begitu gatal sampai dia terburu-buru berjalan menuju ruangan Arne.

Head Over Flip FlopsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang