06. Sandiwara.

5.1K 379 32
                                    

Sabtu cerah ini, Asha habiskan hanya di rumah. Asha mengawali paginya dengan berkutat di dapur, membuat sarapan untuk dirinya dan Bian, entah sarapan itu akan dimakan atau tidak oleh suaminya itu. Asha hanya ingin menjalankan perannya sebagai seorang isteri, tak perduli apa yang akan dilakukan oleh Bian nanti. Asha hanya membuatkan roti bakar coklat dan susu coklat untuk mengganjal perut mereka sampai siang nanti. Setelah menu sarapannya matang, Asha menatanya di meja makan.

Asha menatap kearah pintu kamar Bian ragu. Pintu kamar itu masih tertutup rapat, dan sang pemilik kamar belum juga keluar dari kamarnya. Dengan langkah ragu Asha melangkahkan kakinya menaiki anak tangga, mengetuk pintu kamar Bian, mencoba membangunkan suaminya itu. Bian memang sedikit susah dibangunkan jika hari libur seperti ini. Sekalinya keluar, pasti suaminya itu akan marah – marah.

“Kenapa, sih?” tanya Bian ketika membuka pintu kamar.

“Sarapan dulu, Kak. Aku udah buatin roti bakar sama susu coklat,” ucap Asha.

"Sarapan aja sana sama Bibi." ucap Bian dingin.

"Gak mau. Aku maunya sarapan sama kamu," ucap Asha.

Bian menghela napasnya berat. Bian melangkahkan kakinya turun ke lantai bawah,  berjalan kearah meja makan, meninggalkan Asha yang masih berdiri di depan pintu kamarnya.

“Ngapain diam disitu? Katanya mau sarapan.” ucap Bian.

Asha tersadar dari lamunannya ketika mendengar suara Bian. Asha berjalan ke arah meja makan, menghampiri Bian yang sudah menunggunya di meja makan.

Asha mengambilkan menu sarapan untuk Bian terlebih dahulu, setelah itu barulah Asha mengambil menu sarapan untuk dirinya sendiri. Keduanya menikmati sarapan mereka dengan tenang.

“Nanti siang kita disuruh ke rumah mamah.” ucap Bian.

"Dalam rangka apa?” tanya Asha

“Mamah ulangtahun.” ucap Bian.

“Oke, nanti siang kita ke rumah mamah,” ucap Asha semangat.

Bian meletakkan sendok yang ada di tangan ke piring. Tatapannya kini tertuju pada Asha, menatap istrinya itu lekat.

“Lo tau kan, apa yang harus kita lakuin?” ucap Bian.

“Maksudnya?” tanya Asha tak mengerti.

“Kita harus bersikap selayaknya suami dan istri di depan mamah, papa, dan bang Ezra. Gue gak mau mereka curiga sama rumah tangga kita.” ucap Bian.

“Kamu gak perlu ingetin aku tentang itu. Karena memang itu yang harus kita lakukan, kan?” ucap Asha.

“Bagus kalau lo ngerti maksud gue.” ucap Bian.

Bian berlalu pergi meninggalkan Asha, kembali masuk ke dalam kamarnya. Asha memejamkan matanya, mencoba untuk memaklumi sikap Bian. Ini bukan pertama kalinya Asha di acuhkan oleh Bian, jadi seharusnya Asha sudah bisa terbiasa dengan sikap suaminya itu.

“Semuanya akan baik – baik aja. Lo perempuan yang kuat, Sha.”

                                ***

Asha memotong sedikit cake coklat yang sudah berhasil dia buat, berniat ingin meminta Bian untuk mencoba cake buatannya. Ketika tau bahwa Mama mertuanya ulangtahun, Asha bergegas membuatkan kue ulangtahun untuk mama mertuanya itu. Asha sengaja membuat kue itu dengan tangannya sendiri, agar lebih terkesan dimata mama mertuanya. Untung saja Asha sedikit mempunyai bakat dalam hal baking.

Tok. Tok. Tok.

"Kak Bian, keluar dulu dong, sebentar," ucap Asha dari luar kamar Bian.

Antara Cinta dan Benci (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang